Sabtu, April 20, 2024

Kebebasan Hak-Hak Sipil di Amerika Serikat

Salma Syakira Widodo
Salma Syakira Widodo
Mahasiswi Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia 2016

Berdasarkan buku The Challenge of Democracy pada bab Order and Civil Liberties, Janda, Berry, dan Goldman membicarakan mengenai konstitusi yang berisikan mengenai hak-hak kebebasan yang dimiliki oleh rakyat.

Pemerintah selaku institusi yang memiliki kekuasaan paling tinggi, memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak-hak warga negaranya. Bagian dari konstitusi yang berisikan mengenai hak-hak warga negara disebut juga sebagai Bill of Rights sebagai suatu jaminan untuk melindungi hak-hak sipil.

Namun, Bill of Rights ini hanya berlaku pada tingkat nasional, bukan pada tingkat negara bagian. Hak-hak kebebasan tersebut meliputi kebebasan beragama, kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan kebebasan untuk memiliki senajata. Namun, dengan adanya tuntutan atas jaminan hak-hak sipil tersebut, negara memiliki tantangan untuk menyesuaikan antara kebebasan dan ketertiban.

Dalam hal kebebasan beragama, setiap warga negara dijamin kebebasannya untuk beragama dan memiliki kepercayaan atau tidak sama sekali. Negara dituntut untuk memiliki sikap netral terhadap orang-orang yang memeluk agama ataupun tidak. Setiap warga negara juga diharapkan memiliki sikap yang sama kepada seluruh warga negara, baik yang memeluk agama yang sama maupun tidak.

Dalam pasal yang mengatur tentang kebebasan beragama, setiap pemeluk agama diberikan kebebasan untuk berekspresi sesuai dengan ajaran agama-nya dan menjalankan kegiatan-kegiatan keagamaan. Tetapi, dengan adanya jaminan untuk memeluk agama ini tidak berarti bahwa tindakan kekerasan atau ekstrim yang dilakukan atas nama agama menjadi diperbolehkan di Amerika Serikat. Tindakan apapun yang menyebabkan konflik dan kekacauan akan dianggap melanggar pasal mengenai konflik.

Dalam mengatur kebebasan berekspresi, negara harus menjamin hak-hak dan kebebasan warga negaranya untuk menyampaikan pendapat, untuk berekspresi, untuk berkumpul, dan untuk memberikan petisi kepada pemerintah. Warga negara diberikan kebebasan pula dalam menggunakan symbol dan hal-hal lainnya.

Dalam menanggapi kebebasan berekspresi ini, Mahkamah Agung memiliki dua pendekatan, yang pertama adalah pemerintah memiliki hak untuk meregulasi atau memberikan hukuman terhadap gagsaan-gagasan yang akan menimbulkan permasalahan hukum, dan yang kedua pemerintah dapat memberlakukan larangan dalam hal mengomunikasikan gagasan, larangan yang secara tidak langsung dapat melemahkan makna kebebasan berkekspresi itu sendiri.

Namun, dalam kebebasan berpendapat dan berkspresi ini benar-benar dibutuhkan sebuah parameter yang jelas untuk mengetahui tindakan yang sudah melampaui batas, seperti penggunaan kata-kata kasar dan konten pers yang tidak sesuai dengan standar sensor. Selain itu, rakyat juga diberikan jaminan kebebasan untuk mengkritik pemerintah—seperti memberikan petisi kepada pemerintah. Dalam hal tersebut, pemerintah tidak boleh menolak adanya pertemuan politik dan melabeli orang-orang yang mengadakan pertemuan tersebut sebagai criminal.

Jaminan lain yang teradpat pada Bill of Rights adalah hak untuk memiliki senjata. Dalam tuntutan hak ini, jaminan untuk menyediakan adanya kebijakan untuk mengontrol senjata untuk menghindari adanya konflik-konflik yang dapat ditimbulkan oleh permasalahan ini. Di sisi lain, penggunaan senjata memiliki tujuan untuk memberikan hak kepada individu untuk melindungi dirinya sendiri.

Namun, berbagai konflik terjadi akibat adanya kebebasan bersenjata ini, regulasi yang dirancang oleh Mahkamah Agung mengenai permasalahan ini masih membutuhkan pertimbangan dan tindakan lebih lanjut. Hal tersebut dikarenakan Mahkamah Agung masih memiliki tantangan untuk menentukan keadaan atau situasi yang mengizinkan untuk menggunakan senjata.

Jaminan kebebasan yang diberikan oleh pemerintah ini mengalami perluasan dalam tuntutan masyarakatnya, seperti adanya tuntutan untuk hak pribadi yang meliputi memperbolehkan seorang perempuan untuk melakukan aborsi dan jaminan atas orientasi seksual. Tuntutan tersebut masih memiliki beberapa konflik di dalamnya yang berhubungan dengan ketertiban di masyarakat itu sendiri.

Selain itu, hubungan antara tuntutan-tuntutan tersebut juga memiliki pertentangan dengan beberapa budaya-budaya yang ada di sana. Tidak hanya itu, permasalahan mengenai jaminan-jaminan kebebasan ini dianggap dapat menjadi permasalahan politik.

Dapat disimpulkan bahwa negara memiliki peranan yang sangat penting dalam menjamin hak-hak warga negaranya, terutama mengenai hak-hak dasar yang harus dimiliki; seperti hak untuk beragama dan hak untuk kebebasan berpendapat. Namun, kebebasan itu sendiri dapat menimbulkan adanya konflik ketertiban yang ada di masyarakat.

Maka, disitulah titik tantangan antara menyeimbangkan kebebasan dengan keteraturan. Kebebasan yang terlalu luas dapat menciptakan adanya konflik karena dapat melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan, namun apabila kebebasan diberikan batasan maka akan sulit untuk dinamakan sebagai kebebasan.

Tulisan ini memuat mengenai berbagai amandemen yang pernah terjadi dalam Mahkamah Agung dalam permasalahan Bill of Rights dan beberapa permasalahan yang mungkin akan disebabkan. Namun, tulisan ini tidak memuat mengenai bagaimana seharusnya pemerintah dapat menyeimbangkan antara kebebasan dan ketertiban itu sendiri, sehingga tulisan ini seperti hanya menjabarkan konflik saja. Bagaimanapun juga, Mahkamah Agung memiliki otoritas yang sangat tinggi untuk menjamin kedua hal tersebut, terutama dalam negara yang memiliki system negara demokrasi.

Salma Syakira Widodo
Salma Syakira Widodo
Mahasiswi Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia 2016
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.