Jumat, Maret 29, 2024

Kerusakan Lingkungan Kita yang Mencemaskan

Bagus Kristian
Bagus Kristian
Mahasiswa S1 Program Studi Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Menurut data dari BPS, pada tahun 2018 jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 146.858.759 unit, jumlah tersebut meliputi mobil pribadi, mobil barang, bis dan sepeda motor. Berdasarkan data dari BPS juga jumlah kendaraan bermotor hingga tahun 2018 mengalami tren yang terus meningkat.

Untuk tahun 2020 akibat adanya pandemi penjualan mobil mengalami penurunan. Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan adanya penurunan penjualan mobil sebesar 50,7 % sepanjang bulan Januari-Oktober 2020 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada periode yang sama.

Artinya tetap akan ada peningkatan jumlah kendaraan bermotor namun jumlahnya tidak sebanyak tahun sebelumnya. Dengan jumlah kendaraan bermotor sebanyak itu wajar jika saat ini polusi udara seperti menjadi kawan sehari-hari kita. “Polusi Udara Tahun 2020 Tewaskan 98 Ribu Orang di Seluruh Dunia”, demikian sebuah judul artikel dari news.detik.com (10/7/2020).

Dalam artikel tersebut dikatakan juga selain menelan korban jiwa polusi udara berpotensi akan mengakibatkan kerugian sebesar 56,5 miliar dolar AS secara global. Polusi udara yang disebabkan oleh sebagian orang ini nyatanya mampu merusak barang publik yakni udara bersih sehingga memberi dampak secara luas bahkan bagi orang yang tidak menyumbang polusi. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara begitu luas dampaknya dan berbahaya sehingga perlu ada penanganan sesegera mungkin.

Eksternalitas atau dalam bahasa yang sederhana dikenal sebagai efek samping yang timbul dari sebuah aktivitas atau kegiatan, eksternalitas dapat dibagi menjadi dua yakni positif dan negatif. Pada penggunaan kendaraan bermotor menghasilkan eksternalitas negatif, efek samping yang ditimbulkan tidak hanya sampai pada polusi udara . Efek samping lain yang ditimbulkan ternya juga tak kalah berbahayanya, seperti potensi terjadinya hujan asam, pengasaman tanah, hingga lapisan ozon yang terancam mengalami kerusakan.

Saat ini kita dihadapkan pada keadaan yang dilematis. Di satu sisi manusia semakin dimudahkan serta menunjang produktifitas dan di sisi lain aktivitas manusia tersebut mampu menyebabkan kerusakan pada lingkungan.

Jonathan M. Harris dan Brian Roach dalam bukunya yang berjudul “Environmental and Natural Resource Economics” mengatakan bahwa dampak Karbondioksida dari aktivitas manusia sudah disadari sejak abad ke-19. Hal ini seharusnya menjadikan seluruh masyarakat mulai memikirkan dampak jangka panjangnya karena dengan kondisi saat ini sangat mustahil untuk mewujudkan konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development). Hal ini sangat perlu untuk diperhatikan karena bagaimanapun juga manusia dan seluruh kegiatan ekonomi sangat bergantung pada alam dan lingkungan. Sehingga dengan memperhatikan lingkungan ada jaminan kehidupan manusia dan perekonomian dapat terus berlangsung.

Saat ini tak ada biaya yang dibebankan terhadap ekternalitas negatif atau efek samping negatif dari aktivitas manusia dan ekonomi. Dengan kata lain eksternalitas negatif sifatnya nonprivat dan gratis. Maka dari itu untuk menekan terjadinya kerusakan lingkungan perlu ada biaya yang dibebankan kepada pelaku yang menghasilkan ekternalitas negatif baik individu maupun perusahaan. Biaya ini lah yang disebut dengan Pigouvian Tax.

Istilah Pigouvian Tax muncul pertama kali dari ekonom Inggris yang bernama Arthur C. Pigou. Sebagaian dari kita mungkin masih asing dengan istilah ini, hal ini sangat wajar karena memang masih banyak negara  yang belum menerapkan pajak pigovian ini termasuk Indonesia. Demi kondisi lingkungan yang lebih baik dan menekan  aktivitas yang menghasilkan eksternalitas negatif, ada beberapa alasan mengapa Pigouvian Tax perlu segera diterapkan saat ini.

Pertama, secara teori penerapan Pigouvian Tax pada kurva supply, demand (permintaan, penawaran) menunjukkan hasil hasil bahwa penerapan pajak ini akan meningkatkan harga suatu barang. Berdasarkan hukum permintaan ketika harga barang naik maka permintaan akan barang tersebut akan menurun. Sehingga dengan penerapan pajak ini tentu akan mengurangi eksternalitas karena konsumsi dan aktivitas yang menghasilkan polusi berkurang.

Mengingat bahwa manusia juga sebagai makhluk ekonomi hal ini tentu masuk akal karena mereka akan lebih peka terhadap rangsangan ekonomi. Hasil lainnya menunjukkan bahwa total manfaat setelah adanya pajak menjadi lebih besar dari sebelum pajak, hal ini karena pajak menghilangkan eksternalitas yang menjadi penyebab berkurangnya manfaat total.

Kedua, penerapan pajak ini tentunya akan memberi tambahan penghasilan. Tambahan penghasilan ini nantinya dapat digunakan untuk memberikan subsidi bagi barang yang lebih ramah lingkungan. Seperti pada penjelasan sebelumnya pajak akan menurunkan permintaan pada barang yang menghasilkan eksternallitas atau polusi. Sehingga dapat dipastikan bahwa mereka yang meninggalkan barang tersebut akan beralih ke konsumsi barang ramah lingkungan karena akan mendapat harga yang lebih murah hasil adanya subsidi dari pajak pigovian.

Ketiga, mengingat saat ini konsumsi barang tak ramah lingkungan jumlahnya saat tinggi, tentu ada kemungkinan akan didapat penghasilan dari pajak yang tinggi pula. Selain untuk subsidi barang yang ramah lingkungan tentunya sebagian juga akan masuk ke tambahan pendapatan negara.

Dikarenakan beberapa hal Pigouvian Tax belum banyak diterapkan di Indonesia. Namun melihat keadaan saat ini dimana polusi terjadi dimana-mana dan semakin parah, ini bukan saat yang tepat untuk terus mengulur waktu. Kerusakan lingkungan juga bukan suatu hal yang dapat dihentikan secara instan, bahkan sampai tulisan ini sampai pada pembaca kerusakan lingkungan masih terjadi. Lalu apakah pemerintah akan menunggu hingga semuanya benar-benar hilang?

Pigouvian Tax menjadi salah satu solusi yang patut untuk dipertimbangkan, demi menyelamatkan lingkungan dan meraih cita-cita pembangunan berkelanjutan.

Bagus Kristian
Bagus Kristian
Mahasiswa S1 Program Studi Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.