Ketegasan pemerintah terhadap eks ISIS patutlah diapresiasi, dengan kebijakan ini pemerintah ingin mementingkan nyawa 265 juta ketimbang mempertahankan 689 jiwa yang sudah terpapar ajaran takfiri, radikalisme dan bahkan mengarah pada terorisme.
Eks ISIS sejumlah 689 terbilang angka yang tidak sedikit, mereka meninggalkan negara Indonesia dengan dalih ikut pemerintah Islam yang sah. Mereka yang berangkat ke medan jihad bukanlah untuk membela agama. Namun berangkat karena iming-iming surga yang sudah mereka kapling. Mereka memiliki kebencian yang mendalam kepada negara Indonesia disaat berangkat ke Irak. Bagi mereka negara Indonesia adalah negara thogut, dan wajib dilawan.
Kini, kota yang menjadi basis ISIS porak-poranda di bombardir oleh pemerintahan Irak dan Syuriah. Sehingga menyebabkan eks ISIS yang selamat ingin kembali ke negaranya. Namun, nasib berkata lain, Mereka ditolak oleh negaranya masing-masing untuk kembali ke kampung halamannya. Diantara negara yang menolak eks ISIS adalah Inggris, Perancis, Amerika Serikat, Australia termasuk Indonesia.
Mengutip buku Bahaya Mimpi Al Baghdadi karya Dr. Najih Ibrahim, awal mula berdirinya ISIS dari organisasi pewaris resmis satu-satunya Al Qaeda di Irak yang didirikan oleh Abu Mush’ab Az Zarqawi dari Yordan. Ia melarikan diri Yordan karena divonis hukuman karena terlibat bom di hotel Amman Yordan. Kemudian bertemu Oshama bin Laden dan membaiatnya dan mendirikan organisasi “Qaidatul Jihad fii bilad Rafiudin”. Dengan ini semua struktur organisasi, pemikiran bergabung pada Al Qaeda.
Abu Mush’ab Az Zarqawi terbunuh pada serangan udara pesawat tempur AS di Irak balasan atas eksekusi para sandera warga AS. Setelah itu digantikan oleh Abu Hamzah al Muhajir dari Mesir dan Abu Umar Al Baghdadi dari Irak dan mengubah nama organisasinya menjadi Islamic State of Iraq (ISI).
Pada 19 April 2010 Abu Hamzah dan Abu Umar Al Baghdadi dibunuh oleh tantara Amerika dan Irak. Kemudian ISI dipimpin oleh Abu Bakar Al Baghdadi. Dalam waktu singkat ISIS mampu menguasai kota di Irak dan dan Suriah. Dalam kamus ISIS, siapapun yang menentang, tidak sepaham, maka jadi musuhnya. ISIS secara jelas mengajarkan permusuhan. Ini bukan ciri khas orang muslim. Orang muslim itu sejatinya mengedepankan kedamaian, ketundukan, dan kepasrahan.
ISIS cenderung pada faham neo-khawarij. Ciri-ciri dari paham neo-khawarij adalah berpendapat di luar kelompoknya di anggap kafir, sesat dan masuk neraka. Perilaku seperti ini adalah awal dari konflik. Karena biasanya konflik antar umat beragama disebabkan oleh sikap merasa paling benar (truth claim) dengan cara mengeliminasi kebenaran dari orang lain.
Agama manapun mengajarkan kebaikan, kasih sayang dan jalan petunjuk. Tidak ada satupun agama yang mengajarkan kekerasan, kesesatan dan kejahatan. Terkadang manusia menjadi wakil Tuhan telah menjustice dalam menentukan kebenaran, surga, dosa, pahala dan bahkan memvonis kelompok lain sebagai sesat. Apabila manusia sudah memiliki peran menjadi Tuhan dengan menganggap kelompok lain sesat maka muncul sifat congkak, lalu menghalalkan segala cara untuk menghancurkan keyakinan yang lain.
Sikap eksklusifisme seperti inilah yang dapat menghancurkan kerukunan hidup beragama. Perbuatan menutup diri dari kebenaran orang lain. Ekslusivisme dalam Islam tidak dibenarkan, bukankah Islam selalu menyeru untuk musyawarah dan dialog dalam menjaga ukhuwah wathaniyah.
Tidak mengherankan jika orang yang ahli ibadah melakukan tindakan yang ekstrem bahkan menyakitkan perasaan muslim lainnya. Siapa yang tidak kenal dengan Abdurrahman bin Muljam, dia penghafal al Quran, malamnya dihabiskan untuk sholat malam, siangnya dihabiskan untuk berpuasa, tapi dialah yang membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Antisipasi Pemerintah
Indonesia telah berhasil mencegah virus corona masuk ke Indonesia, sehingga tidak satu pun warga Indonesia yang terkena virus. Namun, di satu sisi Indonesia yang berpenduduk 265 juta orang akan menghadapi virus yang lebih dahsyat lagi, yaitu ajaran virus Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang penulis jelaskan tadi.
Walaupun pemerintah melalui Kemenkumham menolak tegas untuk memulangkan eks ISIS, namun celah kembali ke Indonesia melalui pintu ilegal kemungkinan bisa terjadi. Inilah yang perlu diantisipasi ketika anggota eks ISIS kembali ke Indonesia.
Hancurnya ISIS menaNdakan kegagalan dalam penegakkan negara Islam melalui khalifah. Pertanyaan kemudian, akankah ideologi yang selama mereka bela saat gabung ISIS serta merta hilang? Cukup sulit memang deradikalisasi bagi warga Indonesia yang sudah tergabung dalam ISIS.
Hal yang bisa dilakukan pemerintah dalam menyikapi problematika ini adalah mendidik anak eks ISIS jika nantinya pulang ke-Indonesia dan masuk dalam sistem Pendidikan Pondok Pesantren. Tidak langsung dilepas begitu saja ke masyarakat. Dengan pendidikan pondok pesantren, anak eks ISIS akan kembali ke jalur yang benar dan ketika dewasa nantinya akan menebarkan Islam yang damai, santun dan toleran.