Senin, Desember 9, 2024

Mafia Berkeley dan Problematika Pendidikan Tinggi di Indonesia

husseinhmf
husseinhmf
Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Angkatan 2016
- Advertisement -

“Nak, kamu sudah dewasa sekarang. Setahun kedepan kamu akan menjadi seorang mahasiswa. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, perbanyaklah doamu, dan jangan sampai tinggalkan ibadahmu. Ketika kamu berhasil menjadi mahasiswa, kelak kehidupanmu akan lebih mudah nak. Jangan sampai kau sia-siakan kesempatanmu ini.”

Kalimat itu merupakan pesan moral yang selalu disampaikan setiap orang tua kepada anaknya yang akan beranjak menjadi seorang mahasiswa. Sudah menjadi mimpi setiap orang tua untuk dapat menyekolahkan anaknya hingga jenjang pendidikan tinggi. Berbagai macam daya upaya mereka curahkan untuk mencapai mimpi tersebut.

Pendidikan tinggi masih dianggap oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai wadah pendidikan yang bersifat elitis. Dimana mahasiswa dianggap sebagai masyarakat dengan struktur sosial lebih tinggi, dimana prestise yang disandang oleh mahasiswa mempunyai derajat lebih tinggi dibanding status pelajar lainnya.

Kontruksi sosial masyarakat yang seperti itu merupakan bentuk dari kegagalan atas penyelenggaraan sistem pendidikan yang demokratis dan berkeadilan. Padahal penyelenggaraan pendidikan yang berkeadilan merupakan bentuk dari pengejawantahan nilai keadilan sosial dalam Pancasila serta telah dilegitimasi melalui UUD 1945. Namun darimana semua ini terjadi?

Lahirnya Orde Baru dan Terbentuknya Mafia Berkeley

Masih membekas dalam ingatan kita bagaimana tragedi yang terjadi pada dekade 1960an. Ketika bangsa Indonesia masih dimpimpin oleh Soekarno, seorang nasionalis kharismatik yang berapi-api.

Ketika itu, beragam problematika datang berduyun-duyun menghampiri masyarakat Indonesia. Disaat umur negara ini masih sebesar biji jagung, bangsa Indonesia harus dihadapi berbagai macam ujian; hiperinflasi yang mencapai 650 persen serta instabilitas politik melalui perpecahan ideologis antar elemen masyarakat membuat permasalahan tersebut semakin kompleks.

Permasalahan yang terus bertambah parah membuat masyarakat Indonesia mulai geram. Berbagai macam pemberontakan masyarakat, salah satunya yang dilakukan oleh mahasiswa yang tergabung dalam barisan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) memaksa Soekarno untuk turun dari singgasana kepresidenannya.

Berkuasa di masa-masa sulit yang dihadapkan pada kondisi serba tidak stabil, terutama dalam bidang ekonomi memaksa Soeharto memutar otaknya untuk menyelamatkan negara dari jurang krisis. Maka dari itu, Soeharto mengumpulkan teknokrat yang ahli dalam bidang ekonomi makro untuk membantunya dalam mengatasi problematika perekonomian Indonesia ketika itu. Tim ekonomi ini sering disebut Mafia Berkeley.

Mafia Berkeley adalah sebutan bagi lima teknokrat pengampu kebijakan ekonomi era Orde Baru. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh David Ransom dalam artikel yang berjudul The Berkeley Mafia and the Indonesian MassacreDisebut demikian karena empat dari lima teknokrat tersebut adalah alumni University of California, Berkeley, Amerika Serikat (AS) yang diantaranya yaitu: Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, dan Mohammad Sadli.

Yang menarik dari pembahasan seputar Mafia Berkeley bukan terletak pada prestasinya dalam mengeluarkan Indonesia dari zona krisis ekonomi, namun kepentingan-kepentingan dibalik pembentukannya.

- Advertisement -

Mafia Berkeley terbentuk atas relasi antara elit intelektual, elit politik dan elit ekonomi. Politik dibalik pembentukan tim ini bukan hanya sekadar mengurusi kondisi perekonomian pasca Soekarno lengser. Namun juga terkait dengan visi utamanya yaitu mengganti haluan ekonomi Indonesia menjadi lebih terbuka terhadap modal asing serta merubah haluan pendidikan Indonesia menjadi pro-Barat.

