Rabu, April 24, 2024

Kapitalisme dalam Perspektif Buruk, Generasi Z Harus Paham!

Irfan Suparman
Irfan Suparman
Seorang pemikir yang menyukai seni, politik, hukum, kajian sains dan kajian sosial

Kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang menjadikan modal sebagai penggerak utama perekonomian yang akan menciptakan segala macam kebijakan dalam sebuah negara. Menurut Adam Smith, kapitalisme adalah sistem ekonomi bercirikan kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi, distribusi dan pemanfaatan guna mendapatkan sebuah laba/keuntungan dalam kondisi yang kompetitif. Kapitalisme dalam pandangan ini, melihat alat produksi sebagai sebuah modal utama dalam upaya untuk mendapatkan keuntungan.

Pada zaman ini, dimana teknologi dan internet menguasai. Kita telah memasuki babak baru dalam sebuah revolusi industri, yaitu revolusi industri 4.0. Dimana internet bisa masuk ke sebuah benda elktronik dan inilah yang dimaksud dari Internet of Things (IoT).

Sehubungan dengan revolusi industri, maka kapitalnya adalah bagaimana memanfaatkan teknologi dan internet untuk menciptakan laba yang lebih banyak lagi. Contoh perusahaan yang memanfaatkan teknologi dan internet diantaranya adalah GoTo, Lazada, Google, Facebook, dan lain-lainnya yang memanfaatkan teknologi dan internet.

Generasi Z lahir dengan hegemoni internet dan teknologi yang sudah canggih dan mapan, oleh karena itu generasi Z sudah sewajarnya mengetahui apa yang menjadi latar belakang internet dan teknologi masuk ke mereka sejak kecil. Kapitalisme lah jawabannya. Berkat kapitalisme semuanya bebas merasakan kecanggihan dan kemajuan dari teknologi dan internet. Generasi Z juga perlu tahu nih, kalau dampak dari kapitalisme itu juga berdampak buruk bagi lingkungan dan kondisi sosial yang terjadi saat ini.

Seperti yang dikutip dari Kompas.com, Seorang siswi kelas 1 SMP asal Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, dikabarkan meninggal dunia setelah mengalami gangguan saraf akibat kecanduan game online. Kejadian tersebut merupakan salah satu fenomena buruk yang tidak mendapatkan perhatian khusus dari orang tua. Orang tua tidak mengetahui secara pasti dampak buruk teknologi dan internet atas kesehatan mental seorang anak. Untuk memahami kesehatan mental saja masih dianggap tabu, apalagi memahami dampak buruk pemberian smartphone kepada anak.

Di atas merupakan dampak yang paling dekat dengan kita akibat teknologi dan internet menjadi modal. Tidak bisa menyalahkan sebuah sistem ekonomi kapitalisme yang pada kenyataannya sistem ini bagian dari realitas inter subjektif. Realitas inter subjektif dipahami sebagai realitas yang kita ciptakan di kepala kita.

Kapitalisme sendiri diagung-agungkan membawa kebahagiaan yang menuntut kita menjadi kaum konsumtif yang munafik. Dampak dari terlalu sering mengkonsumsi barang-barang apalagi FMGC, sampahnya akan menumpuk dan menjadi tanggung jawab bersama. FMCG merupakan singkatan dari Fast-Moving Consumer Goods yang kebanyakan menggunakan plastik sebagai medium pengemasan produk. Kita tidak menutup mata atas gunung sampah yang terjadi di Bantar Gebang, Indonesia.

Generasi Z mulailah menyadari dampak dari kapitalisme dan revolusi industri 4.0 menciptakan malapetaka besar kalau terus-terusan dibiarkan tanpa membendung arus ini. Janganlah terjebak oleh realitas dan menjadi orang yang apatis serta tidak mau kembali menjadi makhluk yang memperhatikan alam.

Sejatinya kita semua adalah makhluk alami. Kasus kebakaran hutan yang melanda sebagian wilayah Indonesia menjadi pengingat bahwa negeri ini dipimpin oleh orang-orang serakah dan ekonomi kita diatur oleh orang-orang yang tidak peduli dengan lingkungan. Kebodohan kita hanya satu, mewajarkan itu untuk tetap terjadi padahal kita menanggung beban dan ancaman yang kita rasakan.

Budaya nongkrong ala generasi Z yang sering kita temui di Kafe-kafe hits di masing-masing kota di Indonesia. Sebut saja di Jakarta. Ada berapa banyak jumlah kafe yang mengizinkan pelanggannya untuk merokok, pasti hampir rata-rata mengizinkan. Puntung rokok adalah sampah kecil yang sulit terurai, yang selalu dibuang sembarangan. Ratusan kafe di Jakarta menghasilkan lebih dari seratus puntung rokok.

Misal, ada 200 Kafe di Jakarta, masing-masing kafe itu menghasilkan 100 puntung rokok seharinya. 200 x 100 maka hasilnya 20.000 puntung rokok dihasilkan di Jakarta, hanya dari kafe-kafe. Sementara itu, tembakau menjadi komoditas utama dalam menghasilkan rokok. Perusahaan rokok yang bertanggung jawab atas puntung-puntung rokok yang sembarangan yang mereka distribusikan.

Proyeksi kegagalan dari kapitalisme menciptakan kesejahteraan umat manusia adalah dengan melihat krisis pangan di Afrika dan perang yang masih terus berkecamuk di Timur Tengah. Percobaan damai masih kerap dilakukan namun tersangkut oleh kepentingan politik internasional negara adidaya seperti Amerika Serikat. Generasi Z harus memahami bahwa peristiwa 9/11 bukanlah peristiwa yang biasa-biasa saja dan dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Amerika saja. Tapi lebih dari itu, 9/111 telah menciptakan teroris yang bernama negara.

Sampai detik ini kita terjebak anatara pilihan idealis atau realistis. Kebanyakan orang cenderung memilih yang realistis. Realistis itu kembali mewajarkan semua dampak buruk dari modernisme, kapitalisme dan globalisme. Mewajarkan semua itu tapi tetap mengkritisi semua ini dan menyalahkan sesama masyarakat.

Realistis juga artinya butuh duit untuk makan. Hidup menjadi idealis tidak menghasilkan makan. Memang kecerdasan manusia adalah bagaimana manusia itu bisa atau mampu bertahan hidup. Tapi realistis yang sebenarnya adalah bagaimana melihat kenyataan sebagaimana adanya.

Ada kenyataan yang objektif, subjektif dan inter subjektif. Kenyataan yang kita pahami adalah meyakini inter subjektif, dalam hal ini memahami kapitalisme dan membiarkan kita ditindas oleh kebengisan orang-orang rakus dan berusaha menjadi orang rakus dengan metode yang baik dan bermoral. Pesta lelucon bodoh ini segera diakhiri semestinya. Kapital tetap kapital, pola pikirlah yang jadi bencana.

Kapitalisme biarlah tetap menjadi sistem ekonomi dan biarkan semua ini menjadi persoalan bersama, para orang tua sudah tua. Mari kita memikirkan bagaimana membendung puncak gejolak dari berhala teknologi dan internet dalam satu wadah ekonomi kapitalistik. Sehingga membentuk suatu masyarakat yang sadar atas hidupnya bergantung pada usahanya sendiri dalam menjaga lingkungan dan alam semesta.

Irfan Suparman
Irfan Suparman
Seorang pemikir yang menyukai seni, politik, hukum, kajian sains dan kajian sosial
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.