Selasa, April 23, 2024

Kala Jokowi “Nyantri Kilat”

fikrimuz
fikrimuz
Pemerhati dan Pengamat Ide, Pengajar di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya dan Alumni Mambaus Sholihin Gresik

Kamis, 8 Maret 2018, di Pesantren Mambaus  Sholihin Gresik, di mana penulis juga pernah mengenyam pendidikan di sana, tiba-tiba riuh tak seperti biasa. Di gerbang terpampang baliho, “Selamat Datang Bapak Ir. H. Joko Widodo.”

Baru sadar, kalau yang bikin suasana mendadak heboh adalah kedatangan Presiden Republik Indonesia, Jokowi. Maka harus heboh, lha orang nomor wahid yang datang, jarang-jarang masyarakat yang jauh dari ibukota mendapat kesempatan baik bertemu pemimpinnya yang selama ini hanya dikenal ketika coblosan yang lima tahunan itu.

Masyarakat sekitar tumpah ruah memadati jalan ikut menyambut. Seperti di banyak tempat lain, kehadiran Jokowi memiliki daya magnet bagi sebagian besar orang. Konon, karena kesukaan beliau ngasih hadiah bagi siapa saja yang bisa menjawab pertanyaan menjadi salah satu alasan. Kebiasaan ini pun banyak menjadi pemberitaan media-media dan perbincangan publik.

Sebagian momen tanya-jawab Jokowi dengan warga sempat viral, seperti ketika Jokowi menanyai salah satu murid SD tentang nama-nama ikan. Jawaban yang ngemesin dari anak itu tak urung mengundang gelak tawa hadirin, juga Pak Jokowi sendiri. Lalu, dikasih sepeda dech.

Tulisan ini tidak hendak membahas sepeda atau kelucuan dari momen bagi-bagi hadiah Jokowi. Tapi, kebiasaan blusukan lain yang sekarang juga dekat dengan sosok ini, sowan ke kiai-kiai pesantren seperti ketika beliau berkunjung ke Pesantren Mambaus Sholihin dan Pesantren Langitan beberapa waktu lalu. Mungkin ada yang menduga, ah itu politik pencitraan. Atau apa yang sedang dilakukan Jokowi tak lebih dan tak kurang sebagai upaya cari dukungan demi agenda politik 2019. Tidak perlu dibantah.

Namun, ada hal menarik yang bisa diulas dari sudut pandang insan pesantren terhadap apa yang kini dekat dengan Jokowi yang sering ketemu ulama. Di dunia santri, siapa pun yang sowan ke kiai, berarti ia telah mengakui kealiman kiai itu. Seorang santri yang datang ke kiai menunjukkan kebutuhannya kepada kiai yang dikunjungi. Paling sering, ketika santri berniat sowan, ia berharap mendapat berkah. Berkah atau barakah biasa diartikan ziyaadatun ni’mah, yaitu bertambahnya nikmat. Sampai di sini saja.

Soal Kiai Masbuhin Pengasuh Pesantren Mambaus Sholihin. Di Kabuputen Gresik, pesantren yang beliau asuh sangat dikenal oleh masyarakat karena keunggulan karakter pendidikan yang memadukan tiga sumber utama: Langitan, Gontor, dan Sawapolo. Langitan, pesantren ini ketika Kiai Masbuhin nyantri diasuh oleh Kiai Abdul Hadi.

Di tempat inilah, beliau mengambil fondasi keilmuan salaf yang begitu kuat. Di Gontor, beliau pernah nyantri kepada Kiai Zarkasyi. Kesohoran Gontor terletak pada penguatan bahasa Arab-Inggris dan keorganisasian. Itu karena Gontor memang mencirikan sistem modern. Terakhir, Sawapolo. Pesantren Kiai Utsman ini melengkapi integrasi pencirian hasil nyantri Kiai Masbuhin. Darinya beliau mengambil prihal amaliah ibadah.

Setelah Kiai Masbuhin sampai di fase ta’lim, yakni menyebarkan ilmu sebagai tanggung jawab sosial. Pesantren Mambaus Sholihin mulai dirintis dengan mengintegrasikan tiga fondasi utama sebagai penciri visi kurikulum: penguasaan ilmu salaf, keterampilan bahasa Arab-Inggris, dan karakter kesalehan. Sering diungkapkan dalam moto: Alim, Sholih, Kafi. Ketenaran Kiai Masbuhin bukan hanya soal  keberhasilan mendidik santri. Beliau juga dikenal karena keteladanan cinta kepada ahlul bayt (keluarga rasulullah), pemuliaan kepada guru dan kerendahan hati.

