Kamis, April 25, 2024

Ihwal Jilbab dalam Konteks Kekuasaan Foucault

Farika Maula
Farika Maula
I'm journalist based on Jogja

Jilbab (isme) merupakan salah satu contoh yang dipraktekkan para elite sebagai wacana yang diperebutkan. Jilbab (isme) semakin popular ketika budaya populer juga berkembang dan menjadi trend. Istilah jilbab (isme) disosialisasikan para pemangku kepentingan di sekolah, perusahaan dan beberapa tempat wisata tertentu baik secara hegemoni maupun dengan cara dominasi.

Menjadi suatu hal yang biasa dan wajar bagi orang yang bukan beragama Islam menggunakan jilbab dalam aktifitas sehari-hari. Mereka yang bukan Islam wajib memakai jilbab sebagai suatu keharusan padahal dari segi aturan tidak mempunyai dasar hukum. Implikasi jilbab (isme) yang berlaku saat ini di beberapa daerah mengakibatkan identitasnya semakin kabur. Wacana jilbab (isme) menjadi strategi kuasa yang menyangkut kebenaran melewati instansi-instansi untuk menyebaluaskan suatu rezim kekuasaan.

Michael Foucault adalah orang yang selalu curiga. Curiga pada setiap rejim kebenaran pengetahuan yang diperagakan dalam setiap lintasan sejarah. Bahwa kekuasaan bukanlah sebuah otoritas yang dimiliki oleh subyek atau kelas tertentu seperti konsepsi Karl Marx, tapi kekuasaan adalah entitas yang digelar dan diperagakan oleh semua individu dalam ruang sosial yang kesemuanya dikendalikan.

Kekuasaan berjalan dalam semua sendi kehidupan termasuk dalam dunia pendidikan. Kenyataan bahwa pendidikan berjalan dalam ruang- ruang kekuasaan tak mampu ditolak oleh realitas yang ada; relasi antara guru-murid dalam kelas, serta relasi lain dalam ruang yang lebih luas. Baru baru ini ada wacana mengenai tes keperawanan yang harus dilakukan sebelum seseorang masuk sekolah sebagai syarat masuk sekolah.

Wacana tersebut tentu menjadi polemik yang beredar  dalam masyarakat antara membendung kenyataan telah sangat luasnya pergaulan bebas dikalangan para remaja, keinginan untuk mencegah hal tersebut semakin menjadi dan realitas bahwa wacana tersebut, jika benar-benar dilaksanakan, maka akan benar-benar menciderai kebebasan, hak sebagai manusia untuk menentukan apa dan mana yang baik untuk dikenakan dan memungkinkan berjalannya simbol kekuasaan didalamnya.

Selain itu wacana jilbab (isme) penggunaan jilbab bagi perempuan yang bekerja di sebuah instansi atau perusahaan dan juga para pelajar atau siswa yang diwajibkan memakai jilbab ketika berangkat sekolah yang dinilai merupakan hak bagi individu adalah merupakan wacana kekuasaan yang juga diproduksi. Mengapa dalam hal ini perempuan saja yang dijadikan objek, lalu bagaimana denagn lelaki jika mengingat bahwa pergaulan bebas adalah relasi yang berjalan antara laki-laki dan perempuan dalam tataran simbolik.

Semangat penggunaan jilbab pada masa Orde Baru dimulai oleh para remaja puteri. Pada awalnya jilbab dianggap sebagai fenomena politik oleh pemerintah Orde Baru. Sehingga menimbulkan reaksi kecurigaan pemerintah Orde Baru terhadap kelompok Islam Politik. Jilbab dipandang oleh pemerintahan Orde Baru sebagai bentuk pemberontakan yang dilakukan kelompok Islam ekstrimis yang bisa mengganggu keamanan negara bahkan yang akan merongrong kewibawaan para penguasa saat itu.

Memasuki masa reformasi jilbab menjadi fenomena yang diminati oleh banyak orang dari berbagai kalangan untuk menggunakannya. Apalagi didukung oleh pers atau majalah-majalah yang memuat model-model dengan menggunakan jilbab atau kerudung menjadikan jilbab dengan berbagai model.

