Sabtu, April 27, 2024

Kebijakan Global Tiongkok, Upaya Menghadapi Krisis Energi

Wahyu Pratama Nur Anggara
Wahyu Pratama Nur Anggara
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Airlangga, Penerima Manfaat Beasiswa Aktivis Nusantara

Tiongkok merupakan salah satu negara yang tergolong dalam hal boros untuk konsumsi energi. Sebagai negara industri tentu terdapat pertimbangan dan akan menjadi masalah apabila kebutuhan energi tidak dapat terpenuhi.

Keterpenuhan energi Tiongkok inilah yang kemudian juga menjadi landasan dalam melakukan berbagai ancang-ancang guna memastikan keamanan energinya tersebut. Kondisi tersebut dapat ditelaah melalui dibentuknya national energy leading group yang dibentuk oleh Tiongkok.

Selain itu, pihak pemerintah juga semakin gencar dalam pengembangan sejumlah kebijakan sekaligus strategi energi nasional. Tidak hanya itu, terdapat pula sejumlah program, seperti halnya konservasi energi, keamanan energi, hingga respon darurat dan kerjasama dengan pihak-pihak lain (Wesley, 2007).

Adapun sejumlah kebijakan energi yang diberlakukan oleh Tiongkok ini dapat ditelaah melalui dua perspektif. Pertama, adanya ancaman merupakan sebab dan alasan mengapa lantas Tiongkok mejadi pihak yang kemudian eksis dalam hal memenuhi kebutuhan energinya.

Hal ini tentu tidak terlepas dari sejumlah negara-negara yng kemudian berlomba-lomba untuk turut serta sekalipun dengan sejumlah cara yang ditempuh guna mecapai tujuannya atas kelangkaan sumber daya alam.

Lebih lanjut, kondisi ini tentu menjadi dilema diakibatkan bahwa dapat terjadinya konflik antara negara satu dengan negara lainnya. Kedua, dinamika pasar yang semakin terintegrasi menjadikan peluag bagi Tiongkok guna terlibat dalam institusi-institusi global dibandingkan hanya bersaing terhadap Amerika Serikat saja (Wesley, 2007).

Tercatat bahwa setiap tahunnya Tiongkok setidaknya menggunakan hamper dua kali lipat dari 2,9 juta barel per hari menjadi 7 juta per hari. Bahkan hingga tahun 2015 kebutuhan atas keterpenuhan energi oleh Tiongkok semakin meningkat drastic.

Merujuk pada sejumlah data tersebut, para ahli dan pakar di Tiongkok lantas memastikan bahwa kebutuhan energi domestik haruslah dapat terpenuhi yang mana tidak terlepas dari dinamika pasar global.

Adanya kebijakan energi Tiongkok juga turut serta dalam kaitannya pencarian sumber minyak bumi dan gas yang tersebar di dunia (Wesley, 2007). Meskipun demikian, hal ini menurut penulis lebih kepada akan kekhawatiran dari dorongan politik, bukanlah karena ancaman menipisnya pasokan energi.

Terdapat faktor lain yang juga kemudian menjadi sebab keterpenuhan dari kebutuhan energi Tiongkok. Hal ini lantas tercermin melalui banyaknya permintaan minyak di level internasional.

Terdapat pula ekplorasi yang dilakukan oleh pihak Tiongkok guna mencari aset minyak dan gas untuk kebutuhan energi domestik yang menjadi alasan meningkatnya persaingan dalam hal energi.

Hal ini merefleksikan bahwa bukan tidak mungkin adanya persaingan dalam hal energi menjadi dampak dari kompetisi antaregara yang kemudian berujung pada tendensi negara-negara yang bersangkutan (Wesley, 2007). Konflik tentu dapat menjadi dampak atas sebab atas kebutuhan persaingan energi antarnegara. Setiap negara lantas mengorbankan segala cara demi tercapainya sejumlah kepentingan yang menjadi tujuannya tersebut.

