Kamis, April 25, 2024

Konspirasi dan Strategi Dakwaan KPK

Zenwen Pador
Zenwen Pador
Advokat. Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hukum Indonesia (eLSAHI). Owner ZPP Law Firm (www.zenwen-lawyer.id).

Terdakwa Setya Novanto melalui kuasa hukumnya mempertanyakan tentang hilangnya beberapa nama politisi dalam dakwaan. Hilangnya nama-nama ini bagi penasehat hukum menjadi salah satu argumentasi dalam keberatan (eksepsi) terhadap surat dakwaan.

Saya yakin sesungguhnya penasehat hukum Setya Novanto tahu pasti bahwa keberatan semacam itu sesungguhnya sudah masuk ke ranah pokok perkara dan pasti akan ditolak sebagaimana ditolaknya seluruh eksepsi yang diajukan.

Lagi pula apa pentingnya bagi penasehat hukum ngurusin calon terdakwa lain. Bukankah sebaiknya memang fokus pada persoalan kliennya? Tetapi kenapa Setya Novanto dan penasehat hukumnya tampak begitu gigih terus mewacanakan hal tersebut?

Membangun Opini Konspirasi

Saya melihat sebagaimana dengan terdakwa-terdakwa korupsi lainnya ada kecenderungan untuk senantiasa membentuk wacana publik bahwa upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK tak lebih adalah sebuah agenda politik untuk memberangus lawan politik,  tidak murni penegakan hukum.

Atau setidaknya ingin mengesankan bahwa penegakan hukum selalu ditumpangi oleh kepentingan politik pihak tertentu khususnya dari pihak yang berkuasa untuk menghancurkan lawan politiknya.

Kita maklum nama-nama politisi yang disebut hilang dari dakwaan semuanya berasal dari partai yang berkuasa saat ini pendukung utama Pemeritahan Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ketiga politisi ini adalah Yasonna Laoly, Ganjar Pranowo, dan Olly Dondokambey.

Ditambah lagi dengan semakin dekatnya Pilpres 2019, bahkan sekarang sekarang sudah memasuki tahun politik 2018 dimana Pilkada serentak di 171 daerah akan segera digelar. Semakin nyambunglah upaya pembentukan opini tersebut.

Pada satu sisi sekalipun Majelis Hakim telah menolak eksepsi, jawaban dari KPK sendiri menurut saya kurang tepat dan tidak elok. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah sebagaimana dirilis beberapa media mengatakan, substansi dakwaan merupakan strategi dari KPK.

Menurut saya jawaban tersebut justru menimbulkan kecurigaan seolah benar KPK sedang menjalankan sebuah strategi dalam hal ini tidak sekedar pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.

Kenapa hilang?

Sebagai sebuah taktik pembelaan memang sah-sah saja penasehat hukum Setya Novanto mempertanyakan soal hilangnya nama-nama tersebut dalam dakwaan. Sebagaimana disampaikan Maqdir Ismail, ketiga nama tersebut sebelumnya ada pada surat dakwaan tiga terdakwa terdahulu, yakni dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Ketiganya diduga menerima suap dari proyek e-KTP saat masih menjabat anggota DPR periode 2009-2014. Ganjar disebut menerima suap 520.000 dollar AS, Yasonna 84.000 dollar AS, dan Olly 1,2 juta dollar AS.

Namun benar juga barangkali kalau ini memang bagian dari strategi KPK dalam menjerat calon tersangka lainnya. Tapi sesungguhnya tidak juga ada soal kan kalau nama-nama yang memang sedari awal masuk dalam dakwaan tetap dicantumkan dalam dakwaan. Tapi, justru dengan meminta kuasa hukum Setya Novanto fokus membela kliennya adalah sesuatu yang tidak pada tempatnya.

Idealnya kalau memang ada perubahan perkembangan dalam penanganan kasus misalnya memang KPK menyadari dan mendapatkan fakta baru bahwa memang nama-nama tersebut berkemungkinan besar tidak menerima aliran dana, tidak mestilah KPK harus menjawab secara terbuka dan mempublikasikan jawaban yang justru dapat menimbulkan pertanyaan baru. Diam menurut saya lebih baik. Cukup eksepsi di jawab secara hukum dalam persidangan.

