Geram sekali rasanya ketika membaca berita tentang jatuhnya korban dari pihak polisi akibat tubuhnya terbakar saat mengamankan demonstrasi di wilayah Cianjur. Begitu mudahnya pendemo menyiramkan minyak penyulut api, seperti penjelasan aparat keamanan setempat.
Sedih, cemas, lemas, sekaligus memberontak ketika mendengar kabar ini sebab jika memang benar pelakunya adalah kelompok terpelajar, maka yang patut dipertanyakan adalah latar belakang moralnya. Pedas memang, istilah yang digunakan, yaitu moral.
Berangkat dari nilai moral, kita semua tahu bahwa sikap dan perilaku seseorang mulai terbentuk. Tanpa bermaksud menyalahkan orang tua atau lingkungan pendidikannya, yang jelas aspek perilaku pelakunya patut dipertanyakan. Dan hukuman harus diberikan kepada pelakunya, entah karena sengaja maupun tak sengaja.
Untuk keluarga pelaku, silakan dipikir dan dibayangkan baik-baik bahwa setelah kejadian ini paling tidak ada empat tulang punggung keluarga yang terganggu kondisi fisiknya! Ada empat keluarga yang mungkin sudah punya istri dan anak.
Ada empat keluarga yang harus mondar-mandir ke rumah sakit mengantri obat, menunggu pemeriksaan dokter, bersandar lemas di balik pintu ruang operasi, menitipkan anak pada tetangga, dan segala kerepotan lain-yang pasti tidak mau Anda lakukan.
Kekecewaan yang luar biasa mendalam, sangat dirasakan oleh mereka, keluarga Bhayangkara. Inikah bentuk penghargaan kita, tanda hormat kita, dan semua apresiasi yang patut mereka terima?
Jika ada empat orang tangguh yang kemudian punya kecacatan fisik tetap, bersediakah Anda menggantikannya untuk mencari nafkah untuk keluarganya? Untuk mendidik, membentuk kedisiplinan, dan punya sikap tegas dalam membela lingkungan kita, negara ini sudah mengeluarkan banyak biaya. Bersediakah Anda mengganti biaya pendidikan dan pelatihan mereka hingga bisa setangguh ini?
Tak perlu Anda menjawabnya sebab pasti Anda menolaknya. Utamanya jika Anda diminta menggantikan perasaan sakit hatinya isteri dan anak-anak pejuang Bhayangkara ini ketika tak bisa lagi mengantarkan isteri bekerja, menunggui anak sekolah hingga masa kuliah dan memandang keturunannya.
Semua itu tak bisa dihitung nilainya, dan Anda tak mampu menggantikannya. Mereka hanya bisa menelan ludah memendam kecewa, sedih, marah, dan murka. Moral siapa yang harus diperbaiki?