Jumat, April 26, 2024

Indonesia, Palestina, dan Matinya Nilai-Nilai Kemanusiaan

Zulkarnaen Duhasanah
Zulkarnaen Duhasanah
Co-Founder TGB Institute

Indonesia dan Palestina, dua Negara yang berteman atas kesamaan nasib sebagai bangsa yang terjajah. Kurang lebih pernyataan Sukarno soal penjajahan di atas Palestina, di situlah Indonesia, berangkat dari apa yang dia simpulkan dari proses panjang ia berpikir soal Negara. Ia menawarkan kemudian Negara kesatuan republik Indonesia kepada Hatta bukan Negara federal layaknya Amerika. Atas dasar kesamaan nasib sebagai bangsa terjajahlah kemudian yang menjadi batu pijak dari ontologi kesatuan bangsa Indonesia.

Selama Palestina dijajah, disitulah Indonesia berada. Bukan hanya karena soal Palestina adalah Negara yang awal-awal mengakui kemerdekaan Indonesia tahun 45, namun karena nilai moralitas ideologi yang dianut bangsa Indonesia sendiri: Pancasila. Tujuan ideologi-nya mencakup soal tugas-tugas perdamaian di atas dunia, menghapus penjajahan, ikut terlibat aktif dalam berbagai bentuk kebijakan dalam menentang para penjajah

Palestina, satu-satunya Negara yang masih mengalami dampak buruk dari pendudukan yang dilakukan oleh penjajah: zionis Israel. Dalam waktu 11 hari, ada 243 korban akibat dari serangan yang kembali dilakukan oleh zionis Israel setelah beberapa tahun melakukan genjatan senjata. Tentu usaha pendudukan ini tak hanya mengakibatkan tragedi kemanusiaan, namun banyak kerugian materil-materil para warga Palestina. Banyak gedung hancur, tempat-tempat publik semacam rumah sakit, tempat bekerja dan banyak tempat tinggal rata dengan tanah. Ini adalah hal lain dari buruknya usaha pendudukan zionis Israel kepada Palestina.

Tak hanya itu, banyak hal dari aspek-aspek aktivitas warga Palestina yang kini mati akibat pendudukan itu. Aspek ekonomi misalnya: banyak warga Palestina yang kehilangan pekerjaannya. Pemerintah Palestina kini membagi prioritasnya: tak hanya mengurus pandemi covid-19, namun juga mengurus pukulan dua kali atas kondisi perekonomian mereka setelah pandemi memukul lebih awal sejak satu tahun lalu. Kini Palestina dipukul kembali sebagai dampak dari proses pendudukan zionis Israel kepada Palestina.

Ditambah zionis Israel memulai permasalahan pada saat dimana warga Palestina tengah melakukan ibadah di ujung bulan ramadhan kemarin. Sebuah tindakan yang sangat kurang ajar: tidak menghormati hal prinsip dalam agama mayoritas di Palestina itu. Dan dengan sangat gampangnya mereka mengatakan reaksi hamas beberapa waktu kemudian sebagai legitimasi menyerang Palestina dengan lebih bar-bar hingga mengorbankan 243 jiwa. Lalu kemudian mereka setuju melakukan genjatan senjata setelah korban sebanyak itu.

Antara Matinya Nilai Kemanusiaan dan Etno-Demokrasi

Deklarasi Palestina merdeka terjadi pada 15 November 1988. Namun sampai tahun 2021 masih berusaha mempertahankan kemerdekaannya: 32 tahun lamanya dari sejak deklarasi. Hingga saat ini masih banyak warga Palestina tidak bisa kembali ke tempat tinggalnya karena pendudukan yang dilakukan Israel. Perasaan nyaman sebagai bangsa merdeka belumlah terjadi sebagaimana bangsa lain. Hingga hari ini bangsa Palestina tidak percaya kepada zionis Israel karena berbagai pengingkarannya terhadap kesepakatan Israel terhadap Palestina. Bangsa Palestina masih dalam status siaga mewanti-wanti serangan Israel lagi.

