Sabtu, Oktober 12, 2024

Kualat Politik ala NU

Raylis Sumitra
Raylis Sumitra
Presedium PENA 98 (Perhimpunan Nasional Aktivitis 98) Jawa Timur Mantan Jurnalis pengemar kopi

Pemilihan Presiden 2019 bukan hanya jadi ajang pemilihan kandidat saja. Berubah jadi ajang perebutan kuasa ideologisasi. Pelampiasaan dendam segilintir kelompok yang tidak puas dengan konsensus ke-indonesia-an sejak diproklamasikannya Republik Indonesia ini.

Ya Jabbar, Ya Qohhar, Siapa yang khianati NU akan kualat, Siapa yang ingin menghancurkan NU, akan hancur”

Itulah doa KH. Hasyim Asyari untuk orang yang melawan NU. NU berdiri bukan tahun kemaren, atau bulan kemaren, melainkan tahun 1924, sebelum Indonesia berdiri. Di dalam sejarah, doa dari mbah Hasyim telah terbukti. Dulu yang penjajah banyak membunuh santri dan para kyai NU, akhirnyamereka kalah dan harus pergi dari Indonesia (http://www.muslimoderat.net/2017/07/mereka-mereka-yang-sudah-kuwalat-sama-nu.html#ixzz5eqgqVVQw)

Mula-mula Nadhatul Ulama yang jadi sasarannya.  Organisasi ke-agamaan terbesar ini, dicoba diaduk-aduk.  Kekuataan struktural dibenturkan dengan kelompok kultural. Struktural yang dimaksud Nadhlatul Ulama sebagai organisasi tingkat pusat PBNU hingga dipengurusan PC NU (tingkat Kabupaten. Sementara, kekuataan kultural. Para Kyai atau tokoh Nadhlatul Ulama yang berkidmad di masyarakat.

Upaya ini hanya sia-sia belaka. Kalaupun terjadi reaksi. Reaksinya pun kecil. Pasalnya, mereka yang terpengaruh rekam jejaknya ketohonannya tidak banyak mempengaruhi jamaah. Sehingga, sulit memperbesar resonansi isunya.

Bagi Nadhlatul Ulama baik struktural maupun kultural. Konsep ke-tatanegaraan sudah final. Tidak perlu diganti lagi yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan dasar Pancasila. Bagi NU, semua yang akan mengancam kedaulatan tersebut harus diperangi.

Kedekatan ideologis inilah,  membuat dukungan mayoritas NU di pilpres mendatang kepada pasangan Jokowi-Kiai Ma’ruf Amin. Selain itu, faktor Kiai Ma’ruf Amin yang mantan Rois Aam PBNU. Sebagai faktor kuat soliditas NU di Pilpres.

Tidak berhasil memecah dari dalam tubuh NU. Upaya lain adalah dengan mendiskriditkan Kiai dan Ulama NU. Dengan rekayasa-rekayasa yang jauh dari tradisi NU.  Bahkan rekayasa oposisi ini membuat semakin solid NU.

Bagi jamiyah NU, sikap tawaduk terhadap Kiai dan Ulama adalah manifesto berjamaah. Menghormati Kiai dan Ulama adalah nilai-nilai ajaran Ahlul Sunnah Waljamaah. Sehingga hinaan bagi Kiai dan Ulama tidak mendatangkan simpati bagi jamaah. Malah membuat jamaah memasang kuda-kuda di akar rumput. Tentang ancaman paham radikalis yang ada dibalik kekuataan oposisi.

Tentu saja bagi oposisi langkah mereka tidak berhenti untuk memecah artikulasi warga NU di pilpres mendatang.  Upaya-upaya tetap dilakukan hingga pelaksanaan coblosan mendatang.

Konflik Internal Kubu Prabowo

Apa yang diinginkan kubu oposisi ini ternyata berbalik menimpa mereka sendiri. Prabowo tiba-tiba berkomentar kekeliruan urus ekonomi Indonesia sejak di era Soeharto. Pemerintah saat ini hanya imbas kesalahaan mantan mertuanya.

Pernyataan tersebut langsung dibantah DPP Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang Menurut Badar, sebaliknya yang keliru adalah konsep pembangunan ala Soeharto sudah tidak diterapkan saat ini.Hal ini disetujui oleh Prabowo terkait pembangunan Indonesia sudah keliru sejak masa kepemimpinan Presiden Soeharto.

Apakah ini yang disebut kuwalat? Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), mendapat bencana karena tindakan kurang baik kepada orang tua, atau kena tulah. Secara empiris, perjalanan Republik ini tidak lepas dari peran NU.  Organisasi yang didirikan Kakek Gus Dur tersebut,  selalu berada dalam posisi benteng NKRI dari rongrongan gerakan separatis.  Mulai DII/TII sampai PKI.  NU selalu dipihak pemerintahan yang sah.  Menghalau ancaman keutuhan bangsa.

Di era DII/TII, NU dinilai sesat karena tidak megakui perjuangan mereka mendirikan negara Islam.  Kiai dan ulama dimaki-maki dan dihina.  Apa yang terjadi.  DII/ TII yang tumbang dan dibubarkan. Hal tersebut sama dengan PKI. PKI yang ingin mendirikan negara komunis, melakukan pembunuhan kepada santri dan Kiai. Hingga ahkirnya, PKI dimusnahkan.

Kini, NU menjadi ajang hinaan.  Kiai-kiai yang alim dibandingkan dengan mereka yang baru mualaf.  Bahkan,  Kiai Ma’ruf dinilai lebih alim ketimbang Prabowo atau Sandi. Yang terahkir dan viral,  soal Doa yang dibacakan Pengasuh Ponpes Al-Anwar Serang – Jawa Tengah, KH.  Maimoen Jubair. Doa Mbah Maimoen disalah artikan mendukung Prabowo.  Sehingga Mbah Maimoen jadi ejek-ejekan di media sosial. Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Fadli zon, terang-terangan melalui twitter berpuisi. Bahwa doa Mbah Maimoen ditukar dengan bandar.  Atau pesanan dari pasangan bernomor urut 01.

Perlakuan oposisi terhadap NU selama kampanye Pilpres ini.  Memantik reaksi keras Habib Lutfhi Pekalongan.  Senada dengan sumpah KH. Hasyim Asyari diatas. Habib Lutfhi mengatakan,  apa yang dilakukan oposisi kepada NU akan kembali kemereka sendiri. Mereka akan kualat dengan NU. Konflik diinternal soal penunjukan Wakil Gubernur DKI penganti Sandiaga Uno. Hingga saat ini masih jadi polemik antara PKS dan Gerindra.  Bahkan PKS mengancam tidak akan menjalankan mesin partai untuk kemenangan Prabowo.

Soal Amin Rais dan Muhammadiyah. Dan yang terbaru,  protes Partai Berkarya atas pernyataan Prabowo tentang kekeliruan orde baru. Apakah ini yang dinamakan kualat dalam politik?  Namun bagi tradisi pesantren kualat adalah nyata adanya.  Keburukan yang dilakukan kepada orang tua atau orang baik.  Akan mendapat balasannya.

Raylis Sumitra
Raylis Sumitra
Presedium PENA 98 (Perhimpunan Nasional Aktivitis 98) Jawa Timur Mantan Jurnalis pengemar kopi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.