Perkembangan jilbab terus meningkat kepada kalangan pekerja seperti dunia bisnis yang awalnya jarang bahkan tidak ada yang menggunakan jilbab, karena jilbab dulunya dianggap oleh para pengusaha-pengusaha sebagai pakaian yang kampungan. Memasuki masa sekarang, muslimah menikmati kebebasan dalam menggunakan jilbab terbukti dengan begitu banyaknya model-model jilbab, merek-merek jilbab yang ternama seperti Zoya, Zahra, Elzatta, Rabbani, Meccanism dan lainnya.

Keberagaman gaya jilbab mulai dari pakaian dengan potongan kain yang berbentuk asimetris, berbagai bentuk Bisa dikatakan jilbab sekarang menjadi trend Fashion dengan begitu banyak kreasi-kreasi model jilbab yang kita temukan di kalangan remaja, orang dewasa bahkan ibu-ibu.

Kita bisa melihatnya di tempat-tempat umum, kampus-kampus dan kantor-kantor begitu banyaknya model atau kreasi jilbab yang wanita Islam kenakan. Sekarang Indonesia menjadi pusat fashion jilbab yang diakui dunia dikarenakan makin meningkatnya minat para desainer pakaian muslim dalam mendesain pakaian muslim yang modern, seperti: scarf segi empat dan pashmina dengan motif yang beragam seperti motif flowers, animal print, tiedye, etnik, polkadot serta motif lainnya yang semakin menarik dengan pemilihan warna yang segar, lembut (soft) dan tentunya tambahan aksesoris dengan berbagai macam bentuk yang cantik.

Fenomena jilbab ini memiliki pola tertentu yang menarik dan penting, bahkan tidak melulu bersifat teologis. Ketika jilbab sempat dilarang dikenakan di sekolah, banyak murid yang terpaksa dikeluarkan karena berjilbab justru sekarang malah sebaliknya. Popularitas jilbab saat ini semakin meluas, penggunaan jilbab atau jilbab (isme) yang tidak mungkin terjadi di masa Orde Baru kini menjadi mungkin.

Misalnya, kewajiban memakai jilbab disekolah negeri, ketika seorang terdakwa kasus korupsi mendadak mengubah penampilannya menggunakan jilbab. Bahkan jilbab saat ini menjadi seragam instansi tertentu. Di sisi lain, di ruang publik tak jarang ditemukan pengumuman tertulis “Anda Memasuki Kawasan Berjilbab”. Siapapun kini dapat mengenakan jilbab bergantung pada kepentingan yang hendak dituju. Beberapa sekolah kini juga mewajibkan memakai jilbab.

Pembentukan wacana jilbab dalam konsep kekuasaan Michel Foucault bahwa kekuasaan menyebar lewat pengetahuan. Menurut Foucault, kekuasaan itu menyebar tanpa bisa dilokalisasi, ada di mana – mana, meresap dalam seluruh relasi sosial, subyek kekuasaan tidak seharusnya seorang perdana menteri, raja, atau presiden terhadap rakyatnya, bahkan ia dapat muncul dari relasi mandor – kuli, guru – murid, dokter – pasien, dan sebagainya.

Ia tidak dimonopoli siapapun, tetapi beroperasi dalam relasi ilmu pengetahuan dan situasi strategis kompleks dalam masyarakat. Kekuasaan merupakan tatanan disiplin yang melekat pada ambisi pengetahuan, yang tidak selalu represif, tetapi produktif. Ia muncul tatkala terjadi perbedaan dan diskriminasi. Kontrol kekuasaan dijalankan dengan mekanisme disiplin, normalisasi, sistem panoptik, klasifikasi, dan identifikasi.

Dalam kasus jilbab, orang akan mulai mengenakan jilbab secara sukarela setelah bersentuhan dengan pengetahuan tentang jilbab. Menurut Foucault, kekuasaan seringkali tidak disadari. Kekuasaan bukan berbentuk represi terhadap individu, tetapi justru sering tidak disadari dan hadir melalui wacana dan pengetahuan yang tersebar dalam hal ini adalah jilbab (isme).

Ketika orang ikut mengamini, membicarakannya lalu menyebarkannya ia sudah ada dalam kekuasaan wacana. Meskipun “pintu masuk” melalui kalangan aktifis gerakan Islam bukan berarti berpusat pada mereka.

Farika Maula
Farika Maula
I'm journalist based on Jogja
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.