Minggu, April 28, 2024

Jadi, Benar Begitu kan Jenderal ?

mabdulrahman
mabdulrahman
Lulusan Universitas Sebelas Maret, Aktif di Dunia Perpajakan Indonesia.

Saat ini, suhu perpolitikan di Indonesia sedang panas – panasnya. Mungkin ada faktor juga dari panasnya cuaca yang menyebabkan kekeringan di beberapa tempat di Indonesia. Suhu ini bertambah panas ketika Jenderal Gatot menginstruksikan kepada seluruh prajuritnya untuk menonton film Pengkhianatan G30S/PKI.

Tidak sedikit yang menyatakan keberatan, tidak sedikit pula yang mendukung instruksi ini. Sebagai kalangan masyarakat biasa, apapun asalkan niatnya untuk mengedukasi sah – sah saja, silahkan tafsirkan sendiri apabila definisinya melenceng.

Tetapi, yang menjadi persoalan bukanlah hal itu.

Akhir – akhir ini, jika diibaratkan sebagai pertandingan sepakbola, Jenderal Gatot menjadi man of the match-nya. Kenapa saya ungkapkan seperti itu ? beberapa manuver yang beliau lakukan, mungkin di multi tafsirkan khalayak umum sebagai langkah berpolitik demi menyiapkan 2019.

Tentu pihak – pihak berkepentingan disini yang menjadi kalang kabut. Ada wacana, memecat Jenderal Gatot adalah keputusan terbaik. Tapi kembali lagi, itu adalah hak Prerogatif bapak Presiden. 

Ditambah lagi dengan pernyataan mengimpor 5000 senjata bagi kalangan non militer, memaksa Menkopolhukan Wiranto harus turun tangan dan mengklarifikasi hal tersebut. Mana yang benar hanya Allah SWT yang tahu semuanya.

Isu mengenai impor senjata dan instruksi menonton film G30S/PKI, memaksa sang Jenderal untuk terus disorot. Saya yakin, apa yang yang beliau lakukan adalah semata – mata bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang pimpinan. Terutama pimpinan TNI.

Langkah sang Jenderal yang menurut saya terlalu frontal, mungkin akan membuat lawan – lawannya memanfaatkan blunder ini sebagai bahan untuk perlawanan. Memang isu yang dihembuskan akhir – akhir ini adalah sebagai modal politik untuk pemantapan figur demi menatap 2019 yang menyisakan 2 tahun lagi.

Beberapa internal partai pun mulai menyoroti apa yang dilakukan oleh Sang Jenderal. Manuver atau bukan, kritik tajam terus menerus ditujukan kepada sang Panglima. Mulai dari beberapa tokoh partai yang meyayangkan apa yang dilakukan Jenderal Gatot, bahkan pakar politik pun mulai menerka – nerka hal ini sebagai modal dan strategi awal Sang Jenderal masuk ke ranah perpolitikan Indonesia.

Begini.

Alangkah lebih arifnya, kita bersikap netral tentang apa yang tengah terjadi di dunia perpolitikan Indonesia yang tengah runyam. Kita belum tahu betul apa yang sesungguhnya benar – benar terjadi.

Untuk masalah film, saya tidak masalah dengan hal itu. Sebatas menonton film hanya sebagai ajang edukasi dan menghargai sejarah yang pernah terjadi di masa lampau. Tujuannya semata – mata agar hal tersebut tidak terjadi lagi di masa depan. Cukup simpel.

Saya yakin, Jenderal Gatot sadar betul mengenai apa yang beliau lakukan. Tentu, masalah protokoler yang menjadi acuan, melihat beliau ini adalah tokoh militer yang tidak perlu diragukan lagi mengenai kedisiplinan.

Isu – isu yang berkembang akhir – akhir ini sudah sepatutnya kita hadapi dengan tenang dan sikap netral. Siapapun yang benar dalam hal ini, sudah sepatutnya kita bisa menilai. Ya, mungkin pak Wiranto mengklarifikasi hal ini sebagai sebuah miss komunikasi, dengan begitu sudah selesailah masalah.

Tetapi bukan berarti selesai begitu saja, seharusnya pihak manapun saat ini bisa belajar untuk mengkontrol setiap statement di hadapan publik. Karena informasi ini didengar tidak hanya sebatas pejabat atau wartawan yang langsung meliput, tapi jutaan warga Indonesia.

Sebagai masyarakat milenial, hal ini tentu sudah biasa kita rasakan, yang menjadi pelajaran utama adalah berfikir visioner, mengkritisi apa yang tidak sesuai, dan mensupport apa yang sesuai. Berfikirlah sebelum menyampaikan sebuah pendapat agar tidak menjadi polemik.

Bangsa ini sudah terlalu berpolemik dengan masyarakatnya sendiri, sudah seharusnya kita mengurangi polemik – polemik yang ada, dan tidak membesar – besarkan sesuatu yang memang sudah jelas penyelesaiannya.

Kedua isu ini seharusnya bisa mendewasakan kita sebagai bangsa Indonesia yang maju, dan arif dalam menanggapi berbagai polemik yang ada.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia memiliki sejarah yang panjang, mungkin kelak, saat ini akan dicatat menjadi sejarah besar bagi masa depan Indonesia. Saat itu, mungkin Indonesia sudah lebih maju ketimbang sibuk membredeli lawan politik yang bersiap melangkah di 2019.

Apapun yang saat ini dilakukan oleh sang Jenderal, mungkin sudah dipersiapkan secara matang. Manuver atau bukan, berpolitik atau tidak, sudah seharusnya kita bisa menilai sendiri. Paradigma kita sebagai bangsa sudah cukup kompeten menilai situasi ini. Situasi politik yang mulai memanas.

Siapapun yang “nantinya” akan dipersenjatai sebanyak 500 pucuk, begitu kata Pak Wiranto, sudah sepatutnya digunakan dengan sebaik – baiknya. Melindungi bangsa adalah hal yang utama, NKRI harga mati, jadi jangan biarkan Indonesia terlalu sibuk berperang dengan masyarakatnya sendiri.  

Keadaan multitafsir seperti inilah yang seolah – olah negara berada di dalam kondisi genting, tapi kenyataannya ? ya saya tidak tahu.

Tapi dibalik itu semua, mudah – mudahan apa yang dilakukan baik untuk bangsa ini serta betul – betul berniat fisabilillah. 

Jadi, benar begitu kan Jenderal ?

mabdulrahman
mabdulrahman
Lulusan Universitas Sebelas Maret, Aktif di Dunia Perpajakan Indonesia.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.