Pemuda merupakan agen katalisator perubahan bahkan Bung Karno dengan kutipannya yang terkenal “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Mungkin kata-kata itulah yang perlu disematkan kepada tujuh staf khusus presiden yang kini menjabat di Istana Negara.
Mereka adalah representasi dan menjadi tumpuan 42 juta milenial di seluruh Indonesia tentang pembawa perubahan bagi masa depan Indonesia yang lebih baik. Namun, apakah tupoksi dan kewenangan mereka nanti sehingga ketujuh anak muda bersama tujuh stafsus lainnya yang kini bekerja bagi pemerintahan Jokowi?
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2018, staf khusus presiden melaksanakan tugas tertentu yang diberikan presiden di luar tugas yang sudah dicakup dalam susunan organisasi kementerian dan instansi pemerintah lainnya.
Seringkali, tugas-tugas pertimbangan ini dianggap sebelah mata padahal ide, gagasan, dan konsep ini akan membantu tugas Presiden dalam menjalankan pemerintahan jangka pendek hingga jangka panjang.
Oleh sebab itu, Jokowi perlu peran serta staf khusus sebagai bridging antara kaum muda dengan kaum berpengalaman bahkan dengan yang modern dan yang kuno. Potensi anak muda di Indonesia sangat besar dengan adanya fenomena kaum milenial masuk istana.
Mereka tidak hanya menjadi petugas pembantu bahkan lebih dari itu menginovasi program-program agar tepat sasaran seperti adanya program Kartu Pra-Kerja yang ditargetkan mencapai 3 juta penduduk dengan anggaran yang cukup besar 10 triliun. Menanggapi konsep ini, Jokowi berujar bahwa kartu Pra-Kerja mempunyai konsep dan pelaksanaannya mudah dikontrol. Agar dapat diterima dengan baik, Kartu-Pra Kerja yang harus menyesuaikan market place yang ada di Indonesia.
Tidak hanya berkedudukan sama rata, tetapi juga berdampak lebih luas kepada masyarakat pelosok. Karena tingkat pengangguran tidak hanya mempengaruhi penduduk perkotaan, tetapi penduduk pedesaan yang minim aksesbilitas dalam mencari dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kreativitas anak bangsa.
Selain itu, program Mekar bagi masyarakat menengah-bawah menjadi salah satu pekerjaan besar dalam meningkatkan perekonomian Indonesia di angka 6 %. Jika program-program awal tersebut bisa terlaksana dengan ekspektasi yang besar pula maka hal ini merupakan indikator permulaan yang berhasil membawa mereka untuk bekerja lebih baik selama lima tahun kepemimpinan Presiden Jokowi.
Inovasi Stafsus
Inovasi mereka tidak perlu diragukan lagi di bidang mereka masing-masing. Adamas Belva, misalnya dengan start-up Ruang Guru yang mendunia telah banyak menghasilkan penghargaan didalam dan luar negeri.
Start-up yang telah berdiri sejak tahun 2014 telah menghasilkan ribuan bahkan jutaan tutor dan murid yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia guna meningkatkan hasil belajar secara akademis dengan sistem berbasis online.
Tidak kalah dengan temannya, Billy Gracia Mambrasar yang merupakan CEO Kitong Bisa, anak asli Papua yang berjuang untuk kesejahteraan masyarakat Papua khususnya anak muda Papua yang tidak punya fasilitas belajar dirumah dan mengakomodasi sistem belajar yang inklusif bagi siapapun anak Papua yang mau belajar untuk memajukan karir maupun prestasi mereka melalui sektor pendidikan.
Anak yang juga putri sulung Chairul Tanjung, Putri Tanjung juga tidak mau ketinggalan dengan kualitas prestasinya sebagai creativepreneur di bidang event dapat menjadi mata pencaharian bagi anak muda yang perlu menyelenggarakan acara baik skala nasional maupun internasional.
Lalu, adapula Angkie Yudisitia, founder Thisable Entreprises yang juga mempunyai keterbatasan mampu membuktikan bahwa disabilitas bukan menjadi halangan untuk membawa harum nama Angkie agar dikenal sebagai salah satu anak berprestasi di Indonesia.
Merujuk kepada inovasi yang mereka telah berikan bagi Indonesia, rasanya tidak ada yang perlu diragukan mengingat faktor usia bukan penghalang bagi setiap pengambil kebijakan dalam lingkup yang lebih luas terutama lingkaran politik.
Kita bisa melihat ketika Mahathir Muhammad menunjuk dua menterinya yang berasal dari kalangan milenial. Ini menjadi percontohan untuk regenerasi yang telah dipersiapkan Jokowi dalam visi jangka waktu yang panjang untuk mencetak pemimpin-pemimpin baru di masa yang akan datang.
Pentingnya sebuah regenerasi menjadi kunci awal agar tidak ada kekosongan kepemimpinan atau stagnasi kepemimpinan sehingga golongan tua yang mendominasi di era dewasa ini.
Perkembangan zaman dan globalisasi yang deras adalah faktor dimana publik tidak bisa mengikuti cara-cara lama melainkan suatu terobosan atau inovasi yang berkembangan sesuai kebutuhan pasar. Apalagi kita sudah memasuki era revolusi industri 4.0 yang mengacu kepada berbagai akses informasi berdasarkan data dan internet yang dikuasai oleh para milenial.
Harapan Baru
Publik akan bertanya-tanya apa hal yang akan dilakukan para stafsus milenial ini sehingga tujuan berbangsa dan bernegara akan tercapai. Modal usia dan prestasi saja tidak cukup untuk membuktikan kapasitas mereka.
Dengan terjun langsung sebagai policy taker akan menjadi ujian sesungguhnya bagi stafsus milenial dalam pertaruhan yang dilakukan Jokowi. Jika mereka sanggup bekerja melampaui ekspektasi maka bukan hal yang sulit untuk publik merasa terkesan dengan kemampuan dan way of thinking para milenial.
Mereka bukan hanya membuat publik terkaget-kaget diawal penujukannya oleh Jokowi secara langsung, tetapi harus membuat terkesima ketika mengeksekusi sebuah program dengan beragam pertimbangan dan analisis berbasis produktif.
Apa yang menjadi buah pemikiran mereka tidak hanya sebagai gambaran generasi muda dalam menjawab tantangan zaman, tetapi mampu menjawab opini miring dari berbagai pemangku kepentingan. Stafsus milenial adalah sumbu harapan bagi para generasi muda untuk masa depan Indonesia