Selasa, April 16, 2024

Kodifikasi al-Qur’an Masa Abu Bakr

Enjel Naz
Enjel Naz
Enjel najia haya Mahasiswa Uin Sunan Ampel Surabaya jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Setelah Rasulullah saw wafat, kekhalifahan kemudian dilanjutkan oleh Abu Bakr. Pada masa itu, al-Qur’an tersimpan dalam hafalan para sahabat serta catatan-catatan yang telah didiktekan langsung oleh nabi. Sebagaimana dalam surah al-Hijr ayat 9, berikut ini:

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ

Artinya: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.”

Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah benar-benar senantiasa menjaga kemurnian al-Qur’an hingga hari akhir. Saat awal kekhalifahan Abu bakr, terdapat kekacauan yang disebabkan oleh  sebagian umat islam memilih untuk murtad, tidak membayar zakat, serta munculnya orang-orang yang mengaku bahwa dirinya nabi. Oleh karenanya, Abu Bakr sebagai pemimpin yang tegas dan bijaksana, bertindak untuk melindungi agama Islam dari kekacauan.

Strategi yang dilakukan yakni dengan mengirimkan pasukan untuk memerangi kelompok-kelompok tersebut. Peristiwa ini dikenal dengan istilah perang Yamamah. Perang terebut mengakibatkan banyak penghafal al-Quran gugur di medan perang. Hal ini memunculkan kekhawatiran Umar bin Khattab, karena saat itu mayoritas sahabat mengandalkan hafalan untuk menjaga al-Qur’an.

Oleh karena itu, Umar bin Khattab menyarankan kepada Abu Bakr agar melakukan kodifikasi al-Quran. Namun, saran tersebut tidak langsung diterima dengan alasan ia tidak ingin melakukan hal yang belum pernah diajarkan oleh Rasulullah saw.

Setelah dipertimbangkan, saran tersebut akhirnya diterima oleh Abu Bakr. Kemudian, ditunjuklah Zaid bin Tsabit yang bertugas dalam pengumpulan al-Quran. Taufik Adnan Amal dalam bukunya berjudul Rekontruksi Sejarah al-Quran , menjelaskan alasan mengapa Zaid bin Tsabit terpilih yakni sebagaimana telah dikatakan oleh Abu Bakr: “Sesungguhnya kamu adalah pemuda yang cekatan dan aku tidak meragukan kemampuanmu, kamu dulu adalah penulis wahyu untuk Rasulullah, kini telusurilah jejak al-Quran dan kumpulkanlah (ke dalam suatu mushaf)”.

Akan tetapi, Zaid bin Tsabit juga tidak langsung menyetujui karena pekerjaan tersebut sangatlah berat. Ia juga mengatakan “seandainya aku diperintahkan untuk memindah bukit, maka itu tidaklah lebih berat dibandingkan dengan menghimpun al-Quran sebagaimana yang engkau perintahkan”.

Pada akhirnya, Zaid menerima tugas tersebut serta melakukannya dengan hati-hati. Dalam prosesnya, terdapat beberapa syarat yang harus terpenuhi dalam penghimpunan al-Quran, yakni sebagai berikut:

1. Harus terdapat catatan yang ditulis langsung dihadapan Rasulullah saw

2. Ayat yang ditulis bukan ayat yang asing. Artinya, harus sudah ada beberapa sahabat yang menghafalnya

3. Adanya dua orang saksi ketika menerima ayat dari Rasulullah saw. Bahkan Zaid bin Tsabit tidak akan menulis terlebih dahulu ayat yang belum memenuhi syarat ini sebagai bentuk kewaspadaanya

Kisah Zaid bin Tsabit dalam penghimpunan al-Qur’an

Zaid bin Tsabit adalah seorang sahabat Rasulullah saw yang memiliki peran penting dalam penghimpunan al-Qur’an. Ia ditunjuk oleh Rasulullah saw sebagai salah satu dari beberapa sahabat yang bertugas untuk menulis wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. Zaid bin Tsabit memiliki kemampuan menulis Arab yang baik dan juga menghafal sebagian besar al-Qur’an.

Proses penghimpunan al-Qur’an dilakukan secara bertahap selama masa kehidupan Rasulullah saw. Setiap kali wahyu diturunkan, Rasulullah saw akan menghadirkannya kepada para sahabat yang bertugas menulis, termasuk Zaid bin Tsabit. Mereka akan menulis wahyu dalam lembaran atau bahan-bahan yang tersedia pada waktu itu, seperti kulit unta, dedaunan, atau tulang belulang hewan.

Dalam proses pengumpulan al-Qur’an, dua ayat terakhir dalam surah at-Taubah hampir tidak ditulis oleh Zaid bin Tsabit dikarenakan ayat tersebut belum memenuhi syarat, yakni tidak ada dua saksi saat menerima ayat dari Rasulullah saw. Dua ayat tersebut hanya ada pada sahabat Abu Huzaimah. Hal ini membuktikan bahwa tulisan yang ada pada Zaid serta hafalannya dianggap tidak mencukupi.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, ada sahabat yang mengatakan, ketika Rasulullah saw masih hidup, ia bersabda bahwa sesungguhnya riwayat dari Abu Huzaimah itu setara dengan dua saksi. Setelah pernyataan tersebut terbukti benar, barulah Zaid bin Tsabit resmi menuliskannya. Hal ini menunjukkan kehati-hatian dan kecermatan yang dilakukan oleh para sahabat dalam pengumpulan dan penulisan al-Qur’an.

Ciri-ciri Mushaf Abu Bakr

1. Sudah tidak terdapat ayat yang di mansukh

2. Mencakup al-A’ruf al-Sab’ah

3. Periwayatannya mutawatir

4. Tidak disertai tafsir dan takwil

Enjel Naz
Enjel Naz
Enjel najia haya Mahasiswa Uin Sunan Ampel Surabaya jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.