Sabtu, April 20, 2024

Hasrat Membumikan Peluang Konflik

Mustaq Zabidi
Mustaq Zabidi
Penulis Lepas

Islam sebagai agama yang penuh rahmat kerapkali dipahami timpang oleh sebagian pihak. Kesan pemaknaan visual terlihat dari seretnya pemikiran atas teks agama yang ditampilkan statis. Penyempitan makna, tafsir yang timpang dan pemaknaan yang terkesan tumpang tindih justru akan memperdalam jurang keterbelakangan. Keberadaan agama akan terkesan pada sesuatu yang monoton, tidak fleksibel dan kurang adaptif. Sehingga, jejak pemahaman yang ganjil tersebut akan membahayakan keberlangsungan agama pada tataran yang universal.

Terminologi Islam terletak pada pemaknaan yang substansial yakni rahmatallil `alamin. Keberadaan Islam yang dipersepsikan beragam memunculkan makna ganda sehingga timbul terma seperti, Islam radikal, ekstrimis dan sebagainya. Hal inilah yang sebetulnya tidak perlu muncul pengistilahan yang beragam sehingga Islam dimaknai sebagai bentuk tunggal dari pengejawantahan nilai kerahmatan (belas kasih). Namun, faktanya telah banyak yang terlanjur membahasakan terma Islam dalam wujud pengelompokan istilah tertentu.

Munculnya terma kelompok Islam kosmopolitan merupakan gambaran perlawanan atas sakleknya pemikiran beberapa kelompok tertentu yang sering menisbahkan sesuatu hal yang kurang  mendasar. Ada klaim kebenaran yang diasumsikan subjektif dan peletakkan hukum yang terkesan main aman. Sesuatu yang dianggap tidak ada pada zaman nabi dihukumi salah dan terlarang sehingga hujah ulama dalam menetapkan hukum kurang dipahami secara mendalam atau terperinci. Padahal, peran ulama sama pentingnya dengan qoulinya nabi karena sebagai pewaris para nabi.

Majunya peradaban Islam diukur dari bagaimana menerima sesuatu hal yang baru dan terbukanya jangkauan pandangan pengetahuannya. Pemaknaan Islam tidak terpusat pada justifikasi persoalan haram, kafir, bid`ah dan sebagainya. Namun, lebih general pada bagaimana Islam menjawab segala tantangan zaman dan tudingan buruk terhadap Islam yang saat ini marak terjadi di hampir belahan dunia. Tentu, hal ini menjadi sesuatu yang urgen karena menyangkut konteks Islam secara luas.

Islam harus hadir atas berbagai persoalan yang membutuhkan solusi kritis. Tak sedikit negara di timur tengah yang saat ini sedang dilanda krisis kepemimpinan hingga berujung pada timbulnya berbagai gejolak politik dan instabilitas keamanan. Pemberontakan semakin melebar dengan masuknya intervensi asing yang ikut berunding dalam menyuplai kebutuhan persenjataan. Kelompok yang kontra pemerintah kemudian membuat semacam laskar atau barisan tertentu dengan mencantumkan label jihad sebagai wujud gerakan simbolis.

Gerakan pemberontakan tersebut justru dimaknai berbeda di Indonesia. Satu sisi, hal itu dianggap tren positif bagi kelompok yang mudah tersulut persoalan sensitivitas agama. Namun, disisi lain hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri akan pengaruhnya terhadap kelompok jihadis di Indonesia. Politisasi agama bunyinya akan semakin menggema dan mudah booming atas persoalan tersebut.

Anehnya, kenapa hal ini justru menjadi fast respon di Indonesia yang secara akses kewilayahan sangat jauh dari daerah konflik. Pertama, kelompok jihadis selalu beranggapan bahwa konflik yang terjadi di timur tengah monoton pada persoalan pertentangan agama (kelompok muslim dan non muslim) sehingga memiliki ketertarikan yang cepat. Kedua, sebagai daerah mayoritas muslim di dunia tidak etis rasanya ketika negara timur tengah (baca; diidentikan negara Islam) yang dilanda konflik justru terkesan didiamkan tanpa ikut berkontribusi meski bukan ranah personal. Hal ini yang sebetulnya mengacaukan pandangan masyarakat umum atas isu konflik yang terjadi di timur tengah. Persoalan tersebut hanya bisa diselesaikan dalam konteks negara bukan komunitas atau hubungan personal.

Konflik yang terjadi di timur tengah harus menjadi kajian khusus dalam mewacanakan pentingnya upaya meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi konflik. Pelbagai pihak harus sinergi dalam upaya memberikan rasa aman terhadap masyarakat, penganut agama dan otoritas terkait karena potensi kejahatan timbul dengan langkah yang tak pasti. Pasalnya, muncul indikasi kepentingan mengimpor konflik dengan berbagai adopsi isu yang sengaja dibumikan untuk memecahbelah kerukunan umat beragama.

Kepentingan untuk menyamakan konflik di timur tengah dengan persoalan di dalam negeri bukanlah sesuatu yang mustahil. Isu sangat mudah diproduksi dan dikembangkan dengan durasi waktu yang singkat. Hal ini terbukti dari tertangkapnya salah satu pelaku hatespeech beserta pengakuannya yang cukup mengejutkan pelbagai pihak. Kejahatan hate speech ini memiliki efek berantai yang amat luas dan berpengaruh pada disharmoni hubungan keberagamaan.

Isu yang bersifat tendensius dan cenderung provokatif akan memantik peluang timbulnya konfrontasi. Keberanian ini menunjukkan semakin bebas dan garangnya seseorang dalam berekspresi dalam menuangkan segenap ide ataupun gagasan. Fakta ini jelas menggambarkan begitu mudahnya pola hegemoni terhadap isu praktis. Padahal, selama ini isu politisasi agama dianggap sebagai barang kusam atau angin lewat namun kenyataannya justru menjadi kontroversial.

Politisasi agama merupakan praktek kejahatan komunal yang benih konfliknya dapat menimbulkan perpecahan antar kelompok atau golongan. Merebaknya isu politisasi ini sebagai jembatan menuju distorsi pemahaman terhadap agama dan negara. Tak sedikit pihak yang menanti keruhnya negeri ini dan pecahnya kapal besar ditengah lautan. Kasus ISIS misalnya, ini merupakan contoh nyata kamuflase yang berkedok agama. Pengakuan dari berbagai pihak yang pernah hijrah ke daerah konflik karena terdorong propaganda ISIS menunjukkan betapa kosongnya imajinasi Islamic State yang selama ini santer diberitakan lewat media internet dan sebagainya.

Asumsi bias telah menunjukkan rendahnya praktek agama terhadap sisi kemanusiaan. Fanatik dalam berpaham telah menggugurkan konsensus keberagaman dan memperlihatkan identitas sebagai bangsa pembenci. Atas dasar kebencian itulah segala hal walaupun itu baik akan dihukumi salah dan keliru. Kontruksi seperti inilah yang harus perlahan dipatahkan dengan terus memberikan pemahaman secara utuh kepada masyarakat. Wallahu `alam……

Mustaq Zabidi
Mustaq Zabidi
Penulis Lepas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.