Kampus merupakan tempat dimana kita berproses untuk mencari jati diri, belajar dan berjuang serta menjadi tempat berinteraksinya para generasi muda. Sebagai miniatur kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara tentunya tidak terlepas dari peran orang-orang yang ada didalamnya untuk mendidik dan mencerdaskan, sehinga kelak menghasilkan generasi muda yang mumpuni, kompeten dan kreatif yang mampu memberikan manfaat bagi kepentingan kedaerahan, keummatan dan kebangsaan
Banyak cerita dan peristiwa yang mengkisahkan kemajuan dan peradaban suatu bangsa, bermula dari tempat seperti ini, maka menyemai ide dan pemikiran dalam kampus ialah mutlak diperlukan sebagai bagian dari ihtiar untuk membangun jalan, Jalan menuju kemajuan dan peradaban suatu Bangsa. Keberadaban yang didasarkan atas penghormatan yang setinggi-tinginya pada kemanusian, kebenaran dan keadilan
Namun fakta berkata lain, sebagian kampus kini tidak seideal yang kita harapkan, seperti anggapan kita selama ini. Tradisi intelektual yang dipratekkan di tengah-tengah kampus, kian hilang makna, Kampus kini tak ubahnya seperti taman kanak-kanak, mahasiswanya dikondisikan, dibentuk layaknya robot yang tidak punya perspektif kerakyatan dan berpihak pada Rakyat.Mahasiwanya hanya dipersiapkan untuk mengabdi, menghamba dan setia pada para pemodal asing maupun dalam negeri, kapitalisme dan pihak neolib untuk dijadikan alat, yang sewaktu-waktu dipermainkan sesuai selera para pemodal yang cenderung tidak manusiawi. Daya kritis dan nalar kreatifitasnya dibungkam atas nama agenda akademik dan iming-iming cepat lulus dengan IPK baik dan tinggi atau biasa dikenal luas (CUMLAUDE). Mahasiswannya pun kini sangat patuh dan taat terhadap kampus yang tak berpihak pada mereka, hilang ingatannya dan disibukkan dengan tugas-tugas akademik yang menumpuk hingga lupa dengan realitas sosial disekelilingnya.
Inikah wajah kampus-kampus di negeriku, yang konon katanya, menjadi tumpuan harapan rakyat dan benteng terakhir perjuangan dan perlawanan rakyat Indonesia. Kita mungkin tidak terpikirkan ketika, Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Sjahrir dan Gie serta beberapa toko lainya, sedang memikirkan masa depan bangsa ini, tak jarang pula bermula dari tempat seperti ini, meskipun ada juga yang memikirkan masa depan negeri ini dari luar kampus dan sekolah formal. Tapi setidaknya kita bisa sedikit menerawang, bahwa masa depan bangsa ini maju dan tidaknya bisa dilihat dari potret dan kondisi kampus-kampus hari ini. Karena disanalah kemerdekaan dan ekspresi pemuda-pemudi Indonesia diasah. diasuh dan digembleng untuk menjadi manusia-manusia yang berguna dan bermanfaat bagi Bangsa dan Negara.
Diperparah lagi dengan kondisi kampus yang hanya mengejar profit property, kampus hanya dijadikan lahan basah untuk memperkaya diri dan mengekploitasi kantong-kantong para mahasiswa dengan alasan uang buku diktat, uang gedung yang mahal dan renovasi kantin-kantin yang tradisional menjadi modern. Wajah kampus kini menjadi momok yang sangat menakutkan dan mencekam layaknya tempat karentina,
Wajar bila, perjuangan masyarakat yang berlawan di Papua, Kulon progo, kendeng, kalimantan, Halmahera dan beberapa daerah lainya tidak didukung penuh oleh mahasiswa dan kampus, malah sebaliknya, kampus turut bekerjasama, diam dan mengamini tindakan kejahatan tersebut. Wajah Demokrasi di kampus pun semakin sempit dan disobek-sobek oleh oknum-oknum yang ada didalamnya, mungkin ada beberapa contoh kasus yang membenarkan itu
ketika kampus sudah mulai berkecimpun bekerja, bersama dengan para pemodal dan pihak-pihak neolib maka kita sudah bisa membayangkan bagaimana nanti wajah bangsa ini di 10 atau 20 tahun kedepan, bahkan lebih cepat dari itu. Kampus mestinya menjadi tempat persemaian ide, ide dan gagasan. Gagasan dan ide-ide itu diolah dan diekpresikan dalam kehidupan mahasiswa dan dosen, wajah demokrasi ditengah-tengah kampus harus dibuka selebar-lebarnya agar kelak menciptakan mahasiswa yang cerdas, merdeka, kreatif, progresif dan tentunya berpihak pada rakyat. Itulah cita-cita ideal yang hendak dicapai dalam proses perkualihan, artinya bahwa kuliah itu tidak hanya datang kuliah, pulang kosan lalu lulus, tapi senantiasa harus membekas dalam perjuangan dan perlawanan, cerita tentang perjuangan, susah senang dalam duka dan kehangatan yang dirangkai serta dibingkai dalam suasana kekeluargaan dan persaudaraan. Tak ada sekat pemisah yang jauh antara dosen dengan mahasiswa begitupun sebaliknya
Spirit Kemajuan dan Keberpihakan
Spirit yang mesti dicapai dalam proses perkualihan dikampus dan sekolah-sekolahan ialah spirit kemajuan dan keberpihakan pada rakyat, spirit yang menitikberatkan pada nilai-nilai kemajuan, pengembangan dan perubahan. Mahasiswa dan orang-orang yang ada dalamnya harus didorong dan dibentuk agar memiliki kepekaan, memiliki keberpihakan pada kemanusian dan keadilan. Daya juang dan nalar kritis mahasiswa jangan dibungkam dan dicekal apalagi dibatasi. Membatasi ruang pergerakan dan semangat juang mahasiswa ialah sama hanlnya dengan menggagalkan proses kemajuan dan peradaban bangsa itu sendiri
Kehadiran kampus mestinya harus dirasakan oleh rakyat, sebab bagi kami kampus yang baik itu tidak diukur dari seberapa kecakapanya dalam memenangkan lomba-lomba internasional, gedung yang megah dan jumlah mahasiswa yang memfavoritkannya tapi kampus yang baik itu ialah seberapa jauhkah dalam memberikan konstribusi real pada kepentingan kedaerahan, keummatan dan kebangsaan. masyarakat yang maju adil makmur dan tidak eksplotatif. Itulah kampus yang baik bagi kami. Wawlahualam Sekian