Chusni Mubarok salah satu anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandi mengatakan bahwa pemakaian kotak suara berbahan dasar kardus untuk menyimpan surat suara sangat tidak aman. Katanya, bahan kardus mudah dibobol.
Bahkan, Chusni menambahkan, indikasi kecurangan di pilpres 2019 sudah sangat terang. Tapi, sayangnya Chusni tidak merinci secara detail atas komentarnya itu.
Ngomongin soal tidak amannya surat suara di kotak kardus, sesungguhnya pernyataan Chusni sangat berlebihan dan aneh bin ajaib. Kalau memang niat awalnya seseorang ingin berlaku curang, maka kotak suara dalam bentuk apapun, misalnya terbuat dari kardus, besi, alumunium atau baja ringan sekalipun, tetap bisa dijebol juga. Jadi, komentar dan kekhawatiran Chusni jelas sangat ngawur.
Khianati PKPU
Apa yang dikemukakan Chusni diduga hanya mengada-ada saja. Elite politik Gerindra ini bisa dinilai telah mengkhianati Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2018 tentang Norma, Standar, Prosedur Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang telah diresmikan bulan April 2018 lalu.
Menurut Pasal 7, kotak suara terbuat dari bahan karton kedap air yang pada satu sisinya bersifat transparan (ayat 1). Kotak suara juga merupakan barang habis pakai (ayat 2). Sedangkan ayat 4 menegaskan, kotak suara harus berwarna putih. Di ayat 6 disebutkan bahwa semuanya harus ditetapkan dengan Keputusan KPU.
Kotak suara berbahan karton kedap air ini sudah digunakan sejak pilkada 2015 lalu. Jadi, sudah 3 kali pemilu yaitu tahun 2015, 2017, 2018. Bahkan, kotak kardus juga dipakai dalam pemilu di sejumlah negara di dunia.
Polemik soal penggunaan kotak kardus yang dimotori elite parpol Gerindra sangat tidak relevan. Perlu diketahui, semua parpol yang ikut pileg maupun pilpres 2019, pasti khawatir dicurangi, tetapi mereka tidak mempolemikkan kotak kardus, kecuali partai Gerindra. Tampaknya, elite politik Gerindra ingin menebar opini publik bahwa kotak kardus gampang dibobol dan rawan dicurangi.
Dipakainya kotak kardus dalam pilpres 2019 mendatang, tentu tidak datang secara tiba-tiba. Penggunaan kotak suara berbahan dasar karton kedap air ini sudah disepakati Bawaslu, KPU dan anggota DPR. Kotak kardus juga sudah dipakai sejak pemilu tahun 2009 lalu sampai pilkada 2018. Hasilnya, tidak ada laporan tentang kerusakan, kecurangan atau kebobolan terhadap surat suara di kotak kardus seperti yang dikeluhkan elite politik Gerindra.
Pemilu Fair Play
Polemik seputar kotak kardus ini, membuat rakyat semakin muak terhadap pernyataan sejumlah politisi Gerindra. Gonjang-ganjing narasi politik tentang kotak kardus yang disampaikan elite politik Gerindra sungguh memalukan.
Perdebatan soal kotak kardus hanyalah polemik sampah yang tidak memberi manfaat sedikitpun dalam mengedukasi pengetahuan politik rakyat. Polemik kotak kardus justru akan membuat bangsa ini ‘terjebak’ kepada narasi politik yang tidak sehat. Jadi, sebaiknya segera hentikan polemik seputar kotak kardus.
Kekhawatiran takut kalah dan dicurangi dalam pilpres 2019 mendatang dengan merujuk kepada pemakaian kotak kardus, jelas sangat ngelantur.
Kunci untuk mengetahui apakah pilpres 2019 berjalan jujur atau curang dapat ditelusuri melalui sistem pengawasan pemilu yang dilakukan KPU, Bawaslu serta lembaga-lembaga kontrol lainnya, serta mentalitas kejujuran parpol pengusung pasangan capres-cawapres yang berkontestasi.
Semestinya, parpol pengusung capres-cawapres, termasuk Gerindra lebih intens mengawasi kinerja KPU, Bawaslu dan elemen lainnya agar pelaksanaan pilpres 2019 berlangsung fair play.
Sekali lagi saya ingin menegaskan, polemik kotak kardus yang bertebaran di sosial media maupun media mainstream adalah tindakan yang sia-sia dan membuang-buang energi. Bangsa ini tak perlu merespon perdebatan kotak kardus yang sama sekali tidak bermutu dan bermanfaat. Salam seruput teh tubruknya kawan…