Sabtu, April 20, 2024

‘La Nyalla Effect’ Membongkar Kebekuan Politisasi SARA

Raylis Sumitra
Raylis Sumitra
Presedium PENA 98 (Perhimpunan Nasional Aktivitis 98) Jawa Timur Mantan Jurnalis pengemar kopi

Jelas. Pernyataan La Nyalla Matalitti tentang ke-Islaman Probowo, menyentak zona nyaman politisi agama yang selama ini dijadikan ‘mainan’ politik. Isu keagamaan, RAS, hoaks dan ujarana kebencian menjadi trend merebut kekuasaan dengan menyampingkan semangat ke-Indonesia-an.

La Nyalla Matalliti dengan berani mengatakan, sanksi dengan ke-Islaman Prabowo. Bahkan, mantan Ketua Umum PSSI tersebut,  berani bertaruh kalau Prabowo tidak hafal surat Al-Fatheha.  Tidak hanya itu, La Nyalla juga sanksi, kalau mantan menantu Soeharto tersebut tidak bisa sholat.

Ya, apa yang dikatakan La Nyalla Matalitti, bukan tidak berdasar. La Nyalla Matalitti tidak sekedar kenal dengan sosok Prabowo. Mantan Kader Gerindra yang memiliki peran sangat besar kepada Prabowo di Pilpres 2014 lalu. Bagi publik Jawa Timur, La Nyalla sangat berpengaruh.

Hal itu juga dia ungkapkan dalam testemoni, usai bersilaturahmi dikediaman Kiai Ma’ruf Amin Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01. Dia katakan kalau, dirinya yang menyebarkan tabloid Obor Rakyat. Yang isinya memfitnah Jokowi. Dalam Obor Rakyat, Jokowi difitnah PKI dan Non-muslim.

Pengakuan ini, langsung mendapat reaksi keras kubu Prabowo. Mereka tidak membantah soal tuduhan La Nyalla itu. Misalnya, PKS mengklarifikasi soal takaran keimanan seseorang bukan ditentukan oleh manusia.

Jurus menangkis PKS ini, seakan menelan ludah mereka sendiri. Pasalnya, selama ini publik mengetahui. Bahwa yang berseberangan dengan kelompok mereka dianggap kafir.  Meskipun itu se-kelas ulama besar.

La Nyalla Effect

Testomoni La Nyalla diharapkan mampu ber-efek besar kepada kehidupan sosial-politik menjelang Pilpres 2019. Yaitu, kesadaraan masyakat tentang upaya menghalalkan segala cara dalam merebut kekuasaan.

Setidaknya, pesan yang disampaikan La Nyalla narasi besar.  Kejahatan politik yang diproduksi secara sistematis. Materinya, pertama, labelisasi Islam – Non Islam. Karena  hanya sebagai label. Maka menerjemahkan Islam bukan pada subtansinya.  Namun simbolisasi yang bertujuan menguatkan identitas personal saja. Sehingga beragama hanya diukur dengan identitas belaka.  Seperti gaya berpakaian.

Kedua, stigma politik PKI. Ya,  framing soal kekejamaan PKI masih melekat kuat di masyarakat. Didalamnya, ada anti agama dan kekerasan, pembunuhan dan penculikan.  Cara yang paling muda adalah menempelkan label PKI, sehingga menimbulkan penolakan kepada Jokowi.

Dengan pengakuan tersebut,  menjelaskan. Selama ini teriak-teriak soal Islam, soal PKI sejatinya hanya politik. Kepentingan segelintir orang yang ingin meraih kekuasaan.  Ketidakmampuan berkompetisi yang tidak didukung rekam jejak. Menjadikan Agama,  RAS, Hoaks, kebencian sebagai cara praktis.

Dalam pengakuan Nyalla tersebut bukti nyatanya. La Nyalla pun dengan gentle mengakui kesalahaannya. Dia menyatakan telah bertobat. Apa yang dilakukan adalah sebuah kekeliruan

Raylis Sumitra
Raylis Sumitra
Presedium PENA 98 (Perhimpunan Nasional Aktivitis 98) Jawa Timur Mantan Jurnalis pengemar kopi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.