Kembali ke soal Jokowi ketemu kiai. Lepas dari motif atau apapun yang disangkakan, kegiatan silaturrahmi Presiden RI ini bisa dikategorikan nyantri kilat. Penulis teringat diktum, sebaik-baik penguasa adalah yang dekat dengan ulama. Ini bukan tanpa alasan kenapa setiap penguasa seyogianya mendekati para alim.

Paling tidak, sebagimana santri yang sowan ke kiai agar mendapat keberkahan, pun dengan penguasa. Doa kiai itu selalu baik, presiden pun butuh dukungan spiritual agar tetap kokoh melayani rakyat dan memimpin negara. Berikutnya, pesantren dan kiai adalah basis yang paling dekat dengan masyarakat bawah, ketika penguasa bisa mengambil hati kiai, penulis haqq al-yaqin negara akan aman-aman saja. Lebih dari itu, insan pesantren yang sedari dulu ikut andil berjuang dan mengisi kemerdekaan republik ini, amatlah pantas apabila setiap Presiden terpilih di negara ini berterima kasih kepada kiai-kiai.

Loyalitas Pesantren

Kalau ada pertanyaan, lembaga mana yang tulus membantu pemerintah ngopeni rakyat. Jawabannya pasti pesantren. Ini bukan asal lho ya. Kita ambil contoh Mambaus Sholihin. Sejak dirintis hingga kini telah menelurkan ribuan santri yang tersebar di lintas profesi, pesantren Kiai Masbuhin inipun kini sudah tersebar dengan memiliki cabang di Ambon, Bali, dan Batam.

Di Provinsi Jawa Timur sudah berdiri cabang-cabang di beberapa daerah seperti Blitar dan Tuban. Di Gresik sendiri selain Pondok Induk terdapat juga cabang di Kecamatan Benjeng dan Balongpanggang keduanya di Kabupaten Gresik. Semua keberhasilan itu sejak dirintis hingga besar seperti sekarang, tidak karena uluran tangan pemerintah. Umumnya pesantren juga demikian. Kemandirian dari sisi finansial pesantren tak terbantah, bukan?

Beralih ke pembangunan Sumber Daya Manusia. Jika tanggung jawab sebagai amanat UUD 1945 agar negara mencerdaskan kehidupan bangsa, jalannya pasti pendidikan. Pesantren sejak awal selalu konsisten membantu negara memenuhi kewajibannya. Pendidikan oleh pesantren ada di tengah-tengah maayarakat menengah ke bawah.

Bagaimana tidak, pesantren itu berdiri karena kebutuhan masyarakat akan pendidikan, bukan untuk lahan bisnis. Sementara mayoritas masyarakat di mana pesantren berada sering ditemukan bukan termasuk golongan berada, bahkan bisa dikata tertinggal.

Kalaupun sekarang ada pesantren yang “mahal” berarti perubahan lebih karena faktor kebutuhan masyarakat kelas ekonomi menengah-atas yang menuntut agar anak-anak mereka bisa nyantri tapi dengan syarat fasilitasnya premium. Meskipun begitu, bisa dicek anak orang yang ngak mampu juga tidak akan ditolak kiai pesantren itu jika benar-benar berniat nyantri.

Ini masih sedikit dari bukti keterlibatan pesantren memperjuangkan, menjaga dan memajukan negara ini. Kita mengenal insan-insan pesantren seperti Pangeran Diponegoro yang melawan penjajah di tahun 1825, Kiai Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah 1912 dan Kiai Hasyim Asy’ari yang mendirikan Nahdlatul Ulama tahun 1926 serta Kiai Abdurrahman yang pernah jadi Presiden RI ke-4 itu.

Itu sebagian bukti kecil bagaimana keterlibatan pesantren tak bisa dipisahkan dari ketahanan Indonesia hingga saat ini sebagai sebuah negara yang berdaulat. Kekuatan civil society atau masyarakat madani inilah yang harus dijaga, lebih-lebih oleh Presiden. Dengan sowan ke kiai berarti Jokowi telah nyantri kilat untuk merawat dedasar yang harus selalu dijaga agar bangsa ini tetap utuh.

fikrimuz
fikrimuz
Pemerhati dan Pengamat Ide, Pengajar di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya dan Alumni Mambaus Sholihin Gresik
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.