Sabtu, April 20, 2024

Hantu Itu Bernama Seminar Merah Jambu

Yahya Fathur Rozy
Yahya Fathur Rozy
Mahasantri Pondok Hajjah Nuriyyah Shabran, Mahasiswa Ilmu Alquran dan Tafsir

Pagi itu, saya harus cepat-cepat bergegas menuju kampus untuk mengikuti salah satu mata kuliah pilihan yang saya ambil semester ini. Mata kuliah yang menurut hemat saya, sangat visioner serta kompleks dan mendetail dalam penjelasan dan penjabarannya. Sang Dosen pengampu sangat lihai dan lincah meramu dan memparafrasakan setiap kata-kata yang tertuang dalam bingkai desain grafis power point yang indah nan ciamik buatannya.

Setiap tutur kata yang terucap, diolah dan dikolaborasikan dengan intonasi yang seritme dan seirama dengan gerak badan yang menarik, seakan menjadi obat manjur penangkal rasa kantuk dan habitus apatisme mahasiswa di kelas.

Dalam slide presentasi tersebut, tidak jarang saya dapati dua sosok laki-laki dan perempuan saling berhadapan dan melempar pandang satu sama lain dengan begitu mesranya disertai dengan senyum bahagia, yang terkadang membuat saya nyengar-nyengir sendiri.

Ya, mereka ialah pasangan muda-mudi lengkap dengan jas dan gaun pertanda sebagai pengantin yang siap menempuh hidup baru. Mata kuliah visioner dan sangat menarik itu bernama “Fikih Munakahat”.

Selepas kuliah, saya susuri setiap sudut mading yang berada di fakultas saya guna sekedar mencari woro-woro dan info tentang perlombaan yang mungkin bisa saya ikuti. Namun yang menarik, saya dapati disana sebuah pamflet dengan tulisan berwarna pink (merah jambu) lengkap dengan ornamen-ornamen berbentuk waru (hati) disertai foto sesosok lelaki berpeci putih.

Dengan senyum manisnya dibalut dengan busana berwarna senada dengan warna pecinya yang bermotif sederhana nan rapi, menandakan bahwa ialah seorang Ustadz yang paham dengan masalah agama, terlebih tentang tema yang sedang dibahas dalam pamflet itu. “menemukan cinta sejati” begitulah kiranya tema yang tertera dalam pamflet tersebut, yang akan dibahas dalam bentuk seminar kemudian hari di masjid kampus.

Sepulang saya dari kampus, hal serupa lagi-lagi saya dapati secara tidak sengaja. Kali ini melalui sebaran pesan di akun whatsapp. Dengan desain yang tak kalah menarik, pemflet tersebut menyiratkan suatu pesan kepada pembaca untuk menghadiri suatu seminar yang esensinya sama saja dengan yang sudah tersebut di atas.

Namun kali ini pembicaranya bukan main, langsung dari kalangan selebgram yang hijrah dan sedang viral-viralnya dibicarakan di jagad instagram. Lagi-lagi kampus sebagai sasaran tempat pelaksanaannya yang  kemungkinan besar, para mahasiswa lah yang menjadi sasaran target komoditi tersebut.

Seminar tersebut di dalam kampus saya terkenal dengan sebutan “Seminar Merah Jambu”, entah dari mana terma “merah jambu” melekat pada seminar tersebut. Intinya seminar itu berisi kuliah tentang kisah-kisah dan dinamika percintaan yang dialami oleh pemuda-pemudi pada masanya, yang biasanya dibumbui motivasi-motivasi untuk tetap menjaga dan menjauhkan diri dari hantu yang bernama pacaran yang ditakdirkan sebagai “kemaksiatan cinta yang nyata dan ilegal”.

Sejauh itu saya setuju-setuju saja jika memang hanya itu yang dibahas, tapi tidak jarang setelah itu, dilanjutkan dengan motivasi untuk menikah guna menghindari fitnah-fitnah akhir zaman, fitnah apa? Ya fitnah apalagi kalau bukan fitnah birahi. Apalagi pamflet yang akhir-akhir saya dapati secara terang-terangan bertema “menjemput jodoh impian”, dan ada beberapa yang menyediakan jasa “mak comblang” yaitu sebagai perantara mempertemukan jodoh pesertanya yang masih single satu-sama lainnya.

