Pernikahan adalah ibadah terpanjang dan dianjurkan dalam Islam, pernikahan bukan hanya sekedar hubungan fisik atau administratif, tetapi juga mencakup aspek spiritual dan emosional serta memiliki tujuan luhur yaitu membangun keluarga yang bahagia dengan landasan keimanan seperti yang tercantum dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa “perkawinan ialah ikatan lahir batin, antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Perintah untuk menikah juga telah Allah sampaikan dalam firman-Nya:
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S. An-Nur: 32).
Pernikahan tidak akan sah tanpa adanya bacaan pada akad nikah yaitu ijab dan qabul yang merupakan salah satu rukun dalam pernikahan dan harus terpenuhi sebelum kedua mempelai sah menjadi suami istri. Ijab qabul adalah pernyataan serah terima mempelai perempuan dari wali kepada mempelai laki-laki dengan kalimat yang sesuai ketentuan dan dipahami oleh para saksi nikah.
Di zaman sekarang sering di dapati pernikahan yang ijab qabulnya menggunakan bahasa yang berbeda dan sering kali saksi tidak memahami bahasa yang di gunakan dalam akad tersebut. Maka timbul pertanyaan mengenai masalah perbedaan bahasa dalam ijab qabul. Apakah pernikahan tetap sah jika saksi tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam ijab qabul?
Saksi nikah memiliki peran penting dalam keabsahan pernikahan, saksi nikah di haruskan mampu untuk mendengar dan mengerti isi dari ijab qabul sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu bahwa menurut mayoritas ulama fiqih saksi harus mendengar dan memahami maksud dari perkataan para pihak yang mengadakan akad sebab tujuan dari adanya saksi adalah untuk mencegah dan menghindari masalah yang timbul dari masyarakat setelah menikah atas tuduhan hubungan diluar pernikahan. Maka tidak sah kesaksian orang yang tidur atau tuli karena tidak tercapainya tujuan kesaksian dari mereka.
Imam Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat bahwa akad nikah tidak sah jika saksi tidak memahami bahasa ijab qabul karena syarat sah saksi sebagaimana yang ada dalam kitab Raudhah At-Thalibin karya Imam Nawawi adalah mampu mendengar dan memahami lafaz akad agar dapat memberikan kesaksian yang sah, maka tidak cukup jika saksi hanya mendengar dan tidak memahami bahasa yang digunakan dalam akad.
Dari penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa saksi harus mengerti dan memahami isi dari ijab qabul dikarenakan tanggung jawab dari tujuan saksi dapat terpenuhi apabila saksi jelas memahami isi dari ijab qabul tersebut.
Di samping itu, Imam Hanafi berpendapat bahwa pernikahan tetap sah meskipun saksi tidak memahami bahasa ijab qabul, selama mereka mengetahui bahwa akad yang di lakukan adalah akad nikah.
Dalam kitab Fathul Mu’in karangan Syekh Zainuddin Al-Malibari mengatakan bahwa ketidaktahuan saksi atas ijab qabul tidak sampai mempengaruhi keabsahan akad nikah asalkan mereka tahu bahwa kata-kata yang di keluarkan adalah untuk pernikahan.
Syekh Islam Zakariya Al-Anshari dalam kitabnya Al-Ghurar Al-Bahiyyah juga menjelaskan bahwa akad nikah tetap dihukumi sah menggunakan bahasa apapun, meskipun saksi tidak mengetahui bahasa yang di gunakan dalam akad tersebut asal mereka memahami bahwa kalimat yang di ucapkan itu bertujuan untuk pernikahan.
Dari banyaknya pendapat para ulama, menurut penulis sendiri sebaiknya kita lebih bijak untuk memilih saksi dalam pernikahan agar proses akad nikah tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa adanya keraguan atau lebih baik kita menggunakan bahasa yang lumrah di wilayah tersebut sehingga mudah dipahami oleh para saksi atau boleh kita menghadirkan penerjemah yang adil dan terpercaya jika ijab qabul tetap dilakukan dengan bahasa yang asing bagi para saksi sebagaimana yang tertera dalam kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah. Wallahu a’lam bisshawab.