“Hamka bersamaan dengan gubahannya tentang Van der Wijck telah membawa kita kepada pengimajinasian yang megah, dan memang pada kenyataannya Van der Wijck sampai saat ini masih menyimpan nilai yang sama dan masih dapat kita manfaatkan kemegahannya” (Sumber: Cuplikan Adegan dari Film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”)
Setelah karam dan mengilhami Hamka untuk menulis sebuah novel yang melegenda yang bertajuk “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck”, selama hampir 85 tahun lamanya akhirnya ada gebrakan dari para arkeolog mengenai keberadaan dari Kapal Van der Wijck.
Tak ayalnya romansa Hayati dan Zainudin yang kekekalan cintanya dipisahkan oleh adat istiadat, Van der Wijck pada kenyataannya juga harus merelakan nama besarnya sebagai kapal komersil yang terbilang mewah pada zaman tersebut untuk ikut terpisahkan dengan daratan karena pada 22 Oktober 1936, Van der Wijck bersamaan dengan 100 penumpang yang turut berada di dalamnya harus karam di perairan Lamongan, Jawa Timur sebelum bisa menuntaskan perjalanan awalnya, yaitu dari Surabaya menuju Semarang.
Menurut BPCB Jawa Timur, bangkai kapal yang diduga sebagai Van der Wijck ini ditemukan di kedalaman 55 meter di bawah permukaan laut, dengan kondisi lambung kapal miring dan cerobong asap yang menghadap ke barat laut, dikatakan sebab musabab kapal tersebut hingga bisa karam di lepas Pantai Lamongan, dikutip dari surat kabar sezaman yang terbit di Australia, Queenslander, kapal tersebut miring secara tiba-tiba ketika berada sejauh 54 km dari Kota Surabaya pada pukul 21.00 malam.
Proses evakuasi korban pun dikatakan menurut keterangan warga setempat menggunakan bantuan para nelayan, angkatan laut Belanda, dan para warga setempat.
Tampak samping Kapal Van der Wijck ketika masih beroperasi.
Sumber: Buku The Decay of the s.s. “Van der Wijck”
Kini para arkeolog memiliki tantangan dalam menyelamatkan bangkai kapal yang diduga sebagai Van der Wijck tersebut, sebab permukaan kapal sudah mulai ditutupi oleh sedimentasi tanah bawah laut dan tantangan arus laut Jawa yang tidak menentu. Beberapa bulan kedepan menjadi kunci bagi perkembangan ekskavasi bawah laut yang tengah dilakukan oleh BPCB Jawa Timur untuk bisa mengangkat sisa-sisa tinggalan yang nantinya akan sangat berguna baik untuk dunia akademisi ataupun dunia pariwisata.
Berbicara mengenai pariwisata, daya tarik dari Van der Wijck merupakan suatu hal yang bisa dikatakan ‘magis’. Popularitas novel dan film “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” menjadi tonggak utama dalam memasarkan daerah Kabupaten Lamongan, dengan adanya temuan “Titanic-nya Indonesia” ini tentunya bisa secara berkala meningkatkan pemasukan daerah dalam sektor pariwisata. Pembangunan museum adalah awal yang baik dalam hal mengkonservasi dan ‘menjual’ sisa-sisa dari Van der Wijck, selanjutnya wisata snorkeling dan souvenir bisa melakukan sisanya dalam menghidupkan sisi entertainment dari Pantai Brondong dan wilayah disekitarnya.
Gedung Museum Titanic Belfast di Irlandia.
Sumber: Nico Kaiser, Creative Commons.
Pada tahun 2015 silam, Irlandia telah membuka museum yang bertemakan kapal Titanic. Hal ini dapat menjadi contoh riil dan patokan kita dalam hal memanfaatkan pamor Kapal Van der Wijck. Museum yang bernama Titanic Belfast ini setiap tahunnya mendatangkan turis dalam jumlah yang besar bagi Kota Belfast, Irlandia. Tentunya dengan berkiblat kepada museum yang telah kita bicarakan diatas, pembangunan Museum Kapal Van der Wijck bisa menjadi opsi yang menjanjikan dalam upaya mengembangkan sektor pariwisata berbasis temuan arkeologi bawah laut.
Untuk mewujudkan visi tersebut, dalam waktu dekat para arkeolog akan melakukan ekskavasi dan survei bawah laut menggunakan sonar untuk menentukan perletakan secara pasti dan melakukan pemotretan badan kapal untuk nantinya akan dikomparasikan dengan foto asli dari Kapal Van der Wijck sebagai upaya untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal para arkeolog. Kedepannya kita hanya bisa berharap agar temuan-temuan tersebut bisa menjadi tonggak awal dalam menjadikan kawasan Pantai Brondong, Lamongan sebagai ikon wisata arkeologi maritim di Indonesia.
Eksotisme Van Der Wijck tentunya juga dapat menjadikan pandangan masyarakat terhadap tinggalan sejarah yang secara khusus dalam hal ini adalah dari masa kolonial bisa terekspos serta mendapatkan sorotan yang sudah sepantasnya didapatkan sedari dulu.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita melanggengkan upaya Hamka untuk bukan hanya mengisahkan cerita lampau yang tertinggal di relung dasar laut lepas pantai Lamongan tersebut, tetapi juga menuliskan kisah baru di atas reruntuhan kemegahan Van Der Wijck serta memberikannya sekali lagi kesempatan untuk bisa “memberangkatkan” warga-warga sekitar Pantai Brondong, Lamongan menuju taraf hidup yang lebih tinggi lagi melalui pemberdayaan SDM serta pemanfaatan di sektor pariwisata dan penjualan merchandise yang dibuat langsung oleh para sang empunya daerah.
Daftar Referensi
Hamka, B. (1938). Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Bulan Bintang.
Priyambodo, U. (2021, Oktober 27). ‘Ditemukannya’ Kapal Van der Wijck yang Hilang Selama 85 Tahun. nationalgeographic.grid.id. https://nationalgeographic.grid.id/read/132954535/ditemukannya-kapal-van-der-wijck-yang-hilang-selama-85-tahun?page=all
Titanic Belfast Museum. (n.d.). LEARNING AT TITANIC BELFAST. titanicbelfast. www.titanicbelfast.com