Selasa, Juli 2, 2024

Kesehatan Mental, Barang Mahal yang Hanya Bisa Diraih Orang Kaya?

Arief Rahman
Arief Rahman
Bachelor of Psychology and Human Development Enthusiast

Beberapa tahun kebelakang, kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan mental kian meningkat. Fenomena ini tidak terlepas dari perkembangan zaman yang mengakibatkan perubahan perilaku pada generasi sekarang.

Mayoritas pekerjaan di era modern mengharuskan para pekerjanya duduk terpaku menatap layar. Imbasnya adalah minimnya interaksi sosial dan meningkatnya kepekaan terhadap diri sendiri. Maka tidak heran kalau orang-orang di generasi ini, khususnya Generasi Milenial dan Z, memiliki rasa penasaran yang tinggi atas apa yang terjadi dalam dirinya masing-masing.

Kemajuan teknologi memberikan akses yang mudah untuk memahami lebih dalam tentang diri sendiri termasuk yang berkaitan dengan kesehatan mental. Banyaknya film, buku, dan tulisan yang membahas topik ini menjadikan generasi sekarang mudah mendiagnosa diri menderita gangguan mental.

Walaupun mendiagnosa diri tanpa bantuan profesional memang sangat tidak dianjurkan, tren ini semakin menegaskan bahwa kesadaran atas kesehatan mental kian meningkat. Sayangnya, akses layanan psikologis yang memadai sangatlah terbatas. Bahkan saya bisa bilang, kesehatan mental adalah barang mahal yang  hanya bisa dimiliki oleh orang kaya.

Sumber-sumber bacaan terkait topik ini, baik itu buku maupun tulisan populer, tidak banyak menyinggung permasalahan khas golongan menengah kebawah. Tulisan-tulisan sekarang lazimnya membahas kesehatan mental yang dikaitkan hanya dengan suatu golongan generasi (contohnya milenial), mahasiswa, hingga pekerja. Padahal orang dengan ekonomi rendah kemungkinannya terkena depresi dua kali lebih besar.

Permasalahan khas mereka juga perlu dibahas karena dinamika stres yang terjadi pun jelas berbeda. Fakta ini diperparah dengan isi tulisannya yang masih banyak menggunakan istilah-istilah ilmiah dan bahasa yang mendayu-dayu. Membuat pembacanya cukup kesulitan untuk memahami.

Bagi mereka yang ingin mencari bantuan profesional, biaya layanan psikologi masih terlampau mahal. Harga untuk satu kali sesi konsultasi bersama psikolog, antara 30 sampai 60 menit, ada di kisaran ratusan ribu rupiah. Jangankan orang-orang dengan ekonomi rendah, kaum golongan menengah pun masih harus berpikir dua tiga kali sebelum memutuskan datang ke psikolog. Di pikiran mereka, daripada habis untuk ngobrol, lebih baik uang tadi digunakan untuk makan atau kebutuhan lain. Kalau sudah begini, kesehatan mental terpaksa dijadikan kebutuhan sekunder bahkan tersier.

Para ahli dan praktisi psikologi seringkali berpesan, ketika akan melakukan layanan konsultasi, agar kita mencari tahu dulu opsi psikolog yang tersedia sebelum memutuskan. Gunanya untuk meningkatkan kenyamanan selama sesi berlangsung. Tidak bisa dipungkiri, psikolog juga manusia. Mereka punya gaya penanganan khas masing-masing dan bisa jadi tidak semua orang cocok. Masalahnya untuk benar-benar tahu cocok atau tidak, berarti harus langsung merasakan ada di ruangan bersama sang psikolog. Kalau satu kali sesi dan ternyata tidak cocok, apa iya harus keluar uang ratusan ribu lagi untuk bisa benar-benar merasa lega?.

Opsi layanan konsultasi online yang sekarang mulai menjamur juga belum bisa jadi solusi. Layanan konsultasi online, via chat dan telepon, awalnya muncul supaya orang-orang agar tidak perlu repot-repot hadir tatap muka. Selain karena alasan kenyamanan, biaya yang dipatok juga jauh lebih murah. Walaupun tarifnya sudah lebih terjangkau, basis layanannya lah yang jadi masalah.

Sebelum menggunakan layanan online ini, penggunanya terlebih dahulu harus memasang aplikasi yang dibutuhkan. Sedihnya, masih banyak orang-orang dari golongan menengah ke bawah yang tidak memiliki smartphone. Di kota besar seperti Surabaya, faktanya memang demikian. Bahkan ada yang harus meminjam smartphone tetangganya ketika ingin menghubungi atau dihubungi saudara. Sekalinya punya, bisa jadi tidak bisa di instal aplikasi yang dibutuhkan karena smartphone nya sudah berumur atau kapasitas sudah penuh. Otomatis menjadikan layanan konsultasi online belum dapat menjangkau semua kalangan.

Kalau tidak pernah berkonsultasi dengan ahlinya, gangguan mental akan sulit untuk diatasi. Bagaimana seseorang bisa melakukan penanganan tepat terhadap masalahnya kalau gangguan yang dialami saja tidak kenali dengan baik?. Sedihnya, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, untuk mengetahui apa yang sebetulnya terjadi dalam diri biayanya sama sekali tidak murah. Belum ditambah biaya konsultasi dan penanganan tambahan. Tidak seperti penyakit fisik.

Gangguan mental sama sekali tidak bisa disamakan dengan penyakit fisik, walaupun di banyak kasus keduanya saling mempengaruhi. Penyakit fisik banyak yang secara sadar bisa dirasakan. Sakit tenggorokan, pilek, hingga kanker menyebabkan rasa sakit atau minimal perubahan fisiologis pada tubuh. Sehingga bisa ditemukan sumber masalahnya. Seseorang yang sakit pun bisa dengan mudah membeli obatnya di apotek. Untuk penyakit umum, obatnya bahkan sudah tersedia relatif murah.

Sebetulnya pemerintah juga sudah sadar akan masalah ini. Puskesmas milik pemerintah telah dilengkapi dengan hadirnya psikolog disana. Namun, jumlahnya masih sangat terbatas bahkan bisa dibilang langka. Puskesmas yang menyediakan pun, pelayanannya juga belum maksimal. Banyak yang masih mengeluhkan tentang proses mengatur jadwal yang sulit dan terbilang lama. Hal ini malah bisa bikin orang makin stres.

Permasalahan ini sudah seharusnya mendapatkan perhatian ekstra dari pemerintah dan para praktisi psikologi. Sudah seharusnya layanan psikologi bisa diakses semua kalangan. Pondasinya dulu harus dikuatkan. Langkah awalnya adalah memperbanyak tenaga psikolog di Indonesia. Perbandingan jumlah penduduk dan psikolog yang tersedia masih jauh dari jumlah yang direkomendasikan badan kesehatan dunia. Tanpa menyelesaikan hal ini, rasanya sulit membahas langkah lebih jauh. Saya berharap semoga dalam waktu dekat, dapat tercipta layanan psikologi yang lebih membumi.

Arief Rahman
Arief Rahman
Bachelor of Psychology and Human Development Enthusiast
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.