Kamis, April 25, 2024

Kiprah Ulama dalam Integrasi Bangsa

Anja Atmaja
Anja Atmaja
Pegiat Isu-isu Sosial, Komunikasi dan Politik (Direktur Eksekutif Indonesia Berdaya)

Akhir-akhir ini situasi dan kondisi integrasi bangsa kembali menyita publik dan waktu kita. Berita-berita di media yang simpang siur mengabarkan persoalan jejak khilafah di Indonesia yang ada kaitannya dengan kekhalifana Turki Utsmani. Hal ini bukanlah masalah baru yang timbul di dalam kehidupan bernegara Indonesia yang telah menjadi kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semenjak 75 tahun silam.

Isu radikalisme sepertinya belum akan berakhir keberadaannya di negeri demokrasi bumi pancasila ini. Sebagai sebuah bangsa yang terbuka dan ramah terhadap kehadiran wajah-wajah baru. Indonesia merupakan sebuah pasar besar bagi penyebaran aliran keberagaman yang setiap ada paham-paham tertentu, ada saja pengikut dan penganutnya. Ini menjadikan kita semua mengerti begitu mudahnya berbagai aliran itu kemudian mempengaruhi pola pikir dan tata cara kehidupan masyarakat kita yang menjadi penganutnya.

Persoalan integrasi bangsa bukanlah hal yang sepele. Integrasi dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah persatuan yang kokoh dan kuat. Semenjak merdeka dan berdiri menjadi sebuah bangsa yang terbebas dari penjajahan, Indonesia begitu cepat dikenal dunia karena menjadi negara dengan lima agama besar (sebelum kemudian Presiden Gus Dur menambahkan Konghucu menjadi daftar agama keenam) di dunia tetapi kehidupan masyarakatnya terkenal rukun dan toleransi.

Khilafah dan Politik

Dalam sebuah buku yang berjudul “Islam Yes, Khilafah No!” yang ditulis oleh Nadirsyah Hosen atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Nadir. Seorang akademisi dan salah satu mu’allim (orang yang berilmu agama) kontemporer yang juga aktif menyuarakan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Ia menjelaskan bahwa mendirikan khilafah bukanlah kewajiban yang diajarkan oleh agama. Tetapi yang wajib adalah memilih seorang pemimpin.

Namun disini pemimpin yang dimaksudkan adalah bukan berarti mendirikan khilafah untuk menentukan pemimpin, melainkan pemimpin yang akan memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dan umat manusia. Pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, ada seorang perawi hadits yang bernama Habib bin Salim. Tetapi menurut sejarahnya, Imam Bukhari tidak pernah menerima hadits dari beliau dikarenakan dari sembilan kitab utama atau yang dikenal dengan kutubut tis’ah, hanya Musnad Ahmad yang meriwayatkan hadits “Khalifah ‘ala minhajin nubuwwah’’, sehingga kelemahan sanad dari hadits ini tidak bisa ditolong.

Menurut Gus Nadir, Hadits ini digunakan oleh Habib bin Salim untuk mencari muka terhadap khalifah Umar bin Abdul Aziz. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Thabrani, muncul pada masa Mu’awiyah atau Yazid sebagai pertentangan politik pada saat itu. Khalifah ‘ala minhajin nubuwwah di teks Thabrani mengacu pada Khalafaur Rasyidin, lalu ‘’Raja’’ mengacu pada Mu’awiyah dan lainnya. Tapi tiba-tiba muncul Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin yang baik dan adil, dan tidak mungkin beliau termasuk raja yang dalam hadits tersebut.

Oleh karena itulah, nuansaa hadits ini begitu bersifat politis, karena dimunculkan oleh Habib yang mengacu kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Penjelasan yang gamblang oleh Gus Nadir ini sebenarnya telah membuka pandangan yang  jelas bahwa khilafah itu bukanlah sebuah kewajiban untuk didirikan, melainkan ada kepentingan politik yang begitu kuat dengan dalil memperjuangkan hak-hak umat, tetapi menginjak-injak konstitusi dan persatuan kesatuan bangsa.

Ulama dan Kiprahnya di masa kini

Bukan lagi rahasia umum apabila saat ini jabatan politik begitu sangat menggiurkan semua kalangan yang ada di manapun. Di Indonesia tidak sedikit kandidat legislatif pada setiap pemilihan umum, bermunculan berbagai calon yang berkampanye dengan banyak janji politik, bahkan tak jarang menjual agama sebagai bagian dari strategi politik yang diharapkan mampu mendulang suara rakyat.

Fanatisme beragama bagi kalangan masyarakat kita di level menengah kebawah memang masih begitu kuat dan tak bisa dipungkiri. Isu-isu sara terkait agama begitu mudah mencuat dan muncul sehingga masyarakat kita ini begitu seringnya diadu domba untuk saling membenci orang yang berbeda pendapat, bahkan membernci orang yang berbebda keyakinan.

Padahal, urusan kemanusiaan adalah sebuah hal yang utama yang perlu kita junjung tinggi-tinggi. Sebuah dalil Al-Qur’an berbunyi “Kalau seandainya Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah semua manusia di bumi. Maka apakah engkau (Muhammad) akan memaksa semua manusia hingga mereka menjadi orang-orang beriman semua?” (Q.S. Yunus 10 : 99). Misi Nabi Muhammad dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa beliau sebagai rahmat untuk semesta alam. “Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk mnjadi rahmat bagi semesta” (Q.S. Al-anbiya 21 : 197)

Begitulah dijelaskan bahwa kehadiran Nabi Muhammad Saw adalah untuk menjadi rahmat bagi semesta. Ini berkaitan dengan kiprah seorang ulama yang saat ini adalah penerus para nabi. Seorang ulama tentu memiliki peranan penting dalam menjaga integritas bangsa ini agar tidak dirusak oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu sehingga mampu memecah belah umat.

Sudah saatnya kita semua membuka mata dan mengingat sejarah, bahwa pada masa perjuangan kemerdekaan dahulu tidak sedikit ulama yang berjuang turut andil bersama para pejuang lainnya untuk menjadikan Indonesia negara yang merdeka dan terbebas dari penjajahan. Menjadikan Indonesia negara yang berazaskan pancasila adalah sebuah keputusan yang paling tepat dengan harapan mampu mengakomodir semua kalangan agama yang bersatu demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada masa lalu hingga sekarang ini.

Anja Atmaja
Anja Atmaja
Pegiat Isu-isu Sosial, Komunikasi dan Politik (Direktur Eksekutif Indonesia Berdaya)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.