Kamis, April 25, 2024

Italia Intai Trofi Delaunay

Arpan Rachman
Arpan Rachman
Jurnalis lepas di Jakarta. Penggemar sepakbola dan penyayang kucing kampung, yang sesekali juga mengarang cerpen.

Permainan Gli Azzurri tidak lagi selalu identik dengan pola bertahan. Apalagi sepakbola internasional belakangan mereduksi formula baku, lebih tidak terduga, rentan terhadap momen acak dan magis menurut Lawrence Ostlere, asisten editor olahraga The Independent.

Tim nasional Italia kini memperpanjang rekor tak terkalahkan mereka menjadi 30 pertandingan dengan semua keunggulan dari strategi lapangan yang dieksekusi dengan cermat. Mereka telah perkasa memuncaki grup A Euro 2020 tak terkalahkan tanpa kebobolan.

Ostlere menganalisis karena mereka sudah terbiasa dibesut Mancini, Italia mengadopsi 4-3-3 yang berubah menjadi 3-4-3 dalam serangan. Jika Alessandro Florenzi memerankan bek kanan yang tipikal seperti pria berjas dan berdasi, maka Leonardo Spinazzola bermain sebagai bek kiri dengan kacamata hitam tergantung di kemeja yang nyaris tidak dikancing.

Serangan tanpa beban seperti itu tentu saja tidak terlalu berisiko, sebab Giorgio Chiellini sigap berjaga di belakang. Saat Spinazzola mengiris sayap, Chiellini bergeser ke kiri sementara rekannya Leonardo Bonucci bergerak ke tengah, dan Florenzi tetap berposisi di kanan.

Rekor Sempurna

Euro 2020 merupakan turnamen final kesepuluh Italia dan ketujuh berturut-turut sejak absen pada edisi 1992 di Swedia. Hanya dua kali mereka gagal melaju ke babak penyisihan grup – pada 1996 dan 2004.

Kali ini, The Blues telah memenangkan sepuluh pertandingan kualifikasi mereka untuk finis pertama di Grup J, menambah jumlah negara yang mencapai final dengan rekor sempurna menjadi delapan, Belgia juga telah berprestasi di penyisihan. Dari enam negara sebelumnya yang memenangkan setiap laga kualifikasi, bagaimanapun, hanya Spanyol (2012) yang akhirnya memenangkan turnamen.

Digdaya di kandang sendiri pada Kejuaraan Eropa UEFA 1968 dan telah menjadi runner-up dua kali sejak itu, pada tahun 2000 dan 2012. Italia tidak terkalahkan di Stadio Olimpico dalam partai Euro dan Piala Dunia; rekornya di Roma adalah menang 9, kalah hanya di dua laga.

Jadwal resmi kejuaraan menetapkan London sebagai tuan rumah laga puncak nanti. Tetapi Perdana Menteri Italia Mario Draghi bersikeras mengatakan final harus dihelat di Roma karena meningkatnya kasus COVID-19 di Inggris seperti dikutip dari Deutsche Welle.

Jalan ke Roma

Seperti mengulang kejayaan era Pax-Romana, tiga lawan ditekuk di hadapan total 36.902 penonton di stadion. Turki dan Swiss sama menyerah 0-3 serta Wales dikalahkan 0-1.

Berardi pemain terbaik di laga perdana, “Dia telah menjadi pemain yang luar biasa! Dia tidak mencetak gol tetapi dia tak terbendung,” versi harian Gazzetta dello Sport. Penyerang Sassuolo mendapatkan nilai 8/10, seperti yang diraih Spinazzola: “Sebuah kereta ekspres di sayap kiri.” Nilai bagus (7,5/10) juga untuk Chiellini, Immobile, dan Insigne.

Seramnya serangan yang mereka ciptakan dari 24 percobaan, delapan tepat sasaran dan 11 meleset, hanya lima kali bisa diblok oleh bek-bek Turki. Akurasi umpan Italia 87 persen dengan aliran bola 555 kali.

Mengacu info pertandingan dari rilis UEFA, pada babak pertama Italia dominan menerapkan patron 3-4-3, menunjukkan gaya lebih menyerang. Hanya di paruh menit 15-30 saja mereka berkombinasi sebagai 3-5-2.