Sebegitu menakutkankan fitnah birahi yang tak terbendung itu? Apakah tidak ada cara lain selain harus menikah dini? Memang, di dalam QS. AN-Nuur: 32 menyebutkan bahwa dengan menikah, yang miskin akan dimampukan oleh Allah dengan karunianya.

Namun jangan lupakan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Muttafaqun ‘Alaih) yang berbunyi “Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian mampu menikah, hendaklah dia menikah, karena yang demikian itu amat menundukan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah dia puasa, karena (puasa) itu menahan nafsu baginya.”

Di hadis tersebut tertera kalimat “Barangsiapa diantara kalian mampu”, tegas menyiratkan penegasan bahwa kita harus “mampu” sebelum masuk ke jenjang pernikahan, karena ditakutkan terjadi kemudharatan yang timbul jika kita memaksakan menikah dalam keadaan tidak mampu.

Lalu bagaimana kriteria mampu tersebut ?. Okey, rupanya kita harus merujuk kembali kepada pembahasan awal-awal pelajaran Ilmu Mushtholah Hadis kita tentang pengertian Hadis yang menjadi sumber hukum dan pedoman kehidupan kita yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dalam kasus ini menyangkut perihal pernikahan, pengertian hadis menurut mayoritas Ulama Hadis yaitu “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa sabda, perbuatan, ketetapan, sifat-sifat dan hal ihwal Nabi”.

Bagaimana keadaan Nabi Sebelum memutuskan menikah dengan Siti Khadijah? Nabi telah menjadi pengusaha, pedagang, sekaligus Bussinnesmen sukses dan unggul. Bisa dilihat dari mahar yang diberikan Nabi oleh Siti Khadijah yaitu 20 ekor unta yang jika diakumulasikan pada kurs rupiah zaman sekarang bisa mencapai Jutaan Rupiah. Dan selain itu beliau juga sudah memiliki jiwa dan sikap kepemimpinan yang sudah matang.

Sisi lain yang jarang sekali dibahas dalam seminar seperti itu ialah dimensi puasa sebagai penangkal hawa nafsu. Menurut saya solusi puasa untuk meredam hawa nafsu lebih tepat dan cocok untuk diterapkan oleh mahasiswa yang notabene memiliki jam terbang perkuliahan yang cukup padat.

Tidak perlu digaung-gaungkan menikah sebagai solusi tunggal. Karena menikah bukan hanya urusan ranjang yang hanya dipikirkan. Perlu  komitmen yang kuat, kesamaan visi dan misi antar pasangan, kematangan diri, sikap tanggung jawab yang mana itu semua perlu diasah secara bertahap melalui pembelajaran dan pengalaman. Bukan sekejap didapat melalui seminar “seminar merah jambu”.

Dilansir dari republika.co.id, Direktur Pembinaan Administrasi Badan Peradilan Agama (BADILAG) Mahkamha Agung Hasbi Hasan mengakui bahwasanya pernikahan dini sebagai salah satu faktor penyebab perceraian.

Menurutnya, pernikahan dini cenderung dilakukan oleh pasangan yang sebetulnya belum siap dari sisi kematangan mental dan masih labil. Apalagi tren anak muda saat ini kurang memiliki sikap kemandirian. “kalaupun bisa (menjalani pernikahan dini), ya, seadanya. Kalaupun itu berjalan terus, tapi kan itu jadi membosankan, dan itu memicu keretakan rumah tangga”tutur dia. Lanjutnya pernikahan dini, yaitu dibawah 21 tahun ditengarai tinnginya angka perceraian. Ia memaparkan, 21,55 persen warga NTB berstatus janda dan duda akibat perceraian dini.

Jika seminar-seminar merah jambu terus-menerus diadakan dengan narasi “nikah sebagai solusi fitnah” tentu sangat kontra produktif bagi mahasiswa yang seharusnya bisa melesat jauh menggapai prestasi dan meningkatkan potensi diri. Mahasiswa yang gandrung mengikuti seminar tersebut secara tidak sadar terpatri kelezatan menikah dengan iming-iming menghindari fitnah zaman. Namun secara tidak sadar mengikis nalar kreatifnya untuk menciptakan hal yang lebih produktif. Seminar merah jambu memang menjadi hantu bagi mahasiswa dan perlu untuk dihindari.

Yahya Fathur Rozy
Yahya Fathur Rozy
Mahasantri Pondok Hajjah Nuriyyah Shabran, Mahasiswa Ilmu Alquran dan Tafsir
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.