Jumat, November 8, 2024

Israel, dari Kekuatan Militer hingga Pengetahuan

Saiful Maarif
Saiful Maarif
Asesor SDM Aparatur dan pegiat Birokrat Menulis. Bersenang dengan Sepak Bola dan Bola Voli. Tulisan adalah pandangan pribadi
- Advertisement -

Muncul dan padamnya perang Palestina dan Israel selalu menyedot perhatian dunia. Konflik politik tertua di dunia ini menyertakan sentimen publik secara luas. Meskipun dukungan AS memperkuat sikap keras politik Israel, pada dasarnya Israel mempunyai kepercayaan diri yang besar melawan arus pandangan dunia terhadap kebijakannya menindas bangsa Palestina.

Secara pemerintahan, Israel dibangun oleh tiga fondasi penting politik, militer, dan ekonomi yang diletakkan oleh David Ben-Gurion, Golda Meir, dan Shimon Perez. Ketiganya dapat dibilang sebagai tokoh kunci sejarah pemerintahan Israel dalam membentuk dasar kebijakan dan pakem pemerintahan aneksatif dengan dukungan jejaring diplomasi politik dan ekonomi AS.

Ben Gurion dan Meir menandai pendekatan pola keras kepala, tangan besi, dan agresifnya Israel dalam mencaplok wilayah sekitar dan perang dengan negara Arab. Perez bergerak lebih lanjut sebagai penguat kebijakan para pendahulunya dengan pendekatan riset dan teknologi terdepan.

Dalam bukunya, No Room for Small Dreams, Courage Imagination and the Making of Modern Israel (2013), Shimon Perez mewakili kepercayaan diri bangsa Israel lewat pandangan-pandangannya. Jika Ben Gurion berpendapat bahwa negara harus mengatasi problem yang eksis, maka Perez meyakini dirinya sebagai figur untuk menyelesaikan problem apa pun yang tidak kelihatan oleh negara.

Selepas perang Yom Kippur, Israel berbenah atas kekurangan yang ada dalam perang tersebut. Hasilnya, Perez Bersama Mayjen Tal mendorong lahirnya tank Merkava, salah satu ikon mesin perang Israel hingga kini. Namun, Perez bergerak lebih jauh dari itu karena melihat kekurangan Israel dari sisi dukungan Sumber Daya Alam.

Riset, Sains, dan Teknologi

Tahun 1921, Israel mulai membangun pusat penelitian pertanian yang fokus pada upaya menemukan bibit, tanah, dan sistem irigasi yang tepat bagi kebutuhan dan ketahanan pangan mereka. Inilah cikal bakal kemajuan industri pertanian dan irigasi mereka yang belakangan menjadi salah satu godaan beberapa negara Arab untuk menjalin kerja sama berdalih perjanjian damai dengan Israel.

Shimon Perez menyadari betul kekuatan pengetahuan, industri, dan pengaruh ekonomi Israel. Dimona (pusat tenaga dan persenjataan nuklir), Rafael (industri militer), berbagai pusat riset teknologi dan sains, serta zona pertanian Negev adalah beberapa inisiatif kunci yang digagas Shimon Perez dan menjadi dasar kepongahan Israel kini.

Lebih jauh, Binational Industrial Research and Development Foundation (BIRD Foundation) didirikan pada 1977 oleh pemerintah AS dan Israel. Dalam struktur BIRD, warga Israel diberikan fasilitas dan kesempatan luas untuk daya dan kekuatan inovasi mereka, sementara Amerika berinvestasi secara masif untuk pemasaran dan penjualannya.

Pada kelanjutannya, BIRD mendorong munculnya kebijakan Yozma (inisiatif) dan Inbal (lonceng). Keduanya merupakan kebijakan dimana negara mengambil sepenuhnya resiko investasi di Israel namun memberikan penghargaan dan insentif tinggi bagi investor. Yozma dan Inbal menjadi pintu penting masuk dan membuncahnya industri start up dan entrepreneurship di Israel pada periode 1990an.

Bagi Perez, dalam kancah teknologi, Israel tidak boleh merasa cukup dengan menjadi kekinian, mereka merasa harus menjadi penentu perkembangan esok. Semangat seperti ini yang menggerakkan mereka untuk berpartisipasi dalam beragam industri, terutama start up. Dengan sekitar delapan juta penduduk, Israel adalah tempat berdirinya enam ribu start up. Ini mejadikan Israel sebagai negara terbesar pengembang start up di dunia. Pada tahun 2016, sebanyak 90 perusahaan mereka beraktifitas di bursa Nasdaq dengan valuasi 40 Milyar USD.