Alih bentuk Italia mulai muncul di babak pertama bertemu Swiss. Mereka menyulap skema 3-3-3-1 lewat geliat ofensif lebih brutal. Seturut analisis Ostlere di mana Spinazzola lagi-lagi menjelma gelandang serang di sayap kiri. Keuntungannya taktis, Locatelli memetik gol di menit 26, sementara sebelumnya ke jala Turki semua gol dikreasi di babak kedua.

Superioritas Jorginho

Jorginho menjadi otak permainan yang menggelandang dari-kotak-ke-kotak, memimpin ruang operasi yang vital disokong Locatelli. Hampir sepanjang laga Immobile bergerak terdepan, sebelum posisi itu bertukar dengan Belotti selama lima belas menit terakhir di laga pertama.

Bertugas sangat strategis, Jorginho masih setia digandeng Locatelli saat menghadapi Swiss, mereka gentayangan di antara dua kotak. Baru di laga pemungkas versus Wales, sang jenderal lapangan tengah ditemani Marco Veratti. Locatelli terakhir dibangkucadangkan, bahkan di dua pentas perdana dia juga tidak bermain penuh.

Peran Jorginho sebagai registra mengingatkan kepiawaian Marcos Senna kala membantu Spanyol juara Euro 2008, apalagi kedua pemain itu sesama kelahiran Brasil. Mungkin pelatih Roberto Mancini sudah tepat menjiplak kiat Luis Aragones untuk mengintai trofi Henri Delaunay.

Gelandang bertahan Chelsea senantiasa paling sering mengumpan dari 10 rekan setim lainnya. Sewaktu lawan Turki, Jorginho berhasil melepaskan passing 80 kali dari 85 percobaan. Surprais, aliran dari kakinya terbanyak diumpan ke Bonucci yang mengawal jantung pertahanan. Artinya dia memundurkan bola, mengendurkan tempo.

Ketika jumpa Swiss, tampaknya instruksi pelatih berbeda: pemain bernama asli Jorge Luiz Frello Filho tetap yang terbanyak memberi umpan. Tapi ruang geraknya lebih agresif, karena yang dimanjakannya dengan 15 kali sodoran: striker kiri-dalam Lorenzo Insigne. Bonucci cuma menjemput tiga kali bola diantar Jorginho.

Pengatur permainan Italia baru gantian diemban Veratti di saat mereka tampil versus Wales. Jorginho bermanuver lebih relaks, sukses mengumpan hanya 49 bola, paling banyak diterima duetnya itu 15 kali, sebelum ditukar Bryan Cristante di menit 75.

Tak sabar rasanya menyaksikan duel Jorginho berseteru Konrad Laimer. Registra Italia akan coba menghambat gelandang tengah Austria di gelaran 16 Besar. Walaupun statistik pemain asal klub RB Leipzig jauh di bawah bintang 40 juta euro milik Chelsea. Umpan akurat Konrad hanya 60 dari 83 dan rerata 73 persen berbanding 193 dari 205 dan rerata 94 persen hasil sepakan Jorginho. Konrad lumayan cepat, tapi Jorginho lebih jauh berlari. Kecepatan tertinggi Konrad 32,4 kilometer per jam dan wilayah jelajahnya 26,1 km ketimbang puncak kecepatan Jorginho 27,7 km per jam dalam ruang bermain seluas 31,1 km.

Sebagai runner-up grup C, Austria jelas bukan lawan sepadan Italia. Tapi tim kejutan yang lolos di detik-detik akhir itu bernyali ngotot seperti kesebelasan Jerman dengan kualitas pemain cadangan.

Mancini sendiri tentu sudah tabu memakai Catenaccioatau “grendel” sebagai sistem taktis dengan penekanan kuat pada pertahanan yang sangat terorganisir dan efektif. Dia takkan berfokus pada pola tradisional Italia menihilkan serangan lawan dan mencegah peluang mencetak gol. Panggung di London pada dini hari Minggu, 27 Juni, akan diperkasai tim paling superior, yang mengintai juara Eropa musim pandemi.

Arpan Rachman
Arpan Rachman
Jurnalis lepas di Jakarta. Penggemar sepakbola dan penyayang kucing kampung, yang sesekali juga mengarang cerpen.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.