Dunia hingga saat ini sudah beberapa kali mengalami krisis ekonomi yang tentunya berdampak buruk. Beberapa krisis ekonomi dunia yang sangat berdampak yaitu The Great Depression (1929-1939), The Asian Financial Crisis (1997-1999) serta The Global Financial Crisis (2008-2010).
Kejadian-kejadian tersebut dipicu oleh berbagai macam penyebab seperti hutang negara yang terlalu banyak, produksi barang yang berlebih hingga penyebab politik. Pada The Great Depression (1929-1939) terjadi inflasi hingga 25%.
Berdasarkan KBBI inflasi merupakan produksi uang yang sangat besar sehingga beredar melampaui jaminan logam emas yang mengakibatkan harga barang di pasaran melonjak naik. Krisis ekonomi membuat dunia semakin terpuruk dan tidak dalam keadaan baik namun krisis tersebut bisa dilewati dengan berbagai cara salah satunya dengan bantuan dana yang diberikan oleh IMF.
Seperti yang kita ketahui bahwa dunia sekarang sedang mengalami serta merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Virus yang ditemukan pada akhir tahun 2019 ini berasal dari Wuhan, Tiongkok dan menyebar ke seluruh penjuru dunia, tidak ada satu negara pun yang luput dari penyebaran virus ini.
Selain aspek kesehatan yang terancam, tentunya aspek ekonomi juga dalam posisi yang membahayakan dimana roda perekonomian menjadi salah satu faktor penting dalam perjalanan sebuah negara. Banyak perusahaan-perusahaan yang terpaksa menutup perusahaannya sehingga menyebabkan para pekerja di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Dengan keadaan seperti ini dunia semakin banyak menghasilkan jumlah pengangguran. Ambil contoh yaitu negara super power Amerika Serikat. Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara yang memiliki kekuatan militer yang baik serta perekonomian yang didamba-dambakan oleh negara berkembang saat ini sedang dalam keadaan tidak baik. Hal ini disebabkan oleh jumlah pengangguran yang bertambah sejak pandemi covid-19 ini.
Sejak pandemi covid-19 perekonomian dunia mulai goyah dimana banyak perusahaan-perusahaan yang gulung tikar karena produksi dan penjualannya tidak berjalan. Jika melihat pada krisis-krisis yang telah terjadi sebelumnya yaitu pada The Great Depression dimana terjadi stock market crash sebab banyaknya perusahaan-perusahaan yang bangkrut.
Keadaan tersebut merupakan keadaan yang dialami dunia saat ini, dimana tidak sedikit pengangguran yang dihasilkan akibat perusahaan yang bangkrut. Sehingga jika dianalisis lagi apakah dunia akan kembali mengalami krisis ekonomi akibat pandemi covid-19 ini?
Dalam keadaan seperti ini dunia seakan bingung apakah akan mengutamakan ekonomi terlebih dahulu atau mengedepankan kesehatan manusia. Kedua aspek ini yang sedang diperdebatkan saat ini.
Apakah kita akan mengalami krisis kesehatan atau krisis ekonomi? Dalam sudut pandang kesehatan sendiri mereka mengatakan bahwa kesehatan harus didahulukan dimana kesehatan adalah kunci dari pergerakan manusia di muka bumi.
Mereka beranggapan bahwa ekonomi masih bisa dipulihkan kembali ketika anjlok namun tidak dengan nyawa manusia. Namun berbeda dengan sudut pandang ekonomi yang menyatakan bahwa ekonomi adalah kunci bagi pergerakan suatu negara. Dengan ekonomi negara yang stabil maka hal ini bisa menunjang aspek kesehatan seperti membiayai alat-alat kesehatan.
Masing-masing negara memiliki strategi sendiri untuk mengendalikan kepanikan masyarakat akibat adanya virus ini. Mari ambil contoh negara Indonesia. Keadaan perekonomian salah satu negara berkembang yang ada di Asia Tenggara ini sangat memprihatinkan.
Saat ini Indonesia cenderung lebih fokus untuk memperbaiki ekonominya dimana seprti yang kita lihat bahwa keadaan sekarang dalam masa transisi menuju Normal Baru atau New Normal. Kebijakan ini tentunya membuat kaget para ahli kesehatan. Dalam salah satu kuliah tamu yang penulis hadiri bertema “New Normal: Hak kesehatan atau ekonomi?” membahas bahwa Indonesia sangat terburu-buru dalam menstabilkan ekonominya dengan mengesampingkan kesehatan.
Narasumber juga mengungkapkan fakta baru juga bahwa kebijakan yang akan dilaksanakan oleh Presiden Jokowi ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan atas dasar pembicaraan antara presiden dengan para pengusaha.
Kebijakan ini tentunya membuat kaget Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dimana tidak ada pembicaraan dengan pihak dari Gugus Tugas tersebut terkait hal ini. Narasumber juga mengungkapkan bahwasannya berdasarkan penelitian yang dipublikasikan pada 22 juni 2020 bahwa mobilitas masyarakat secara nasional masih rendah, jadi untuk apa penerapan new normal jika keinginan masyarakat juga masih rendah serta jumlah pasien positif terus meningkat. Mungkin hak-hak ekonomi yang diperjuangkan oleh pihak yang ingin menerapkan new normal adalah hak para pengusaha, bukan hak dari masyarkat.
Berdasarkan laporan dari BBC News bahwa Dana Moneter Internasional atau IMF telah memprediksi bahwa roda perekonomian dunia akan turun drastis akibat pandemi covid ini. Namun diluar perkiraan bahwa apa yang terjadi hingga saat ini jauh lebih parah dari apa yang dibayangkan oleh IMF. Tidak ada satupun negara yang mengalami stabilitas ekonomi, semuanya mengalami penyusutan. Bahkan untuk negara asal virus, Tiongkok, yang juga dikenal sebagai salah satu negara dengan perekonomian yang unggul hanya mendapatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1%.
Ekonomi memang harus dipulihkan dengan tidak melupakan kenyamanan serta keamanan konsumen. Perekonomian harus dibuka secara perlahan agar negara tidak kehilangan pendapatan juga tidak kehilangan nyawa masyarakatnya. Namun sebelum kembali menjalankan aktivitas perekonomian seperti biasa, negara harus menjalin komunikasi yang baik dengan para ahli kesehatan agar masalah bisa terselesaikan secara bersama.
Kita harus sadar bahwa ekonomi memang penting tapi jika keadaan masyarakat tidak sehat, maka siapa yang akan menikmati peningkatan ekonomi tersebut? Oleh karenanya negara harus bisa menelaah anjuran-anjuran yang diberikan oleh organisasi internasional seperti WHO dan IMF, mana yang benar-benar bisa diterapkan di negaranya karena keadaan tiap negara itu berbeda-beda.