Jumat, Oktober 24, 2025

Komunikasi Publik Menjadi Medan Persaingan

En. Aang MZ Ach. Atikul Ansori
En. Aang MZ Ach. Atikul Ansori
Mahasiswa Uin Sunan Kalijaga Komunikasi Penyiaran Islam. Kader HMI Cabang Jember, (Sunan Ampel).
- Advertisement -

Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara berkomunikasi. Komunikasi saat ini bersifat interaktif, berpartisipasi, dan bahkan kompetitif dibandingkan dengan masa dulu, ketika komunikasi terjadi antara komunikator dan komunikan. Media sosial dan internet membuat setiap orang bukan hanya penerima pesan tetapi juga pembuat informasi yang dapat memengaruhi pendapat publik. Fenomena ini menunjukkan transformasi besar yang disebutkan oleh Marshall McLuhan (1964), menyatakan bahwa media tidak hanya merupakan saluran tetapi juga memengaruhi cara bagaimana orang berpikir dan berinteraksi satu sama lain.

Komunikasi digital menimbulkan banyak masalah dalam dunia modern. Salah satunya adalah banyaknya berita hoax dan disinformasi yang beredar. Seperti pemilu Indonesia tahun kemarin 2024, di mana media sosial dipenuhi dengan konten kampanye yang tidak selalu akurat, bahkan sering disertai dengan framing yang menyesatkan. Hoaks tentang agama, identitas, dan rekayasa data ekonomi tersebar luas, menunjukkan betapa komunikasi digital sekarang menjadi medan pertempuran politik yang sengit.

Opini publik semakin terpolarisasi. Cass Sunstein (2001) menjelaskan bahwa ruang digital sering kali menciptakan echo chambers, di mana individu hanya berinteraksi dengan informasi yang sejalan dengan pemahaman mereka. Fenomena ini terlihat jelas di platform seperti Twitter/X, di mana kelompok-kelompok pro dan anti-pemerintah membentuk komunitas mereka sendiri, lengkap dengan jargon, meme, dan narasi unik. Hal ini memperdalam kesenjangan pendapat, menjadikan ruang publik, yang seharusnya diisi dengan dialog rasional sebagaimana dibayangkan oleh Habermas, berubah menjadi medan pertempuran emosi.

Seperti hal demonstrasi bulan Agustus kemarin yang dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap kenaikan biaya hidup dan tunjangan anggota DPR. Demonstrasi yang terjadi pada 25, 28, dan 29 Agustus menarik perhatian publik karena eskalasi emosi yang cepat, apalagi munculnya berita kematian seorang pengemudi ojek online.

Dalam situasi ini, komunikasi publik menjadi medan persaingan antara pemerintah, aparat keamanan, aktivis, dan kelompok masyarakat sipil. Narasi-narasi yang berbeda muncul, di satu sisi menekankan pentingnya mendengar suara rakyat dalam konteks demokrasi, sementara pihak lain berusaha mendominasi wacana dengan label stigma seperti “anarkis”. Salah satu titik penting dalam peristiwa ini adalah peran media sosial dan platform digital sebagai arena perebutan makna.

Namun, perkembangan komunikasi modern tidak hanya memberikan dampak negatif. Media digital juga mendorong munculnya gerakan baru yang berbasis digital. Seperti akun-akun di Instagram yang memuat isu lingkungan, hanya melalui visual dan narasi sederhana yang disebar luaskan secara luas. Hal ini menunjukkan bagaimana media sosial bisa menjadi alat efektif bagi masyarakat sipil untuk menantang pengaruh negara atau korporasi.

Di sisi lain, perubahan ini juga membawa persoalan mengenai etika dan privasi. Sonia Livingstone (2008) pernah mengingatkan bahwa generasi yang hidup di era digital berisiko tinggi terhadap penggunaan data pribadi secara tidak sah. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi digital tidak hanya tentang berita atau pesan, tetapi juga tentang pengendalian data dan kebebasan individu.

Oleh karena itu, komunikasi masa kini merupakan tempat yang penuh peluang sekaligus tantangan. Di sisi positif, komunikasi modern memungkinkan lahirnya inovasi, gerakan sosial, dan demokratisasi informasi. Namun di sisi negatif juga menciptakan ruang bagi penyebaran informasi palsu, perpecahan, dan eksploitasi data. Di sinilah pentingnya literasi media dan kesadaran kritis dari masyarakat. Tanpa kemampuan untuk memilah, menguji kebenaran, dan memahami informasi dengan bijak, masyarakat bisa mudah terjebak dalam alur komunikasi yang dipengaruhi.

Pada akhirnya, isu kontemporer dalam komunikasi menunjukkan bahwa komunikasi bukan hanya tentang menyampaikan pesan. Ia adalah pertarungan ide-ide, nilai-nilai, dan kepentingan-kepentingan yang berlangsung di ruang publik yang terus berkembang. Tantangan kita hari ini adalah bagaimana menjadikan komunikasi digital sebagai alat untuk demokrasi dan pembangunan sosial, bukan hanya sebagai arena untuk persaingan dan manipulasi.

Fenomena ini menunjukkan bahwa komunikasi tidak hanya tentang menyampaikan pesan, tetapi juga tentang siapa yang mengendalikan narasi dan interpretasi. Apakah suatu peristiwa dianggap sebagai perjuangan masyarakat terhadap ketidakadilan, atau sebagai gangguan keamanan yang harus dibatasi? Interpretasi ini sangat bergantung pada aktor sosial yang memproduksi dan menyebarkan narasi baik warga biasa, media sosial, pemerintah, maupun institusi resmi.

En. Aang MZ Ach. Atikul Ansori
En. Aang MZ Ach. Atikul Ansori
Mahasiswa Uin Sunan Kalijaga Komunikasi Penyiaran Islam. Kader HMI Cabang Jember, (Sunan Ampel).
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.