Lembaga kajian humor, Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3), berkolaborasi dengan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Interstudi untuk mencetak sejarah baru; yakni memasukkan humor ke dalam kurikulum perkuliahan. Kurikulum implementasi humor ini terdapat pada jurusan Public Relations (PR) dan mulai diajarkan semester ganjil 2019, tepatnya pada 19 September lalu.
Pembahasan humor ini difungsikan sebagai medium untuk membuat beragam produk komunikasi konkret yang menarik; mulai dari jurnalistik, iklan, naskah komedi, bahkan untuk sekadar penulisan joke (lelucon).
Teori, manfaat, hingga etika dan estetika humor dikupas secara serius dan ilmiah di kelas tersebut. Program ini merupakan bagian dari visi besar memasyarakatkan kajian humor di Tanah Air. Menurut Seno Gumira Ajidarma, salah satu pendiri Ihik3, sudah seharusnya sekolah, akademi, hingga perguruan tinggi di Indonesia melihat humor sebagai sesuatu yang penting bagi aspek-aspek kehidupan, tidak sekadar untuk hiburan saja.
“Kajian Humor adalah blind spot dalam dunia akademik kita – padahal humor begitu fenomenal, massal, dan vital dalam budaya kontemporer hari ini,” jelas sastrawan dan pemikir humor tersebut.
Untuk sementara, mata kuliah berkurikulum humor ini baru tersedia untuk mahasiswa dari kelas eksekutif Public Relations (Kamis, pukul 19.00 WIB). Namun pada semester berikutnya (Maret 2020), IHIK3 dan STIKOM Interstudi berkomitmen untuk menerapkannya pula di kelas reguler konsentrasi Broadcasting.
Sebagai pengantar, IHIK3 dan STIKOM Interstudi menggelar kuliah umum yang dibawakan oleh Seno Gumira Ajidarma tentang humor pada Rabu, 25 September 2019, pukul 14.00-16.00 WIB, bertempat di STIKOM Interstudi, Jl Wijaya II no. 62, Jakarta Selatan.
Walaupun humor dibawa ke ranah akademis yang identik dengan kata “teori” dan “ textbook”, pendekatan IHIK3 dan STIKOM Interstudi jelas berbeda. Mata kuliah ini tetap berpijak pada kajian ilmiah sembari diramu dengan pengalaman serta kepakaran para pengampunya. Tak tanggung-tanggung, para pengampu untuk mata kuliah ini datang dari akademisi humor dan kalangan profesional sekaligus praktisi industri Tanah Air yang menggunakan humor dalam berkarya.
Para pengampu yang namanya sudah tak asing itu adalah: Soleh Solihun (komika, aktor komedi, presenter, content creator), Denny Chandra (presenter dan komedian dari Padhayangan Project), Maman Suherman (penulis, duta literasi, konseptor program televisi), Agus Noor (sastrawan, sutradara teater, praktisi penulisan naskah humor), Mice (kartunis), Budiman Hakim (praktisi periklanan), Danny Septriadi (periset humor, praktisi pajak, salah satu pendiri IHIK3), Novrita Widiyastuti (akademisi, CEO IHIK3), dan Yasser Fikry (akademisi, penulis humor, COO IHIK3).
Menurut Mice, ”Waktu kuliah dulu di FSRD IKJ (Fakultas Seni Rupa dan Desain) nggak ada tuh mata kuliah Menggambar Kartun… Nah, ini cukup mengejutkan… di Public Relations STIKOM Interstudi malah ada kurikulum HUMOR!”
Secara global sendiri, perguruan tinggi yang menyediakan mata kuliah humor masih sangat terbatas. Mahasiswa Indonesia yang tertarik mengkaji humor harus jauh-jauh ke luar negeri untuk mengikuti mata kuliah tentang humor, misalnya di Stanford University.
Namun, yang menjadi pembeda, kelas humor yang ditawarkan IHIK3 – STIKOM Interstudi lebih bersifat praktis untuk kebutuhan industri komunikasi, tepatnya bagaimana membungkus dan menyampaikan pesan dengan efektif dan tepat guna dengan menggunakan humor supaya inti dari pesan itu dapat mudah diterima masyarakat. Sementara di Stanford, kajian humornya lebih spesifik ke humor at work (humor di lingkungan kerja).
Kolaborasi IHIK3 dengan STIKOM Interstudi ini baru permulaan. IHIK3 dengan tangan terbuka siap berkolaborasi dengan institusi pendidikan lain untuk menggodok kurikulum humor yang sesuai dengan kebutuhan industri dan kompetensi profesional yang akan dilahirkan.