Rabu, Oktober 9, 2024

Jokowi-Ma’ruf Amin, Demi Umat dan Bangsa

Mawardin Sidik
Mawardin Sidik
Peneliti di Pusat Polling Indonesia (PUSPOLL)

Akhirnya misteri siapa Cawapres Jokowi terjawab juga, yakni KH. Ma’ruf Amin dari unsur ulama. Keputusan itu bisa jadi sebagai produk dari politik dialektika, ada aksi-ada reaksi. Pertimbangan utama mengapa KH. Ma’ruf Amin dipilih, sebagai reaksi terhadap tren kebangkitan populisme kanan, dan hembusan angin politisasi isu agama yang selama ini terus ditiupkan oleh kubu oposisi.

Sementara Jusuf Kalla (JK) yang sempat digadang-gadang mendampingi kembali Jokowi kandas karena hambatan konstitusional, bahwa JK dianggap menjabat wapres sudah dua periode. Sidang judicial review Pasal 169 huruf N Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pun tidak digelar oleh MK. Tibalah tanggal 10 Agustus 2018, batas akhir pendaftaran pasangan capres cawapres, peluang JK tertutup.

Lebih dramatis lagi adalah Mahfud MD yang hampir menjadi cawapres Jokowi, tetiba di menit-menit terakhir, lantaran perputaran turbin politik yang unpredictable, akhirnya disepakati KH. Makruf Amin. Baik JK maupun Mahfud MD kelihatan berjiwa besar dan tidak baperan. Era kegaduhan membutuhkan aktor-aktor strategis berwatak negarawan yang bisa menenangkan suasana kebatinan politik masyarakat Indonesia.

Mata politik Jokowi tampaknya fokus kepada bidikan lawan yang menuding bahwa Presiden Jokowi dianggap vis a vis dengan kelompok Islam. Maka paket Jokowi – Ma’ruf Amin ibarat tugu klarifikatif bahwa Jokowi tidak seperti yang dituduhkan, malahan justru Jokowi bersama ulama.

Pesan-pesan berupa nasionalis-religius dan umara-ulama adalah ikhtiar kesepaduan guna mencairkan ketegangan politik aliran sekaligus tantangan global yang menempati high profile issue. Nawaitu politik ini bisa dipandang visioner, agar kebisingan sosial-politik akibat gegap gempita konflik ideologi sedikit mereda. Umara Indonesia pun bisa fokus kerja tanpa diganggu dengan sengatan suhu politik yang kontra-produktif.

Kesepuhan Ulama kelahiran 1943 ini pun jadi kalkulasi politik. Dengan asumsi beliau di tahun 2024 nanti sudah berumur 80 tahun lebih, maka kecil kemungkinan ada gerakan tambahan dari MA, misalnya mau nyapres, atau menggunting dalam lipatan. Rapor biru politik MA adalah garansi, bahwa beliau bukanlah ‘calon macan’ yang akan menguburkan gen politik dan anak-anak ideologis Bung Karno. Artinya, masa lalu, kini dan masa depan MA sudah clear and clean.

Jejak keulamaan KH. Ma’ruf Amin diharapkan menjadi tokoh pemersatu. Beliau Guru Bangsa yang mesti dibingkai sebagai embun penyejuk guna mendinginkan api pertikaian politik yang telah menguras energi bangsa. Sejauhmana ketokohan KH. Ma’ruf Amin (MA) dapat melengkapi Jokowi untuk meneruskan ikhtiar mewujudkan Indonesia yang damai, sejahtera dan maju.

Pertama, icon tokoh Islam kharismatik. MA adalah ulama sepuh alumni Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur. Kakek moyang KH. Ma’ruf Amin adalah Imam Masjidil Haram, Mekkah sekaligus penyambung mata rantai jaringan ulama nusantara: Syaikh Nawawi al-Bantani.

Tercatat Syekh Ahmad Khatib asy-Syambasi dan Syekh Abdul Ghani al-Bimawi adalah guru dari Syaikh Nawawi. Adapun murid jempolan yang kelak memainkan peran penting dalam perkembangan dunia Islam adalah Syekh Kholil al-Bangkalani Madura, K.H. Hasyim Asy’ari (pendiri NU), dan K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah).

MA dikenal sebagai panutan kaum sarungan nahdliyyin, yang mengabdi dari ketua Ansor, hingga Ketua Rais ‘Aam PBNU. Sebagai Ketua MUI Pusat, tausiyah dan fatwa cicit Syaikh Nawawi ini kerap jadi rujukan.