Apabla ditelaah secara rekam jejaknya, Tiongkok telah menghadapi permasalahan energi sejak tahun 1980. Maka sudah semestinya permasalahan mengenai energi telah menjadi perhatian khusus bagi Tiongkok.

Kesadaran ini muncul mengingat sejumlah bahaya yang mengintai Tiongkok dalam hal kebutuhan akan energi dan tentunya stabilitas ekonomi yang mereka miliki (Wesley, 2007).

Oleh karena itu, semakin minimnya pasokan energi yang menjadi kebutuhan dari Tiongkok, maka bukan tidak mugkin bahwasanya ancaman sebenarnya dapat dialami oleh Tiongkok. Kondisi ini juga ditunjang dengan perhatian Tiongkok yang semakin fokus pada pertumbhan ekonomi yang semakin masif.

Secara tidak langsung hal ini menunjukan bahwa kebutuhan akan energi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang baik oleh Tiongkok. Ada empat aspek yang kemudian menjadi acuan untuk mengetahu pola pertumbuhan energi dari Tiongkok.

Pertama, pola akselerasi yang dialami soal pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat ini memperlihatkan bahwa terdapat indikator yang semakin baik.

Kedua, industrialisasi yang semakin besar dan mengalami peningkatan secara terus-menerus. Kondisi ini juga ditambah dengan posisi Tiongkok yang turut serta sebagai pihak yang besar dalam hal konsumsi energi batu bara.

Ketiga, cepatnya urbanisasi dengan laju 40% turut berdampak pada konsumsi energi di kota sebesar 3,5 kali lebih tinggi dibandingkan daerah pedesaan. Keempat, pertumbuhan ekspor yang begitu cepat dialami oleh Tiongkok ini tidak bisa terlepas dari status Tiongkok sebagai world factory dengan hampir sebagian barang yang diproduksi tersebar di seluruh negara (Wesley, 2007).

Tiongkok perlu mewaspadai kebutuhan energi yang semakin meningkat dengan dengan ketersediaan yang semakin berkurang. Perlunya suatu kebijakan yang tepat guna menanggulangi berbagai persoalan energi yang dihadapi oleh Tiongkok. Setidaknya Tiongkok mengalami tiga kendala krisis yang mana meliputi sektor listrik, batu bara, dan minyak.

Di sejumlah daerah di Tiongkok sempat mengalami kekurangan daya yang begitu besar. Adanya keterbatasan sumber energi listrik ini pula yang kemudian dapat memicu langkanya batu bara.

Batu bara sendiri berkontribusi hingga lebih dari setengah kebutuhan listrik di Tiongkok. Sementara itu, sektor minyak sendiri diperuntukan untuk menggantikan posisi batu bara (Wesley, 2007). Merujuk pada penjelasan tiga hal ini, dapat ditelaah bahwa Tiongkok sangat bergantung dengan tingginya konsumsi energi tiga hal tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Tingkok memiliki ketergantungan terhadap kebutuhan energi. Hal ini didasari oleh Tiongkok sebagai negara industri yang tentunya membutuhkan banyak konsumsi energi.

Lebih lanjut, Tiongkok juga memiliki krisis energi yang melanda, oleh karena itu perlunya upaya solutif guna mengatasi permasalahan ini. Merujuk pada uraian yang telah disampaikan sebelumnya, dalam hal ini Tiongkok masih pihak yang berpengaruh dalam dinamika internasonal.

Maka dari itu, apapun yang kemudian menjadi sikap daripada Tiongkok, alhasil dijadikan representasi dan acuan yang mengindikasikan adanya kepentingan sekaligus dampak masif atas kebijakan yang diambil tersebut.

Selain itu, dalam pembahasan mengenai permasalahan pada bahan ini juga belum tersampaikan secara jelas mengenai periodisasi krisis energi di Tiongkok. Bagi penulis, urgensi mengenai periodisasi tentu akan dapat memudahkan arah kebijakan Tiongkok.

Wahyu Pratama Nur Anggara
Wahyu Pratama Nur Anggara
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Airlangga, Penerima Manfaat Beasiswa Aktivis Nusantara
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.