Sabtu, Agustus 2, 2025

Koding dan AI di SD: Langkah Berani Pendidikan Indonesia?

A ALI
A ALI
Dosen jurusan PGSD di UNM
- Advertisement -

Bayangkan anak-anak kelas 5 SD, yang dulunya sibuk mengeja kata “kelinci” dan menggambar gunung dua jendela matahari, kini sudah akrab dengan istilah seperti algoritma, machine learning, bahkan bisa membuat program sederhana untuk menghidupkan lampu lewat sensor.

Terdengar seperti fiksi ilmiah? Nyatanya, inilah arah baru pendidikan dasar kita: Kurikulum KKA – Koding dan Kecerdasan Artificial, yang akan mulai diperkenalkan di sekolah dasar.

Apakah ini langkah berani? Jelas. Apakah ini terlalu cepat? Bisa jadi. Tapi yang pasti, ini sinyal kuat bahwa Indonesia tak ingin tertinggal dalam perlombaan teknologi global.

Dunia Sudah Berubah, Sekolah Harus Ikut. Kita hidup di zaman di mana mesin bisa menulis puisi, menjawab soal ujian, bahkan membuat lukisan. Anak-anak bukan hanya harus “kenal” teknologi, tapi juga mampu menciptakan dan mengendalikan teknologi itu sendiri. Bukan lagi sekadar pengguna pasif. Banyak negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Finlandia sudah lebih dulu memasukkan pelajaran coding di tingkat dasar. Indonesia kini mencoba mengejar – dan ini layak diapresiasi.

Mengajarkan anak tentang logika pemrograman sejak dini bukan sekadar soal mencetak “programmer cilik”. Lebih dari itu, ini tentang menumbuhkan cara berpikir kritis, sistematis, dan solutif, kualitas yang sangat dibutuhkan di masa depan.

Tapi, Siapkah Kita? Di balik semangat ini, muncul pertanyaan penting: siapa yang akan mengajar?

Mayoritas guru SD kita belum memiliki latar belakang teknologi informasi. Banyak sekolah juga belum memiliki infrastruktur memadai. Laptop terbatas. Jaringan internet naik turun. Belum lagi kurikulum yang sudah padat.meskpun pemerintah sudah menerapkan pelatihan fasilitator koding  bagi guru , sepertinya ini masih belum merata.

Jika pemerintah serius ingin mewujudkan Kurikulum KKA, maka investasi besar harus dilakukan: pelatihan masif bagi guru, pengadaan perangkat digital, serta pendampingan yang berkelanjutan. Jangan sampai niat baik ini jadi sekadar jargon kosong, atau malah menambah beban psikologis guru dan siswa.

Jangan Takut Teknologi, Ajarkan untuk Memahaminya

Kita sering khawatir anak-anak terlalu cepat dikenalkan pada teknologi. Tapi justru, dengan pendidikan yang benar, mereka bisa tumbuh sebagai generasi yang cakap digital, bukan kecanduan digital. Yang berbahaya bukan teknologinya, tapi ketidaktahuan cara menggunakannya.

Langkah Berani, tapi harus serius. Kurikulum KKA adalah sinyal kuat: Indonesia tidak ingin hanya jadi penonton dalam revolusi teknologi. Tapi keberanian ini harus dibarengi keseriusan dan komitmen nyata dari semua pihak – pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat.

- Advertisement -

Jika dijalankan dengan baik, kurikulum ini bisa jadi lompatan emas. Tapi jika asal-asalan, bisa berubah jadi beban baru bagi dunia pendidikan yang sudah letih. Dan pada akhirnya, pertanyaan yang harus kita jawab bersama adalah: apakah kita siap membekali anak-anak bukan hanya untuk hidup di masa depan, tapi juga untuk membentuk masa depan itu sendiri?

A ALI
A ALI
Dosen jurusan PGSD di UNM
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.