Rabu, Oktober 9, 2024

Kesepakatan Damai Taliban-Afghanistan

Firmanda Taufiq
Firmanda Taufiq
Peneliti Islamic Studies, Pemerhati Dunia Islam dan Timur Tengah. Alumni S2 Kajian Timur Tengah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Perundingan dalam rangka menemukan jalan damai antara Taliban dan Afghanistan berlangsung, kemarin, (12/9), di Doha, Qatar. Pertemuan tersebut diadakan untuk membahas mengenai konflik kedua kubu yang terjadi selama beberapa dekade. Momen ini merupakan peristiwa bersejarah bagi kedua belah pihak.

Taliban dan Afghanistan telah berperang dalam urusan politik yang berseberangan. Hingga AS melakukan tindakan ofensif dengan mengerahkan pasukannya ke Afghanistan.

Proses perundingan antar kedua belah pihak diharapkan bisa menyelesaikan perang yang berlangsung sejak AS menyerbu Afghanistan pada 2001. Pasalnya, sejak perang antara Taliban dan AS di Afghanistan berkecamuk. Telah banyak korban berjatuhan dan ribuan orang harus meninggalkan tanah airnya karena situasi perang.

Negosiasi Damai Taliban-Afghanistan, Akankah Perang Berakhir?

Pertemuan dalam mendialogkan antara Taliban, AS dan Afghanistan yang saling berseteru ini menjadi momen penting untuk meredam dan mencari jalan tengah persoalan keduanya.

Taliban sangat ngotot dan memaksakan Afghanistan untuk menerapkan sistem politik Islam. Pemimpin Taliban, Mullah Baradar Akhund, menyatakan bahwa Taliban berkeras Afghanistan harus menerapkan sistem politik Islam. Sistem itu disebutkan akan menghapus diskriminasi di Afghanistan.

Isu lain yang menjadi fokus pembahasan dalam perundingan Taliban-Afghanistan adalah perlindungan bagi semua kalangan di Afghanistan. Seperti yang telah disinggung Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, kaum minoritas juga menjadi sasaran dalam perang. Suku Hazarra, yang merupakan mayoritas di kalangan pengungsi Afghanistan di banyak negara, menjadi sasaran dan target Taliban yang umumnya berasal dari suku Pasthun.

Kerap kali warga Hazarra, baik pria maupun wanita, menjadi korban kekerasan Taliban hanya karena mereka terlahir sebagai orang Hazarra. Tidak hanya itu, isu perempuan juga menjadi salah satu pembicaraan penting. Mengingat dalam konflik Afghanistan, dan selama Taliban berkuasa, perempuan menjadi pihak paling menderita.

Bahkan, Taliban telah melarang perempuan beraktivitas di luar rumah, kecuali atas izin keluarga dan didampingi kerabat pria. Banyak perempuan menjadi sasaran kekerasan milisi Taliban karena ketahuan beraktivitas di luar rumah.

Situasi rumit antara Taliban-Afghanistan ditengahi oleh Indonesia, AS, dan Qatar. Bahkan, untuk menggelar dialog intra-Afghanistan dibutuhkan waktu cukup lama mempertemukan kedua belah pihak.

Sebagaimana diketahui, Taliban sebelum ini menolak bertemu dengan wakil pemerintahan Afghanistan yang dituding sebagai boneka AS.

Sejak AS memutuskan untuk menyerbu Afghanistan dan menggusur Taliban dari kekuasaan. Negara tersebut dikendalikan pemerintahan yang dituding sebagai boneka AS.

Karena itu, dalam upaya melanggengkan perdamaian di Afghanistan, proses perundingan di Doha pun digelar. Perundingan tersebut dilakukan untuk mencari cara melibatkan Taliban dalam pemerintahan yang dianggapnya sebagai boneka.

Taliban, Afghanistan, dan Intervensi AS

Dalam perundingan damai di Doha, Qatar, Kepala Dewan Perdamaian Afghanistan Abdullah Abdullah mengatakan, kedua pihak harus mencari jalan tengah meski mungkin tak sepakat pada beberapa isu yang dibahas dalam perundingan tersebut.

Menurutnya, semua pihak harus memanfaatkan kesempatan luar biasa ini untuk melakukan perdamaian serta bersama-sama menentukan masa depan yang diterima dan didukung semua orang Afghanistan.

Abdullah juga menekankan, bahwa sekitar 12.000 warga sipil tewas dan 15.000 warga lainnya terluka hanya dalam periode Februari-September 2020. Kondisi ini menjadi penting untuk dipikirkan lebih dalam. Karena dari data tersebut telah  banyak korban berjatuhan atas nama perang.

Baradar setuju proses perundingan harus terus berjalan. Dalam perjalanannya, Taliban mau berunding setelah lebih dulu memulai proses perdamaian dengan AS. Pada Februari 2020, AS-Taliban menyepakati perdamaian yang telah membuat kedua kubu beradu kekuatan strategi dan pasukan di Afghanistan.

Dalam perjanjian tersebut, AS setuju mengurangi pasukan dari Afghanistan. Selepas berdamai dengan AS, Taliban baru mulai berunding dengan pemerintah Afghanistan. Perundingan dimulai dengan saling melepas tahanan dari kedua pihak.

Kita lihat bagaimana perundingan antar kedua kubu bisa memberikan solusi nyata dalam mengatasi persoalan konflik. Kita berharap titik temu keduanya menjadi mediator damai.

Sehingga, rakyat Afghanistan dapat menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan baik. Tanpa ada lagi perang dan konflik di negara tersebut.

Firmanda Taufiq
Firmanda Taufiq
Peneliti Islamic Studies, Pemerhati Dunia Islam dan Timur Tengah. Alumni S2 Kajian Timur Tengah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.