Jumat, Maret 29, 2024

Hijab dan Pemerkosaan

Rizky
Rizky
Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Banyak sekali di antara kita yang masih suka menyalahkan perempuan bila berbicara mengenai pemerkosaan. Kata-kata seperti “Siapa suruh gak nutup aurat” atau “Makanya pakai jilbab dong biar gak diperkosa” tentunya sering kita dengar. Seolah-olah kita menuduh korban sebagai pelaku.

Sungguh logika yang aneh, tapi nyata. Hal itu bisa dianalogikan seperti seorang perampok merampok rumahnya sendiri. Dialah korban perampokan dan dialah pelaku perampokan. Mana mungkin perampok tersebut dikatakan merampok sesuatu yang merupakan hak miliknya sendiri. Padahal tindakan merampok itu bila yang kita rampok itu adalah hak milik orang lain.

Mana mungkin seorang wanita dikatakan memerkosa dirinya sendiri padahal tubuh itu tubuhnya sendiri bukan tubuh orang lain? Lagi pula meskipun seorang perempuan menutup auratnya, apakah ada jaminan bahwa perempuan itu akan terhindar dari tindak pemerkosaan? Tentu tidak.

Karena, menurut sebuah penelitian dan survei yang dilakukan oleh The Woman Stats Project mengungkapkan bahwa negara-negara seperti Islandia atau Selandia Baru memiliki catatan perkosaan yang sangat rendah. Begitu juga di negara-negara barat dan Non-muslim pada umumnya.

Walaupun di negara-negara seperti Swedia, Norwegia, dan Denmark yang belakangan menunjukan peningkatan peristiwa pemerkosaan, rupanya para pelaku pemerkosaan di negara tersebut diduga merupakan kaum muslim yang merupakan imigran dari Timur Tengah. Imigran dari Timur Tengah banyak berdatangan ke Eropa karena konflik yang berkepanjangan di Timur Tengah.

Ironisnya justru kasus pemerkosaan banyak dilaporkan terjadi di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Contohnya di Mesir, menurut sejumlah tokoh dan aktivis perempuan di Mesir seperti Engy Ghoslan dan Mona Eltahawy dikatakan bahwa kasus pemerkosaan mencapai 200,000 per tahun.

Bahkan data dari United Nations Entity for Gender Equality tahun 2013 menyebut lebih dari 90% perempuan di Mesir mengalami berbagai macam bentuk kekerasan dan pelecehan seksual.

Lalu di Arab Saudi bahkan, pernah terjadi kasus pemerkosaan massal pada tahun 2006 yang melibatkan seorang perempuan diperkosa ramai-ramai oleh tujuh laki-laki Saudi yang berakhir dengan hukuman cambuk dan penjara bagi para pemerkosanya. Padahal, kita tahu bahwa Arab Saudi merupakan negara yang terkenal begitu konservatif dalam hal mengatur busana perempuan.

Jadi tidak selalu yang pakaiannya terbuka pasti berisiko besar menjadi korban pemerkosaan. Bahkan data di atas menunjukkan bahwa yang berpakaian tertutup pun tidak menutup kemungkinan bisa menjadi korban pemerkosaan juga.

Masalahnya bukan pada pakaian perempuan yang terbuka, melainkan pada dua hal yaitu pikiran dan hukum suatu negara.

Pertama mengenai pikiran. Kalau pikiran kita memang kotor, otak kita memang ngeres, meskipun wanita di depan kita memakai pakaian tertutup sekalipun kita akan tetap terangsang. Begitupun sebaliknya, bila pikiran kita bersih, hati kita bersih walaupun di depan mata kita ada wanita yang berjoget dengan pakaian minim tentu kita tidak akan terangsang.

Coba bayangkan kita berada di posisi nabi Yusuf ketika berduaan dengan Zulaikha di suatu ruangan yang tertutup. Hanya berdua dengan wanita cantik yang juga permaisuri yang menginginkan kita. Apalagi kita seorang pemuda yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan hasrat yang bergejolak dalam diri. Sepertinya tidak ada yang menghalangi kita untuk melakukan perbuatan asusila saat itu.

Nabi Yusuf mengajarkan kita bahwa sekalipun wanita depan kita begitu cantik juga menggoda, kita sebenarnya bisa untuk menahan diri melakukan tindakan asusila. Bukan malah menyalahkan wanita itu. Itu cuma alasan kita aja. Alasan orang yang kalah. Kalah oleh nafsu.

Kedua mengenai penegakan hukum. Perlindungan terhadap hak-hak perempuan di negara-negara islam biasanya dilakukan setengah hati. Misalnya di Indonesia. Kita masih ingat kasus yang menimpa Agni. Seorang mahasiswi Universitas Gadjah Mada pada tahun 2017. Agni (yang bukan nama sebenarnya) kala itu diperkosa di tempat dia KKN di Pulau Seram, Maluku. Namun endingnya hanyalah permintaan maaf yang dilakukan pelaku kepadanya. Dan perkara ditutup.

Inilah gambaran betapa hukum yang diciptakan untuk melindungi hak perempuan hanya ditegakkan sepenuh hati. Hal itulah yang membuat para pelaku pemerkosaan tidak pernah kapok melakukan tindakan tersebut. Tidak perduli pakaian korbannya tertutup atau tidak. Bukankah Agni juga berhijab?

Banyak sekali orang mengumpamakan seperti ini ” ikan yang tertutup oleh kemasan tidak akan mau dimakan oleh kucing, sementara ikan yang telanjang tidak tertutup oleh kemasan pasti akan dimakan kucing”. Biasanya perumpamaan begitu dituturkan mereka yang menyalahkan perempuan atas kasus pemerkosaan.

Sekarang pertanyaanya, apakah manusia sama dengan kucing?

Kucing tidak memakan ikan yang tertutup oleh kemasan karena kucing tidak bisa membuka kemasan itu. Sementara manusia serapat apapun bungkus kemasan penutupnya pasti bisa ia buka entah dengan cara apapun.

Apakah begitu rendahnya kita menyamakan diri kita dengan seekor kucing?

Maka dari berhentilah menyalahkan perempuan atas kasus pemerkosaan. Ada baiknya kita bermuhasabah. Kita Intropeksi diri kita sendiri. Untuk individu marilah kita pertanyakan diri kita sendiri. Mungkinkah iman kita mudah dikalahkan hanya karena model pakaian? Karena seringkali alasan itu muncul dari mulut orang yang kalah bukan?

Rizky
Rizky
Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.