- Advertisement -

Kekuatan Militer dan Pengetahuan

Keyakinan dan kepercayaan diri Israel sebagai sebuah bangsa juga ditopang oleh sejarah dan kekuatan militer mereka. Dalam berbagai afirmasi, hal demikian terlihat jelas dengan glorifikasi dan bumbu ideologis yang menguar. Salah satu yang sangat bersemangat dengan pendekatan demikian adalah Yossi Klein Helevi. Dalam buku Like Dreamers (2013), Helevi menulis tentang kisah enam serdadu terjun payung Israel yang bertempur di Jerusalem pada tahun 1967.

Dalam perang enam hari pada 1967 itu, Israel mampu mengalahkan Mesir dan menduduki Gurun Sinai, sebuah wilayah yang tiga kali lebih luas dari Israel sendiri. Mereka mampu merebut Dataran Tinggi Golan dari Syria, dan menerobos Tepi Barat dari genggaman Jordania. Helevi menyebut peran pasukan paralayang yang sangat besar dalam proses kemenangan tersebut, dan peran enam prajurit itu dikisahkannya sebagai seosok heroik yang mewakili segala atribut keunggulan bangsa Israel.

Dengan tekanan glorifikatif, Helevi menyebut kemenangan Israel tersebut sebagai kemenangan tunggal hasil usaha bangsa Israel sendiri. Faktanya, perang Enam Hari yang juga disebut Yom Kippur atau Perang Oktober itu secara intensif melibatkan Amerika dengan Richard Nixon dan Herry Kissinger lewat berbagai upaya diplomasi.

Namun demikian, kekuatan militer memang menjadi bagian penting dari kesejarahan Israel. Sadar dengan perlawanan dan permusuhan negara-negara Timur Tengah, telah lama Israel mengembangkan kekuatan senjata nuklir dan militer dalam segala bentuknya. Senjata nuklir itu pula yang sempat menjadi ancaman untuk digunakan Israel dalam perang Yom Kippur.

Kekuatan militer, pengetahuan, dan inovasi menjadi bagian penting dari budaya yang dikembangkan Israel. Di sudut-sudut kota, taman, hingga halte bis terdapat buku yang bisa dibaca dengan gratis oleh warga. Dalam pola kebersamaan yang dibangun sendiri, warga Israel menyebut semangat yang dikembangkan mereka sebagai Chutzpah. Inbal Arieli (Chutzpah, Why Israeli is A Hub of Innovation and Entrepreneurship, 2019) menyatakan chutzpah sebagai semangat dasar warga Israel untuk berani dan percaya diri, meski diakuinya kerap bergerak negatif karena semangat yang berlebihan.

Inilah bibit arogansi yang ditopang pandangan kultural Yahudi dan kemampuan berpikir yang diatas rata-rata. Arieli mencatat, budaya intelektual, dukungan industri modern, dan tentu saja pembelaan mati-matian AS membentuk lingkaran yang sangat mendukung kemajuan Israel di berbagai lini. Selain berbagai temuan teknologi dan sains, banyak pemikir Israel yang menjadi penerima anugerah Nobel.

Tak ayal, Warren Buffet pernah berujar ”jika ingin mencari minyak di Timur Tengah, abaikan Israel. Tapi jangan perhatikan negara lain jika mencari kreatifitas otak dan energi yang dihasilkannya, cukup Israel”. Dalam ujaran lain, Jack Ma mengatakan bahwa inovasi dan pengetahuan telah menjadi nafas warga Israel. Terasa congkak, tapi pengetahuan adalah modal penting yang diyakini Israel untuk menantang dunia.

Israel adalah pihak yang sangat percaya diri. Dalam pandangan mereka, harta karun terbesar dalam kehidupan terdapat dalam diri sendiri, bukan di hamparan daratan atau kedalaman lautan. Pada saat yang bersamaan, nasionalisme Israel dibangun dengan dukungan pelajaran agama Yahudi yang diberi banyak porsi jam pelajaran dalam struktur kurikulum pendidikan mereka. Kebijakan ini menjadikan kemampuan berpikir mereka sejalan dan diperkuat dengan keyakinan iman mereka.

Saiful Maarif
Saiful Maarif
Asesor SDM Aparatur dan pegiat Birokrat Menulis. Bersenang dengan Sepak Bola dan Bola Voli. Tulisan adalah pandangan pribadi
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.