Kedua, politisi kawakan yang mengakar di hati umat. MA sudah makan asam garam dalam percaturan politik semenjak orde baru. Dia pernah menjadi Ketua Fraksi Utusan Golongan DPRD DKI Jakarta, dan Ketua Fraksi PPP DPRD DKI Jakarta.

Di masa awal-awal reformasi, MA bergabung dengan partai yang didirikan Gus Dur bersama sahabat-sahabatnya hingga terpilih sebagai anggota MPR/DPR RI dari PKB (1999-2004).  Ketua Dewan Syuro PKB pada tahun 1998 ini juga sempat menjadi Ketua Komisi VI DPR RI yang membidangi urusan industri, perdagangan, investasi, dunia usaha, perkoperasian dan sektor terkait. Juga anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB tahun 1999 yang membidangi urusan dalam negeri, sekretariat negara, dan pemilu.

Serba serbi dunia parlemen dan istana kepresidenan, bukan sesuatu yang asing bagi MA. Masa Presiden SBY, beliau adalah Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2010-2014). Lalu masa Presiden Jokowi, cakrawala keagamaan dan kebangsaan MA tetap dibutuhkan untuk menghadang anasir-anasir radikal yang memanaskan tungku republik, maka beliau pun diamanahkan sebagai Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yang diketuai oleh Megawati Soekarnoputri.

Ketiga, Guru dan Dosen. Jauh melintasi zaman, MA awalnya seorang guru di sekolah-sekolah seputaran Jakarta, tahun 1964-1970. Saat-saat itu pula, beliau merintis dakwah. Di ranah perguruan tinggi, MA adalah Dosen Fakultas Tarbiyah di Universitas Nahdatul Ulama, Jakarta.

Keempat, ahli ekonomi syari’ah. Sebagai Komite Ahli Pengembangan Bank Syariah Bank Indonesia (1999), dan Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Bank Muamalat saat ini (Komisaris Utama: Ilham Habibie), MA bisa mentransformasikan prinsip-prinsip universalitas syariah Islam dalam kebijakan ekonomi. Maksudnya, atensi khusus sumber daya ekonomi diarahkan benar-benar untuk mengurangi ketimpangan, mengedepankan prinsip pemerataan, dan pro kaum mustadh’afin.

Penerimaan partai pengusung dan elite-elite kunci di lingkaran Jokowi, menunjukkan MA punya relasi yang harmonis dengan semua kalangan, melampaui sekat-sekat politik. Pada saat yang sama, MA sebagai tokoh sentral MUI dapat merangkul kelompok muslim ultra-puritan. Pertautan Gerakan Politik 212 yang menokohkan MA di suatu masa, harus dibaca sebagai langkah “deradicalization from within”.

Lagi pula, MA kemudian yang mendinginkan suasana kala mereka mau memperingati reuni akbar 212 karena dikhawatirkan akan disusupi dengan agenda politik tertentu.

“Aksi 212 itu sudah selesai. Masalah yang diusung oleh 212 sudah selesai, karena itu tidak perlu lagi menghidup-hidupi 212. Lebih baik acara seperti ini, mengutuhkan umat, bangsa dan mengajak mempererat persatuan,” ujar Ma’ruf Amin. (Tribunnews.com, 2 Desember 2017).

Jelang 17 Agustusan mendatang mesti ditafakuri sebagai momentum emas bukan sekadar HUT Kemerdekaan RI seremonial, tapi juga merayakan kemerdekaan dari permusuhan. Saatnya rekonsiliasi emosional di antara kelompok garis keras, garis lunak hingga tanpa garis.

Tampilnya MA dalam pusaran pilpres 2019 memantulkan sekeping harapan, agar isu-isu SARA kian sirna. Berganti politik gagasan bersifat programatik. Begitu pula saat kampanye, masyarakat mesti merasakan puncak kenikmatan berkomunikasi penuh kehangatan diantara Netizen politik. Berbeda pilihan politik wajar-wajar saja, tapi rasa persaudaraan dan akhlak berdemokrasi mesti dijunjung tinggi. Hormati orang tua, guru dan para ulama sebagai umbrella rumah kebhinekaan kita, demi ummat dan bangsa.

Mawardin Sidik
Mawardin Sidik
Peneliti di Pusat Polling Indonesia (PUSPOLL)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.