Menurut World Healty Orgnization (WHO) yang dimuat di Global Report on Road Safety, menjelaskan sebanyak 1,25 juta orang menjadi korban dari kecelakaan lalu lintas dan setiap tahunnya sebanyak 20-50 juta orang mengalami luka akibat kecelakaan lalu lintas, dari data WHO setidaknya kecelakaan merupakan penyumbang terbesar angka kematian ketiga setelah penyakit tuberculosis dan Jatung Koroner. (Defia Rosnalian, 2017).
Dalam konteks kota Jatinangor merupakan kota yang padat penduduknya hal ini disebabkan banyaknya perguruaan tinggi terkenal berdiri dalam kota tersebut maka tak heran kota ini dijuluki kota pendidikan, dari banyaknya perguruan tinggi yang berdiri membuat banyaknya pendatang dari pelbagai daerah untuk dapat menempuh pendidikan tinggi di Jatinangor.
Dari padatnya penduduk membuat jalur penghubung Sukabumi Bandung maupun Sukabumi Garut selalu macet akibat penuhnya pengguna kendaraan motor, mobil dan truck. Faktanya yang bisa ditemukan ialah bagaimana pedestrian kesulitan untuk menyebrang akibat jalan yang selalu tertutupi kendaraan dan laju kendaraan yang begitu cepat.
Banyaknya pengguna kendaraan tidak mematuhi aturan lalu lintas atau kondisi Anomiee membuat kerawanan akan kecelakaan terus meningkat. Dari data yang diambil penulis setidaknya ada 36419 Korban pengguna kendaraan pada tahun 2017 angka ini meningkat dibandingkan pada tahun 2015 yang berkisar 20546 korban ditingkat nasional.
Dan banyak korban di Kabupaten Sumedang yang tercatat setidaknya terdapat 68 korban kecelakaan hingga tewas dan 447 korban mengalami luka berat pada tahun 2017. (Tribun JabarNews.com, 2018).
Masalah Etika Berkendara
Penyakit yang sering diderita masyarakat Indonesia ialah kurangnya kedisiplinan dalam berkendara, Menurut Emile Durkheim masyarakat yang rasional ialah masyarakat paham aturan main dalam sistem sosial yang dimana ia kategorikan kedalam tingkatan positif, (F. Budi hadirman, 2003 :17) sistem sosial ini bisa kita pahami mengenai aturan rambu lalu lintas dan etika berkendara, masyarakat positivis akan berpikir bagaimana ia dapat bertindak rasional dengan memikirkan pentingnya peluang keselamatan dan efesiensi dalam berkendara.
Peluang keselamatan ialah bagaimana pengendara melengkapi kelengkapan atribut seperti memakai helm (UU no 22 Pasal 57 ayat 1 tentang aturan berlalu lintas) dan Pengendara yang tidak memiliki atau lupa membawa Surat Izin Mengemudi dan STNK (UU no 14 Tahun 1992) (Kartika Febrianti, 2011).
Dari contoh kelengkapan yang mesti dibawa pengendara, faktanya polisi selalu semakin sibuk dengan menilangi pengendara yang tidak membawa helm maupun Kelengkapan Surat berkendara karena jenis pelanggaran ini yang menjadi dominan dalam masyarakat Indonesia.
Selain dari melengkapi atribut kelengkapan berkendara pengemudipun harus mematuhi tata tertib berkendara seperti membawa penumpang maksamal dua orang dalam kendara beroda dua, truck yang tidak boleh membawa melebihi 100 % dari kapasitas daya tampung truck.
Aturan tersebut diberlakukan agar keselamatan dapat ditingkatkan. Apa yang dianalisa oleh Durkheim mengenai masyarakat Postivis ialah ia secara bijak bisa memahami makna aturan yang dibuat dan taat pada aturan dan sistem yang diberlakukan, disamping taat pada hukum yang belaku masyarakat mampu berfikir kritis untuk menilai sistem yang berlaku jika tidak relevan.
Walaupun ada beberapa faktor lain sebabkan tingkat kecelakaan meningkat seperti kelelahan atau mengantuk saat mengendarai motor maupun mobil, namun penyebab paling dominan adalah ugal-ugalan dijalan, atau dengan kata lain mengendarai kendaraan dengan tergesa-gesa tanpa memperdulikan pengguna jalan yang laian (Ichwan, 2001).
Pembaca dapat secara langsung melihat bagaimana banyaknya pengendara yang saling menyelip satu sama lain antara penguna motor dengan mobil, bahkan minibuspun tidak jarang kita lihat mereka menyelip tanpa melihat resiko kecelakaan yang menimpa pengendara lain. Menurut data dari Kapolres Sumedang setidaknya ada 511 kecelakaan maut yang akibat kecelakaan lalu lintas diantaranya 313 pengendara motor, 79 pengendara mobil, 114 pengendata truck dan 5 pengendara bus pada tahun 2016. (BPS Jawa Barat, 2018)
Rusaknya Ruas Jalan
Umumnya ada kerusakan jalan retak-retak (Cracking), berupa gelombang (Corrugantion), juga kerusakan berupa cekungan arah memanjang jalan jejak roda kendaraan (rutting) ada juga berupa genangan aspal dipermukaan jalan (bleeding) dan ada juga yang berlubang-lubang (puthole). Kerusakan tersebut bisa terjadi pada muka jalan yang menggunakan beton aspal sebagai lapisan permukaannaya.
Kerusakan ruas jalan aspal ini bisa di terjadi karena faktor tekanan beban roda kendaraan yang terlalu berat yang berulang seingga menimbulkan retakan dan faktor kedua ialah akibat kesalahan perencaan pembangunan.
Daya dukung tanah badan jalan sangat dipengaruhi oleh kandungan aiar yang ada dalam tanah tersebut. Jika kandungan optinum sudah terlewati maka daya dukung tanah akan menurun, apalagi jika sampai muka jalan tergenang maka kondisi saturated akan terjadi.
Pada kondisi ini kemampuan tanah mendukung beban boleh dikatakan sangat-sangat kecil. Sedangkan kendaraan kendaraan tetap akan terlewat, akibatnya permukaan jalan menjadi pecah dan amblas. Dan inilah yang menjadi proses kerusakan jalan tersebut. Oleh karena itu tidaklah heran selesai hujan banyaknya jalan yang rusak seperti lubang kecil sampai besar akibat proses drainase yang tidak sempurna.
Pembaca dapat melihat sendiri bagaimana jalan yang berlubang dapat membahayakan pengunan jalan terutama pengendara bermotor, belum lagi ketika kendaraan bermotor jatuh jatuh akibat lubang disusul dengan terlindasnya korban akibat kendaraan yang berada dibelakangnya mengendarai dengan kecepatan tinggi.
Kesimpulan
Durkheim menganalisa akan adanya suatu kondisi Anomie yang dimana masyarakat mulai tidak teratur yang menimbulkan kerawanan kecelakaan semakin tinggi akibat ketidakpahami masyarakat terhadap hakikat aturan dan ia pun menganalisa sisi lainnya yaitu masyarakat positif ialah masyarakat yang teratur dan mampu secara bijak memahami hakikat hukum yang berlaku bahkan bisa sampai pada mengkritisi kebijakan yang kurang relavan untuk ditawarkan rekomondasi yang lebih baik.
Maka penulis menekankan pentingnya memahami dulu hakikat aturan yang berlaku agar masyarakat secara sadar bisa memahami pentingnya keteraturan sosial dengan instrument aturan sebagai metode praktisnya.