Sabtu, Mei 4, 2024

Ibu, Simbol Keterkaitan Manusia dengan Alam

Intan Febriyanti
Intan Febriyanti
Saya Intan Reylita Febriyanti sedang menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya diprogram studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Penghormatan terhadap alam telah menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah manusia. Sebagai makhluk hidup tentu kita tidak dapat memisahkan diri dari alam. Segala sesuatu yang kita konsumsi berasal dari sumber daya alam. Salah satu simbol yang mencerminkan keterkaitan manusia dengan alam ialah konsep “Ibu Bumi”.

Konsep itu ada dalam berbagai budaya dan mitologi di seluruh dunia, terutama Indonesia. Kebudayaan sebagai basis nilai yang mengatur antara manusia dengan tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam yang direpresentasikan oleh sosok ibu (Aurora Ponda, 2017). Namun dalam konteks kebudayaan, eksistensi ibu secara historis berubah dari masa ke masa tergantung dengan kondisi sosial lingkungan sekitarnya.

Mengilustrasikan pandangan bahwa bumi adalah ibu yang memberi kehidupan yang harus dijaga serta dihormati (Sutinah, 2016). Eksistensi seorang ibu secara universal disatukan oleh sikap motherhood (keibuan). Seorang wanita dikarunia rahim sebagai pembeda dengan pria sehingga wanita dapat mengandung dan melahirkan anak. Hal tersebut menjadikan ibu sebagai sosok penting dalam proses berlangsungnya peradaban manusia.

Menurut Shari L. Thurer (1994), model motherhood dalam suatu budaya belum tentu sama dengan budaya lain sebab tiap daerah memiliki stereotip yang berbeda. Masyarakat dalam daerah tersebut memiliki ideologinya sendiri, biasanya disertai dengan berbagai ritual, simbol-simbol ibu dan norma-norma.

Di Indonesia ada beberapa daerah yang memiliki tradisi, adat, atau bahkan bangunan yang menjadi penggambaran ibu dengan bumi. Seperti yang ada di Desa Wologai Tengah Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Disana terdapat rumah adat yang jarang kita tahu (Aurora Ponda, 2017). Bagi masyarakat setempat, rumah adat memiliki gambaran sebagai rahim seorang ibu.

Gambaran tersebut bermakna bahwa penghuni rumah tersebut akan merasa tenang dan terkindungi. Bahkan, setiap setahun sekali masyarakat Desa Wologai melaksanakan sebuah ritual yang dinamakan ritual syukur panen raya. Ritual ini ditujukan sebagai bentuk penghormatan warga pada ibu bumi yang masih menghasilkan hasil panen. Ungkapan lain yang dikenal yaitu “Duli uhe, pali ara” yang memiliki arti “tanah itu ibu, emas adalah penopangnya”. Masyarakat Ende percaya bahwa tak seorangpun boleh merusak tanah sebab itu akan merusak kehidupan.

Selain di Nusa Tenggara Timur, mitos tentang keberadaan sosok ibu juga tersebar dibeberapa daerah di Indonesia dengan berbagai versi yang berbeda. Tak terkecuali kepercayaan yang dipercayai mayarakat Suku Dayak Iban Sui Utik di Kalimantan. Mereka menganggap ibu sebagai perempuan dengan kekuatan yang besar dalam hubungannya dengan tanah tempat manusia hidup. “Tanah to indai kitai” istilah tersebut biasa disebutkan oleh mereka, dimana istilah itu memiliki arti bahwa “tanah adalah ibu kita”. Sama halnya dengan kepercayaan masyarakat Papua yang menganggap tanah seperti ibu yang memberi kehidupan dan tiak boleh disakiti dan dirusak.

Disamping mitos kepercayaan tentang ibu dan bumi yang sampai saat ini dipercayai oleh beberapa suku masyarakat yang telah dipaparkan di atas, mitos ibu yang berkaitan dengan alam juga dijelaskan dalam cerita rakyat yang ada di Indonesia. Salah satu contohnya yakni Malin Kundang.

Malin Kundang merupakan sebuah cerita rakyat yang berasal dari masyarakat etnik Padang yang menceritakan tentang perjalanan hidup seorang anak lakilaki yang berasal dari keluarga miskin, lalu pergi merantau dengan tujuan untuk memperbaiki nasib. Takdir membawa anak itu menuju kesuksesan di tanah rantau, namun berubahlah sifat dan sikap anak itu terhadap ibu yang telah membesarkannya. Malin merasa malu untuk mengakui ibunya sendiri yang sudah tua renta dan hidup melarat sehingga ia tak mau mengakui ibunya sendiri. Ibunya yang sakit hati pun menjatuhkan sumpah kutukan yaitu mengutuk anaknya menjadi batu.

Sosok ibu yang digambarkan dalam cerita rakyat Malin Kundang memiliki sifat yang penuh kasih sayang terutama dalam hal membesarkan dan merawat anak. Tampak betapa penting dan memiliki penagaruh yang besar bagi kehdupan anaknya seperti yang telah dijelaskan pada bagian akhir cerita. Bagian tersebut menunjukkan bahwa berkat kekuatan doa sang ibu yang tersakiti oleh sikap dan sifat sang anak yang tak menganggapnya membuatnya mampu mengutuk anaknya menjadi batu. Dapat disimpulkan bahwa kekuatan doa ibu memiliki konektivitas yang kuat dengan kekuatan sang pencipta sehingga sebagai anak kita tidak boleh durhaka kepada ibu.

Di Indonesia sosok ibu memiliki keterkaitan dengan alam yang selalu dihubungan dengan bumi dan tanah sebagai pusat kehidupan yang sangat dihargai. Cerita rakyat yang dimiliki oleh beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kearifan lokal yang berkaitan dengan eksistensi kekuatan, kekuasaan, dan pengaruh ibu dalam kehidupan anak, keluarga, hingga teritorial pemerintah. Karena ibu memainkan peran utama di dalam kegiatan keterikatan, berbagi, dan berpartisipasi secara harmonis dengan alam dan semuanya yang berorientasi dengan keberlangsungan hidup.

Alam adalah teman dan sebagai penjaga keberlagsungan hidup alam serta pemangku reproduksi kehidupan, perempuan juga adalah teman (Tong, 2004: 80).

Intan Febriyanti
Intan Febriyanti
Saya Intan Reylita Febriyanti sedang menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya diprogram studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.