Akhir-akhir ini media sosial ramai membicarakan postingan yang memperlihatkan beberapa karyawan salah satu retail terkenal di Indonesia sedang diberikan motivasi. Pada dasarnya, motivasi merupakan kegiatan yang lumrah dilakukan oleh perusahaan pada karyawan nya dengan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas karyawan, meningkatkan kepuasan kerja, dan sebagainya.
Namun motivasi ini sampai pada penyampaian sebuah kalimat “Kerja sebagai ibadah”. Penyampaian ini tentu menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat. Di satu sisi, masyarakat setuju dengan motivasi tersebut untuk meningkatkan loyalitas karyawan di tempat dia bekerja. Di sisi lain, masyarakat yang kontra menilai bahwa kalimat tersebut sebagai bentuk doktrin dengan membawa agama sebagai senjata seperti kata-kata yang tertera “jika kinerja 5 juta tapi 10 juta, maka 5 juta akan diambil melalui sakit, dll). Menurut masyarakat yang kontra, kata-kata ini merupakan senjata untuk menenangkan karyawan untuk tidak boleh mengeluh, dianggap kurang iman jika menuntut hak.
Tentu hal ini menjadi menarik perhatian, dan kacamata sosiologis. Jika kita analisis, fenomena ini bisa kita kaji dengan salah satu teori sosiologi yaitu “Agama adalah Candu” dari Ahli sosiologi terkenal “Karl Marx”
Konsep
Karl Marx merupakan tokoh sosiologi dari Jerman. Karl Marx terkenal dengan pemikiran nya mengenai kelas sosial, konflik kelas, dan sistem kapitalisme. Selain itu, Karl Marx juga melakukan kritik-kritik terhadap eksistensi agama yang dimana bukan lagi membimbing melainkan agama sudah memberikan efek penindasan kepada masyarakat golongan miskin. Apakah ini ada keterkaitannya dengan fenomena doktrin tersebut? Teori “Agama adalah Candu” yang diprakasai oleh Karl Marx merupakan hasil pengaruh dari pemikiran Hegel dan Feuerbach. Menurut Karl Marx, agama adalah sebuah ilusi. Hal ini dikarenakan agama bukan berasal dari kebenaran, melainkan dari kebutuhan manusia yang hidup dalam penderitaan dan penindasan.
Pengaruh
Kepercayaan pada Tuhan merupakan hal yang sudah ditanamkan sejak kecil oleh masyarakat Indonesia. Agama juga sebagai suatu pendoman dalam menjalani kehidupan. Selain itu, kehadiran agama menjadi tempat pengekspresian dari penderitaan ekonomi bagi masyarakat miskin.
Karl Marx menyebut agama adalah opium (candu). Pemaknaan opium yaitu diibaratkan seperti sejenis narkotika yang menimbulkan fantasi. Fantasi agama adalah agama dijadikan harapan bahwa kebahagiaan sejati akan datang setelah mati, bukan di dunia ini. Karl Marx menentang realitas seperti itu, kenapa manusia hanya dapat merasakan kebahagiaan setelah mati?
Karl Marx melihat realitas tersebut adalah kenyataan tidak adil. Singkatnya agama yang ada di Indonesia mengajak seluruh umat untuk mengumpulkan seluruh kebahagiaan di surga dari bumi, bukan untuk bahagia di bumi. Seperti buruh yang tenaga nya telah terperas harus menunggu dan mengharapkan kebahagiaan yang tidak pernah ada dalam hidupnya, sedangkan pemilik modal yang sudah memeras tenaga buruh dapat hidup bahagia dalam semasa hidupnya.
Doktrin “Kerja adalah ibadah” seperti mengajarkan bahwa bekerja dengan niat baik juga bagian dari ibadah. Tak sedikit juga, perusahaan menggunakan ini agar karyawan tidak menuntut hak dan melanggengkan esksploitasi. Contoh : Seorang buruh dibayar rendah, disuruh kerja terus-menerus, tapi diajarkan “Sabar aja, kerja itu ibadah, pahalamu besar di akhirat” Sehingga, kalimat tersebut menjadi doktrin di karyawan untuk tidak melawan penindasan, pasrah karena akan mendapatkan pahala.
Pandangan Agama?
Mengesampingkan doktrin negatif, kritik Karl Marx terhadap agama juga dapat menjadi dasar untuk membangun agama bukan hanya sebagai tempat pelarian yang mampu membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan. Beragama tidak hanya soal hubungan pribadi dengan Tuhan, tapi juga harus diimplementasikan dalam kehidupan nyata dengan tindakan-tindakan yang berperilaku adil dan selalu menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Lalu apa yang seharusnya dilakukan?
Doktrin keagamaan seharusnya digunakan untuk mendorong keadilan sosial, memotivasi perjuangan keadilan yang menjadi bagian dari teologi pembebasan. Hal ini juga sebagai renungan bagi pemilik modal bahwa memperjuangkan keadilan sosial termasuk adil dalam pemenuhan hak karyawan adalah bentuk ibadah juga.