Sabtu, April 20, 2024

Kenapa Sih, Penolakan Pabrik Semen Harus Ricuh

Rusdianto
Rusdianto
Jurnalis di Surat Kabar Harian Koran Kaltim

Sampai dengan hari ini, saya masih belum paham. Apa sebenarnya yang membuat, aksi penolakan terhadap rencana pembangunan pabrik semen, di Kawasan bentang Karst Sangkulirang Mangkalihat, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur selalu berujung ricuh.

Sebagai seorang pewarta, tentu saja saya memposisikan diri, se-netral mungkin. Walaupun, dalam hati kecil tak dapat dipungkiri kalau saya tegas menolak rencana pembangunan pabrik, yang didanai investor Tiongkok tersebut. Bukan apa-apa. Saya akui, saya sempat hilang respect kepada para aktivis, khususnya mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Karst (AMPK) Kaltim.

Pasalnya, seperti banyak diberitakan media massa, aksi unjukrasa yang berlangsung pertama kali pada Senin 25 Maret didepan Kantor Gubernur Kaltim Jl Gajah Mada Kota Samarinda tersebut, sedikit banyak mengecewakan para jurnalis, tak terkecuali saya. Tragedi pelemparan batu, yang sukses membuat 2 anggota Kepolisian terluka, jurnalis senior yang sempat terkena pukulan, hingga tangan saya yang juga terkena pukulan benda tumpul tak pelak membuat saya hilang empati.

Tapi tentu saya buru-buru sadar. Bukan itu pokok masalahnya. Pokok masalahnya adalah, Kaltim bisa saja kehilangan satu kekayaan alam paling penting, jika benar pabrik semen dibangun. Bentang karst yang masih perawan, dengan manuskrip lukisan tangan yang berumur ribuan tahun.

Belum lagi, ekosistem yang ada di kawasan Karst yang bisa saja diisi oleh sekumpulan satwa, atau tumbuhan endemik, langka atau bahkan yang sama sekali belum diketahui manusia bisa hilang dalam sekejap, oleh kegiatan penambangan oleh pabrik semen.

Pada aksi kedua yang berlangsung Senin 8 April, saya tidak berada di lokasi. Tapi dari layar ponsel, saya bisa menyaksikan betapa kericuhan lebih parah dari sebelumnya. Tak cuma adu dorong dan lempar batu. Sebuah situs media daring mengabarkan, busur panah ikut terlibat dalam aksi tersebut.

Bahkan, sebuah video dramatis menggambarkan Kepala Satpol PP Kaltim Gede Yusa, yang berlumuran darah karena diduga terkena lemparan batu. Aduh, saya makin tak mengerti. Kenapa sih, sampai perlu ada kericuhan. Sampai-sampai 5 mahasiswa dikabarkan harus dilarikan ke rumah sakit.

Bagi saya, cukuplah Kendeng jadi pelajaran. Perjuangan mereka harusnya bisa dilihat oleh para pemegang kekuasaan di Kaltim. Gubernur sampai Bupati Walikota, mustinya tak perlu berkeras. Yang mereka hadapi ini adalah bocah-bocah loh. Maksud saya begini. Kalau bocah-bocah itu saja tahu, ancaman bahaya dari sedikit kenikmatan yang ditawarkan pabrik semen. Masa iya, bapak-bapak yang punya gelar master-master itu tidak terbuka mata intelektualnya.

Kalau tulisan ini sampai kepada kalian, bapak Gubernur, Bupati, sudah lah pak. Tidak usah terima investasi itu. Masih banyak yang bisa kita lakukan, kalau cuma mau meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Kemudahan akses akan semen, serapan tenaga kerja, hingga mendorong perekonomian di daerah sekitar pabrik, saya rasa cuma retorika.

Masa bapak-bapak lupa, kasus Desa Mulawarman di Kutai Kartanegara. Meraka yang tinggal berjarak centimeter dari lubang tambang, bahkan bukannya sejahtera, mereka justru menderita.

Rusdianto
Rusdianto
Jurnalis di Surat Kabar Harian Koran Kaltim
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.