Sebuah tragedi kemanusiaan yang sangat parah di tengah kemapanan arti penting kemanusiaan. Sudah menjadi praksis dunia secara global. Soal hak asasi manusia sudah masuk bahkan ke dalam bilik kamar-kamar pribadi manusia dengan kecanggihan teknologi informasi.

Sungguh sangat aneh melihat Israel dengan segala kebar-barannya. Mereka dalam satu sisi sangat mengecam perlakuan Hitler, Nazi Jerman terhadap Yahudi Eropa, namun perlakuannya sama saja dengan apa yang dilakuan Hitler: sebuah fenomena Apartheid. Israel secara terang-terangan melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan yang lebih parah, mereka didukung oleh Amerika: sebuah simbol Negara liberalisme yang mengusung hak-hak individu manusia.

Sebuah tontonan arogansi kepada seluruh Negara. Mereka yang melawan arogansi dibunuh karakter-karakternya. Banyak aktivis-aktivis HAM di Eropa yang dicaci, diserang karena mendukung Palestina. Sungguh na’as. Terlebih Negara-negara besar lainnya mengambil kesempatan untuk menunjukkan kekuatan yang dimilikinya. Kemanusiaan dikomersilkan, kemanusiaan diinjak-injak nilai-nilainya. Semua digadai demi sebuah tujuan politik. Kemanusiaan tak dianut menjadi sebuah praksis yang mulia bagi kehidupan yang lebih baik: sebagai refleksi perjalanan pahit akan tragedi kemanusiaan-kemanusiaan di masa lalu.

Atau nilai-nilai kemanusiaan itu hanya sebuah bualan saja. Aneh memang jika dipikir-pikir. Mereka yang mengusungnya, menjadikannya sebagai wacana mapan di dunia, namun mereka sendiri yang melakukan penjajahan. Belanda misalnya: sebuah Negara yang mewarisi rasionalitas abad pencerahan di Eropa yang kemudian melahirkan konsep-konsep kemanusiaan itu, namun dalam satu sisi yang lain menganaktirikan pribumi. Prancis dan Inggris juga melakukan praktik penjajahan, padahal di dua Negara inilah pencerahan itu dilahirkan. Secara de facto, Negara Eropa sendiri yang banyak melakukan penjajahan itu. Dan merekalah yang bicara kemanusiaan dengan lantangnya.

Di tengah mapannya nilai konsep kemanusiaan itu Israel melakukan penjajahan dan sudah lama: menindas manusia yang lain, melakukan persekusi. Gayanya sama saja dengan gaya penjajah Eropa di masa lalu: gaya “self-defence” untuk menghalalkan persekusi itu. Mereka membunuh banyak jiwa, melanggar aturan perang: membunuh anak-anak, wanita dan Israel tidak diberi sanksi akan hal itu. Dimana nilai kemanusiaan itu? Bukankah kebijakan Amerika memberikan dana besar ke Israel baru-baru ini adalah fakta mencengangkan setelah serangan yang memakan korban ratusan jiwa?

Atau sebenarnya perlakuan kesamaan manusia di depan hukum, pembelaan nilai-nilai kemanusiaan itu ada namun tidak universal? Ini yang kemudian disebut oleh para intelektual sebagai “etno-demokrasi”: perlakuan kemanusiaan itu hanya diberikan kepada orang-orang tertentu. Mengutip yang ditulis Gus Ulil bahwa Israel memperlakukan orang arab di Israel sebagai mansyarakat kelas dua. Mereka tak diperlakukan sama! Nilai kemanusiaan yang universal itu bukanlah untuk mereka (Ulil Absar Abdalla: 2021). Perlakuan yang baik hanyalah mereka yang diistimewakan saja.

Zulkarnaen Duhasanah
Zulkarnaen Duhasanah
Co-Founder TGB Institute
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.