David Ransom menjelaskan terkait langkah-langkah yang ditempuh Sumitro Djojohadikusumo sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) sekaligus sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI) dalam usaha memodernisasi Indonesia. Maksudnya adalah menolak kebijakan proteksionisme terhadap pemodalan asing, dan menganggap bahwa Indonesia membutuhkannya untuk mencapai Indonesia yang lebih modern dan maju.

Sebagai seorang pengajar, Sumitro memiliki akses untuk mempersiapkan peserta didiknya dalam mengaktualisasikan pemikirannya di masa yang akan datang. Atas bantuan Ford Foundation, sebagai sponsor utama dalam restrukturisasi pendidikan tinggi ekonomi dan politik di Indonesia, Sumitro dapat mengirimkan peserta didiknya untuk kuliah di Berkeley. Juga mentransformasi FE-UI menjadi perguruan tinggi ekonomi, statistika, dan administrasi bisnis gaya AS.

Kondisi Pendidikan Tinggi Pasca Mafia Berkeley Terbentuk

Apa yang dilakukan AS terhadap pendidikan ekonomi dan politik di Indonesia adalah upaya untuk menancapkan hegemoninya melalui institusi dalam masyarakat. Dan sudah tugas dari lembaga pemerintahan untuk menggiring masyarakat agar menilai hal tersebut merupakan sebuah kewajaran, dengan kedok untuk meningkatkan taraf pendidikan tinggi di Indonesia.

Keberhasilan AS dalam memberikan pengaruh ekonomi liberalisme yang memihak kepada kepentingan imperialis dapat dirasakan hingga sekarang. Bagaimana kaum intelektual di Indonesia lebih memihak terhadap sistem kapitalisme gaya AS yang merupakan kontradiksi dari sistem ekonomi kerakyatan.  Hal tersebut dianggap sebagai suatu kewajaran mengingat model pendidikan saat ini cenderung dogmatis, tidak dialektis tanpa melalui perdebatan secara kritis.

TIdak demokratisnya sistem pendidikan di Indonesia, menjadikan nalar kritis kaum intelektual semakin tumpul dan menganggap apa yang dipelajari di institusi pendidikan saat ini sebagai suatu kebenaran.

Liberalisme gaya AS bagai penyakit yang menggeronggoti filosofi pendidikan demokratis sebagai azas utama jalannya pendidikan di Indonesia. Liberalisme telah mengubah orientasi pendidikan menjadi private goods atau barang privat yang menjadi tanggung jawab masing-masing individu untuk memenuhinya. Pendidikan juga dianggap sebagai barang investasi yang dikeluarkan oleh individu, untuk mengharapkan pengembalian modal ketika sudah bekerja nanti.

Kondisi tersebut ikut serta dalam memengaruhi kontruksi sosial masyarakat dalam memahami hakikat dari pendidikan. Fenomena yang kini terjadi memperlihatkan adanya pergeseran paradigma masyarakat dalam memahami esensi pendidikan. Munculnya anggapan bahwa pendidikan merupakan barang investasi membuat masyarakat berpikir transaksional dan bersifat material. Bagaimana biaya pendidikan yang telah dibayarkan dapat tertutupi setelah mendapatkan pekerjaan.

Paradigma seperti ini juga menjadi alasan utama mengapa institusi pendidikan tinggi kini bertransformasi menjadi kapitalis birokrat yang membela kepentingan kaum elit ekonomi dan ikut serta dalam usaha penyengsaraan masyarakat marjinal.

Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, melepaskan belenggu ketidak-tahuan, serta menjadikan manusia menjadi pribadi yang merdeka. Pendidikan memiliki peran yang esensial dalam membangun manusia Indonesia yang cerdas secara intelektual dan berbudi secara moralitas. Sudah seharusnya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia berorientasikan terhadap rakyat dan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

husseinhmf
husseinhmf
Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Angkatan 2016
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.