Jumat, April 19, 2024

Lahirnya Partai Politik Baru

Wira
Wira
Pengajar Sosiologi/Alumnus Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Partai politik sebagai salah satu variabel penting dalam negara demokrasi memiliki sisi menarik untuk diperbincangkan, baik oleh para pengamat maupun masyarakat awam. Apalagi di Indonesia terdapat banyak sekali partai politik dengan berbagai latar belakang. Tentu hal tersebut tidak mengagetkan, mengingat Indonesia menganut sistem multi-partai dalam sistem kepartaiannya, sehingga memungkinkan untuk setiap warga negara dapat mendirikan partai politik dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Tidak seperti Amerika Serikat yang menganut sistem dwi-partai (terdiri atas Partai Republik dan Demokrat) atau Republik Rakyat Tiongkok yang menganut sistem partai-tunggal (yaitu Partai Komunis). Banyaknya partai politik di Indonesia membuat perputaran dan pertukaran gagasan menjadi lebih besar dan bervariasi.

Dalam periode 2019-2024, terhitung ada sembilan partai yang menduduki parlemen, diantaranya PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, Nasdem, Demokrat, PKS, dan PAN. Partai-partai tersebut berhasil melampaui parliamentary threshold sebesar 4%. Adapun partai-partai yang gagal melenggang ke parlemen diantaranya Perindo, Berkarya, PSI, Hanura, PBB, Garuda, dan PKPI. Berarti total terdapat 16 partai politik yang berkompetisi dalam pemilu tahun 2019. Angka ini jauh lebih banyak bila dibandingkan pada pemilu tahun 2014 di mana terdapat sepuluh partai peserta pemilu.

Pada pemilu tahun 2024 nanti, bukan tidak mungkin partai politik peserta pemilu dapat bertambah jumlahnya. Tidak hanya dari partai-partai lama yang tidak lolos verifikasi dalam pemilu 2014 maupun 2019, partai yang benar-benar baru lahir pasca pemilu 2019 juga punya potensi untuk ikut berkompetisi. Fenomena tersebut telah terdeteksi sejak akhir tahun 2019 sampai hari ini, di mana ada tiga partai baru yang cukup menyita perhatian, yaitu Partai Gelora besutan Anis Matta dan Fahri Hamzah, Partai Ummat besutan Amien Rais, dan Partai Masyumi Reborn besutan MS Kaban.

Fungsi Partai Politik

Pada dasarnya alasan dari lahirnya partai baru terbilang sederhana, mereka merasa partai-partai yang sudah ada tidak dapat memberikan perubahan yang nyata bagi masyarakat atau justru menjadi lembaga pencetak koruptor. Banyak persoalan masyarakat yang dianggap belum terselesaikan, seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, pengangguran, lapangan pekerjaan, korupsi, maupun penegakkan hukum.

Selain itu, beberapa partai dengan latarbelakang identitas tertentu, menarasikan keberpihakannya pada kelompok masyarakat tertentu, misalnya Partai Ummat dan Partai Masyumi Reborn yang membawa identitas Islam dan menawarkan sejumlah gagasan mengenai problem keumatan. Atau PSI yang membawa identitas dan isu-isu mengenai kepemudaan, seperti budaya, revolusi industri, maupun digitalisasi.

Semua partai politik—dengan latar belakang apapun, setidaknya memiliki empat fungsi mendasar. Pertama, komunikasi politik. Disini partai politik akan menampung aspirasi masyarakat, untuk kemudian dirumuskan menjadi usul kebijakan yang diperjuangkan—salah satunya—melalui parlemen.

Selain itu, partai politik punya peran untuk menginformasikan langkah-langkah yang tengah ditempuh pemerintah dalam mengatasi persoalan masyarakat. Kedua, sosialisasi politik. Disini partai politik menjadi agen yang mendidik masyarakat untuk memiliki sikap dan pilihan politik, agar dapat mempercayakan perjuangan atas kepentingan-kepentingannya.

Ketiga, rekruitmen politik. Disini partai politik punya peran untuk mendidik dan melahirkan calon-calon pemimpin bangsa yang berjuang demi kepentingan masyarakat. Keempat, pengatur konflik. Disini partai politik berperan sebagai mediator yang mengakomodir berbagai macam kepentingan masyarakat untuk kemudian diperjuangkan menjadi sebuah kebijakan publik.

Dramaturgi Partai Politik

Meskipun semua partai politik—baik yang lama maupun yang baru—pada dasarnya memiliki tujuan yang mulia, dan memiliki fungsi-fungsi mendasar yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Pengawalan dan pengawasan oleh masyarakat—sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara demokrasi—penting untuk dilakukan. Sebab dalam beberapa kesempatan, khususnya ketika masa kampanye dan pasca pemilu, para politikus dalam partai politik melakukan apa yang disebut Erving Goffman (Sosiolog asal Kanada) sebagai Dramaturgi.

Dalam Dramaturgi dijelaskan bahwa individu dalam kehidupan sosial akan mengkondisikan dirinya agar tampak sebaik atau seideal mungkin dihadapan individu lain maupun kelompok guna mencapai sebuah tujuan dalam interaksi. Pengkondisian tersebut terjadi layaknya sebuah pertunjukan teatrikal, di mana terdapat panggung depan (fronstage) dan panggung belakang (backstage). Di panggung depan individu akan berperan sesuai dengan naskah yang telah ditentukan, sedangkan di panggung belakang individu akan mempersiapkan penampilannya ataupun menyembunyikan hal-hal yang tidak mungkin ditampilkan.

Dalam masa kampanye ataupun ketika sebuah partai baru lahir, disitulah ia sedang berada di panggung depan. Naskah yang dibawakan adalah fungsi-fungsi mendasar partai politik dan narasi menyejahterakan masyarakat. Segala macam ide, gagasan, dan program ditampilkan dan ditawarkan. Janji-janji bertebaran dimana-mana guna mendapatkan perhatian dan hati masyarakat. Berbagai teknik, gestur, bahkan gimik dimaksimalkan agar tercipta citra yang ideal, citra partai rakyat maupun partai ummat.

Namun kembali lagi, itu semua hanya tampil di panggung depan. Banyaknya kasus korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kecacatan produk hukum, sampai ketidakmaksimalan pelaksanaan kebijakan publik, merupakan beberapa bukti dari adanya aktivitas partai politik di panggung belakang. Kepentingan kelompok elite, politik transaksional, dan bagi-bagi jabatan merupakan beberapa naskah yang disembunyikan di panggung belakang agar sedapat mungkin tidak ditampilkan dalam pertunjukan.

Oleh karena itu penting bagi masyarakat untuk secara kritis menentukan sikap dan pilihan politiknya atas berbagai jenis partai politik. Pengalaman partai politik lama tidak selalu memberikan jaminan penyejahteraan, namun keawaman partai politik baru juga tidak selalu berakhir dengan penyalahgunaan kekuasaan. Masyarakat sebagai satu-satunya owner dalam demokrasi memiliki peran penting untuk—secara tidak langsung—mendesain jenis partai politik apa yang akan digunakan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan.

Wira
Wira
Pengajar Sosiologi/Alumnus Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.