Sabtu, April 27, 2024

Ketika Mandulnya Gerakan Mahasiswa

Egip Satria Eka Putra
Egip Satria Eka Putra
Mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas Andalas Redaktur Seruan.id

Potret mahasiswa sebelum reformasi adalah kaum terpe­lajar In­donesia yang sangat dekat dengan “akar rumput’ masyarakat Indonesia. Mereka disamping mengikut rutinitas perkulia­han, pun juga aktif dalam mengkritisi ke­bijakan pemerin­tah yang tidak ber­orien­tasi pada rakyat.

Lantang mengkritisi de­ngan ilmiah bahkan tidak pernah absen turun ke jalan ketika se­­mua corong aspirasi telah ditutup. Bagi mereka, kuliah dipendidikan tinggi bukan untuk “menghamba pada ke­kuasaan”, melainkan untuk “mengawal ke­kua­saan”.

Namun, lambat laun kini daya kritis ma­hasiswa terhadap kekuasaan perlahan mulai pudar pasca bergu­lirnya reformasi. Jangankan dalam konteks kekuasaan ne­gara, ling­kungan sekitarnya pun me­reka tidak peduli. Padahal ada begitu banyak persoalan yang harus di­perdebatkan.

Permasala­han kampus yang mulai dikomer­sialisasikan, mahasiswa dite­kan agar cepat tamat, dana kemaha­sis­­waan yang tidak transparan, fasilitas kam­pus yang tidak sebanding dengan UKT (Uang Kuliah Tunggal) dan lain sebagainya. Apa­kah mahasiswa meributi hal ini? Tidak, mereka duduk manis dan pasrah dengan keadaan.

Hal yang lebih memperihatinkannya lagi lembaga pergerakan mahasiswa hari ini tidak tau lagi dimana taringnya. Malah kini telah berubah menjadi lembaga-lembaga event yang bisa dipesan oleh siapa saja, mulai dari menyelenggarakan acara-acara yang tidak berorientasi untuk membangun gerakan mahasiswa, sampai menyediakan panggung bagi penguasa untuk menyampaikan kisah-kisah palsunya, hingga tempat bagi para pengusaha untuk memamerkan harta kekayaannya. Lembaga pergerakan mahasiswa telah jauh dari jati dirinya.

Bahkan yang lebih membuat perihnya hati ini, dimana lembaga pergerakan mahasiswa kini dipimpin oleh mereka yang bangga diberi fasilitasi elit oleh pimpinan kampus dan penguasa. Bahkan tidak malu diajak jalan-jalan keluar kota hingga keluar negeri pun ada dengan dalih kunjungan kerja.

Pantaskah itu semua?. Dimana letak harga dirimu duhai mahasiswa?, Untuk itukah kalian kami dukung dan titipkan kepundak kalian segala cita-cita mulia kami ini?. Hingga begitu bangga memerkan kedekatan dan kemesraan dengan pimpinan kampus yang telah begitu banyak merampas dan menekan hak-hak mahasiswa.

Hingga lucunya lagi, dimana para aktivis mahasiswa hari ini malah sibuk membentuk negara-negara mahasiswa disatu lingkungan kampus yang sama. Bersitegang bahkan sampai ricuh hanya untuk memperebutkan wikayah kekuasaan, hanya demi title “presiden mahaiswa”.

Begitulah potret aktivis mahasiswa kini yang begitu mudah diadu domba. Mereka telah lupa bahwa untuk apa lembaga/negara mahasiswa didirikan. Semata-mata adalah untuk menggerakan roda pergerakan. Lantas gerakan yang macam apa yang akan diciptakan jika para aktivis mahasiswa bercerai berai. Jelas tidak akan ada gerakan tanpa persatuan. Segala macam persoalan itu semua telah membuat “mandulnya” gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa telah mulai padam apinya. Gerakan mahasiswa telah hilang marwahnya.

Padahal, diluar sana keadaan sedang terguncang dan jauh dari rasa aman.  Korupsi yang semakin menggurita, kemiskinan yang kian merajalela hingga pengangguran yang terus mengkhwatirkan anak bangsa.

Dan juga taukah kamu berapa kini jumlah hutang luar negeri kita?. Jangan sebutkan angka, tetapi katakan saja dengan apa kita membayarnya?. Hutang yang menggunung dengan bunganya akan kita bayar dengan cara apa?.  Kini, mari kembali kita tanyakan kepada diri kita masing-masing: apa gunanya kita kuliah kemana-mana jika rakyat negeri kita sendiri nasibnya kian terlunta-lunta?

Kawan-kawan mahasiswa, kutanyakan pada kalian semua: apa yang bisa kita banggakan dari pejabat negeri ini?. Apakah patut kita bangga dengan gaya hidup mereka?. Tidak kawan!. Harusnya kita marah dan malu melihat mereka. Kita harusnya marah karena omongan pejabat itu tidak ada yang bermutu. Kita bahkan harusnya malu karena tindakan ceroboh mereka. Dan diantara mereka adakah yang minta maaf jika terjadi kesalahan?.

Apakah menteri perhubungan pernah meminta maaf jika terjadi kecelakaan?. Beranikah menteri pertanian mundur jika panen petani gagal dan harga pengan mahal dan memberatkan rakyat?. Bahkan, mampukah anggota parlemen mohon ampun kepada rakyat karena memboroskan anggaran?. Saya rasa itu semua hanya mimpi belaka. Jujur saja saya termenung melihat ini semua. Deretan ribuan bahkan jutaan mahasiswa hanya duduk rapi tanpa bantahan melihat kondisi yang ada.

Maka kini, tidak ada cara lain kecuali untuk kita bangkitkan kembali gerakan. Segera alirkan tiap persoalan sosial bangsa ini kedalam ruang-ruang diskusi dikampus kita. Pastilah ada mahasiswa yang tidak mau tunduk dengan keadaan. Kita percaya bahwa pasti ada mahasiswa yang masih mengenggam keberanian. Lewat tangan-tangan kitalah sejarah perubahan itu dapat dibentuk.

Kawan, kini sudah waktunya untuk kita rebut kembali “jalanan itu”. Suarakan protes dan dengungkan pembangkangan. Nyatakan sikap melawan atas segala bentuk ketidakadilan. Kini saatnya kita mahasiswa untuk terbangun dari tidur panjang kita. Sudahi untuk mengenang masa-masa heroik di tahun 1966, 1974 hingga 1998. Saatnya kini kita bulatkan kembali nyali yang telah lama terbang dan tanggalkan watak kompromis yang perlahan-lahan jadi tabiat umum.

Hidup Mahasiswa!

Egip Satria Eka Putra
Egip Satria Eka Putra
Mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas Andalas Redaktur Seruan.id
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.