Hal ini penting menurut saya untuk mencegah perdebatan yang justru menghabiskan energi dan menimbulkan citra dan kesan buruk bagi publik. Seolah ada kesan KPK sengaja menciptakan perang wacana yang dikuatirkan akan melebar ke soal-soal di luar penegakan hukum. Pada akhirnya kondisi tersebut seakan membenarkan bahwa ada sebuah skenario (politik) yang tengah dijalankan KPK, tidak sekedar murni penegakan hukum.

Perang wacana ini sesungguhnya dapat dicegah apabila sebelum mencantumkan seluruh nama yang diduga kuat menerima aliran dana, KPK telah memiliki dan meyakini adanya bukti yang cukup. Sehingga tak ada lagi keraguan dalam proses hukum lanjutan sehingga tak perlu menghilangkan nama-nama dimaksud dalam dakwaan berikutnya. Karena pada akhirnya penghilangan nama tersebut justru menjadi sasaran empuk dalam upaya melemahkan kerja-kerja KPK dalam penegakan hukum.

Evaluasi Pencantuman Banyak Nama

Sesungguhnya menyebut banyak nama tampaknya memang menarik tetapi bisa jadi akhirnya akan kontrapoduktif dan tidak membuahkan hasil dalam pemberantasan korupsi.

Menurut Jeremy Pope (2003), upaya menyebut nama dan membuat malu tidak selamanya akan membuahkan hasil dalam pemberantasan korupsi. Sebagaimana digambarkan Jeremy tentang gagalnya upaya pemberantasan korupsi di lingkungan Parlemen Kenya pada tahun 2000. Ketika itu laporan komisi anti korupsi mencantumkan nama-nama orang yang melakukan korupsi diubah sehingga nama-nama tersebut tidak ada lagi. Namun beberapa dari orang-orang yang namanya sempat tercantum dalam laporan tersebut melakukan langkah hukum atas pencantuman nama tersebut.

Begitu juga yang terjadi di India, Komisioner Pengawas menggunakan internet untuk menampilkan ratusan nama-nama para pejabat yang dituduh melakukan korupsi padahal keputusan juri belum ada. Akibatnya cara gembar-gembor semacam ini menuai masalah bagi efektivitas gerakan pemberantasan korupsi.

Sekalipun sedikit berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, dimana pencantuman nama-nama tersebut dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan. Namun toh pada akhirnya pemberitaan media massa menyebabkan publik mengetahui secara luas bahwa nama-nama tersebut dicantumkan dalam surat dakwaan dan diduga kuat tersangkut kasus korupsi yang sedang disidangkan sekalipun nama-nama tersebut belum dijadikan tersangka.

Namun demikian penyebutan terlalu banyak nama sesungguhnya bukan tanpa konsekuensi bagi KPK. Bersebab publik sudah mengetahui pencantuman nama-nama tersebut apalagi dengan konstruksi dakwaan diduga bersama-sama menerima aliran dana korupsi sudah pasti menjadi tanggungjawab KPK untuk menuntaskan pengungkapan perkara dari penyebutan nama-nama tersebut.

Kita tentunya tidak berharap KPK terlalu bernafsu untuk menjerat banyak nama dalam sebuah kasus korupsi. Hal yang kita inginkan adalah bagaimana KPK bisa membuktikan secara profesional bahwa setiap nama yang telah dijadikan tersangka terbukti secara meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi sehingga layak menerima hukuman setimpal dengan perbuatannya.

Namun pada prinsipnya saya yakin publik tetap bersama KPK dan mendukung upaya lembaga ini untuk terus mengejar pihak-pihak yang ikut menikmati aliran dana korupsi e-KTP. Penegakan Hukum terhadap koruptor adalah harga mati demi Indonesia yang lebih baik ke depan.

Zenwen Pador
Zenwen Pador
Advokat. Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hukum Indonesia (eLSAHI). Owner ZPP Law Firm (www.zenwen-lawyer.id).
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.