Rabu, Oktober 9, 2024

Kelemahan Capres Prabowo Tampil “Asal Beda”

Abraham Fanggidae
Abraham Fanggidae
Mantan Birokrat Negara, kini Pengamat Kebijakan Publik, Tinggal di Jakarta Selatan

Dalam debat calon presiden pada Sabtu, 30 Maret 2019, penonton disuguhi suasana kurang pas. Mungkin banyak orang jadi marah. Marah karena Prabowo menghina, meremehkan TNI. Mungkin marah karena orang tertawa kenapa harus dimarahi? Capres Prabowo emosi, marah-marah sebagian penonton. Mengapa? Ini kata Prabowo. “Jangan ketawa. Kenapa kalian ketawa? Pertahanan Indonesia rapuh kalian ketawa. Lucu ya? Kok lucu”.

Tapi ada respon dari politikus kubu paslon 2. Respon dengan nada membela Prabowo. Bukan politikus namanya, jika emoh bersilat lidah mempertahankan atau merespon suatu pernyataan kepada diri atau kubu mereka. Prabowo tidak marah, kok. Demikian Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Ferdinand Hutahaean.

Ia membantah Prabowo tampil emosional dalam debat capres Sabtu kemarin. Ia mengatakan Prabowo hanya ingin menujukkan rasa nasionalisme dan patriotismenya ketika ada pihak yang menertawakan kelemahan bangsa Indonesia. “Pak Prabowo bukan emosional, tapi siapa pun manusia, anak bangsa ini yang melihat orang menertawakan bangsanya lemah maka memang harus marah” (CNNIndonesia.com31/3).

Ferdinand Hutahaen Lupa ya. Hanya KPU yang berkompeten, punya hak mengeluarkan tata tertib, dan melaksanakannya dalam debat capres. Bukan pihak lain, bukan pendukung kubu  paslon 01 dan paslon 02. Bukan juga capres yang berdebat. Maka, apa alasannya Prabowo menegur audience? Justru tindakan Prabowo bak “boomerang” kembali menohok, merugikan diri Prabowo.

Publik makin sah menstigma Prabowo “tukang marah-marah”. Politikus yang membela, dinilai mencari-cari alasan pembenaran. Politikus ini sesungguhnya menafikan hak legalistik KPU. Komentar politikus ini segitu bebasnya, tapi asal bunyi. Seharusnya membaca peraturan KPU sebelum berbicara kepada publik. Bukan bebas bicara. Justru makin menyudutkan Prabowo dan kubu paslon 02.

Pendukung kubu paslon 02 patut menyadari dan memahami, rakyat menginginkan punya presiden Indonesia yang tidak marah-marah. Bangsa ini bangsa besar, 265 juta orang. Jangan sampai bangsa besar mempunyai presiden yang emosi, marah-marah kepada rakyat. Apa kata dunia? Ingat, presiden orang nomor satu paling berkuasa. Walaupun presiden bukan absolut berkuasa, bisa saja, dengan kekuasaannya, jika marahnya sedemikian memuncak, presiden bisa koq lebih dari menegur langsung di muka umum.

Marah seorang presiden bisa dalam bentuk lain, pecat, tangkap, bahkan perintah melakukan penculikan siapa pun yang dinilai bikin onar. Siapa berani melawan perintah presiden? Seandainya presiden menganggap oknum tertentu harus ditangkap, diculik dengan alasan mengganggu pemerintah, siapa berani melawan?

Prabowo marah-marah mengkhawatirkan, bahkan menakutkan. Alasannya ada koq. Prabowo punya kisah masa lampau yang kelam. Prabowo itu pernah seorang jenderal TNI dengan pangkat Letnan Jenderal. Namun Prabowo harus memasrahkan diri, mengakhiri karir militernya, bukan karena akhir masa dinas alias pensiun. Bukan pula pensiun dini atas permintaan sendiri. Prabowo mengakhiri karir militer sebab mendapat hukuman disiplin berat: pemberhentian/pemecatan dari institusi TNI.

Jenderal (Purn) Agum Gumelar, petinggi TNI pada jaman Orde Baru mengatakan hal tersebut. Prabowo terlibat kasus penculikan dan penghilangan aktivis yang kritis terhadap pemerintahan Presiden Suharto yang adalah mertua Prabowo. Institusi TNI memutuskan seperti itu, tentu punya bukti kuat. TNI memiliki dokumen terkait dengan perbuatan Prabowo dalam kasus penculikan dan penghilangan nyawa aktivis. Mosok, tanpa alasan, seorang dengan pangkat Letnan Jenderal tetiba dapat hukuman pemecatan/pemberhentian.

Namun inilah ironi berbangsa kita. Sejak puluhan tahu lalu, publik mengetahui keputusan institusi TNI terkait pemecatan Prabowo hanya melalui media massa. Publik ingin tahu, apakah benar Prabowo bersalah atau tidak bersalah melalui palu Pengadilan Militer atau Pengadilan Umum. Sayang, keingintahuan publik belum terjawab. Mungkin sampai “kucing keluar tanduk” pun keputusan pengadilan yang diinginkan publik tidak akan pernah terwujud.

Pada momentum seperti pilpres, di mana Prabowo mencapreskan diri seperti saat ini,  publik lagi-lagi disuguhi pemberitaan tentang pemecatan Prabowo. Padahal hingga kini tidak ada keputusan pengadilan yang menyatakan Prabowo terlibat penculikan dan penghilangan nyawa aktivis yang mengkritisi pemerintah Suharto. Inilah kondisi penegakkan hukum di Indonesia yang masih saja “tumpul ke atas”.

Akan tetap menjadi pertanyaan besar dari generasi ke generasi. Menyebut Prabowo terlibat penculikan, tetapi bukti kesalahan secara formal melalui institusi pengadilan belum/tidak pernah ada. Bangsa ini rugi besar, bahkan tidak jujur bercerita tentang sejarah bangsanya sendiri. Penulisan sejarah perjalanan Indonesia dari era Orde Baru ke era peralihan, yakni era reformasi menjadi kurang lengkap, kurang obyektif. Padahal generasi penerus seyogyanya mengetahui sejarah perjalanan Republik Indonesia melalui tulisan serta literatur sejarah yang ditampilkan/dipublikasikan secara ilmiah, berlandaskan informasi serta data obyektif, jujur, transparan.

Aktualisasi Diri yang Benar

Aktualisasi diri seseorang perlu, bahkan harus, agar orang lain tahu lebih dekat, siapa sih dia itu? Orang yang mengaktualisasi diri mengamati suatu obyek atau orang disekitarnya dengan obyektif. Orang mengaktualisasikan diri berarti menganalisis hidup ini secara jernih, apa adanya, bukan menurut keinginan sendiri. Mengaktualisasi diri itu berarti tidak emosional, tapi obyektif terhadap hasil pengamatan. Persepsi orang yang mengaktualisasi diri pun harus tajam. Maka, orang yang mengaktualisasi diri biasanya tegas, bahkan lebih tegas, tapi dengan pengertian yang juga jelas tentang benar dan salah.

Bagaimana dengan pengaktualisasi diri capre Prabowo Subianto terhadap kondisi TNI dalam pertahanan negara jaman “now”? Dalam debat, capres Prabowo menilai TNI, secara tidak obyektif. Prabowo menilai TNI lemah, rapuh. Pandangan Prabowo ini mendapat banyak tanggapan hingga tertawaan.

Pernyataan Prabowo dinilai emosional, analisisnya kurang jernih, kurang obyektif. Lha, pemerintah mengatakan TNI adalah militer terkuat untuk kawasan Asean. Kita lebih percaya donk pada keterangan pemerintah. Kita bangga dengan kondisi TNI. TNI pun tidak terima jika Prabowo mengatakan TNI lemah, rapuh.

Bagi kita, analisis Prabowo yang tidak jernih, adalah sinyal bahwa pandangan Prabowo hanya “asal beda” (waton suloyo) dengan pemerintah, terutama capres Jokowi, sang petahana. Pandangan “asal beda” boleh-boleh saja, tapi sebaiknya berdasar data sahih.

Untuk memperoleh data sahih tentang TNI saat ini apa sulitnya? Data terkait penganggaran TNI silahkan mendatangi Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Kementerian Pertahanan. Semua data lengkap tersedia di sana.

Sindiran JK terhadap Prabowo

Karena Prabowo omong “asal beda” maka kata Jusuf Kalla (JK), ada persepsi berbeda yang timbul saat orang tertawa kemudian dimarahi. “Kalau Anda ketawa langsung dimarahi itu berbeda,” sindir JK. Justru itu maka benar yang dikatakan JK. Bangsa Indonesia masih membutuhkan Jokowi sebagai presiden, demikian Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Pintu Istana Negara tertutup bagi pemarah, yang berkeluh-kesah, dan asal “tampil beda.

Abraham Fanggidae
Abraham Fanggidae
Mantan Birokrat Negara, kini Pengamat Kebijakan Publik, Tinggal di Jakarta Selatan
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.