Minggu, Desember 8, 2024

Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia

Adit Cahaya
Adit Cahaya
Mahasiswa ( 17 tahun) Semester 2 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prodi Hukum Tata Negara
- Advertisement -

Sistem pemerintahan merupakan sistem atau lembaga yang dimiliki suatu negara untuk mengatur pemerintahannya. Salah satu bentuk sistem ini adalah demokrasi. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan politik di mana kekuasaan pemerintahan datang langsung dari rakyat (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan mutlak suatu negara ditentukan oleh rakyat, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakilnya.

Indonesia adalah negara demokrasi, sebuah pernyataan ideologis dan faktual yang tidak bisa lagi ditolak. Perlunya negara demokrasi dapat dilihat dari pelaksanaan pemilihan umum universal setiap lima tahun sekali, dari tingkat kabupaten dan kota hingga tingkat pusat. Pemilu dapat berbentuk pemilihan legislatif, pemilihan gubernur, dan pemilihan presiden.

Selain itu, kehadiran Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Lembaga Kepresidenan yang dilengkapi dengan berbagai kementerian semakin menggarisbawahi fakta bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Sekalipun itu semua memenuhi standar minimal atau prosedural dari sebuah demokrasi.

Demokrasi kontemporer adalah demokrasi yang meningkatkan partisipasi politik rakyat, dan dapat menjadi jawaban atas permasalahan setiap negara saat ini. Seperti halnya pemilihan umum, baik itu pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden, sudah seharusnya menjadi momen penting untuk menyelenggarakan semua aspek demokrasi, karena demokrasi rakyat Indonesia adalah tatanan nasional yang paling sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, menghormati dan menghargai. Menjamin terwujudnya hak asasi manusia (HAM).

Namun, di sisi lain, dalam melaksanakan praktik demokrasi, sering kali ada sebagian masyarakat yang tidak puas dengan pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Contoh paling nyata adalah kebingungan jumlah warga negara yang kehilangan hak pilihnya karena tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dalam konstelasi seperti itu, kekecewaan masyarakat terhadap pelaksanaan pilkada langsung kemudian dikaitkan dengan sengketa yang membutuhkan kepastian hukum.

Oleh karena itu,, merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi akan adanya payung hukum yang menjamin bahwa segala perselisihan dalam pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya.

Peran lembaga peradilan sangat diperlukan dalam menyelesaikan sengketa pemilu. Karena salah satu syarat reformasi adalah menegakkan aturan hukum yang demokratis, menempatkan hukum pada posisi tertinggi yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara. Jika terjadi kesalahan, keputusan hukum adalah prinsip tertinggi yang harus ditegakkan. Salah satu bentuk putusan hukum adalah putusan pengadilan.

Pembahasan kewenangan pengadilan untuk menyelesaikan kerancuan daftar pemilih tetap (DPT) pada pemilihan presiden dan wakil presiden, kemudian jatuh pada pengadilan dan politik, di mana pengadilan/yudikatif dan kekuasaan memasukkan eksekutif termasuk kewenangan ke dalam ranah kekuasaan politik. Pengadilan, sebagai cabang kekuasaan negara, harus bertindak secara netral dan tidak memihak. Jika peradilan tidak lagi adil, celaka, seluruh konstruksi kehidupan nasional terganggu, dan keinginan rakyat untuk membangun negara demokrasi terganggu. Dengan dihapuskannya (DPT), maka hak-hak yang dimiliki warga negara tidak lagi setara, yang sangat bertentangan dengan asas-asas dasar hukum.

- Advertisement -

Koffi A. Annan mengatakan:

All States, but small states especially, have an interest in maintaining an international order based ons something better than the grim maxim that ‘might is right’ based, in fact, ons general principles of law, which give the same right to the weak as to the strong.

Pasal 24C (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 bersama Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final. Mengkaji undang-undang dan peraturan perundang-undangan tentang perselisihan kekuasaan lembaga negara yang dikuasakan oleh Undang-Undang Dasar, tentang pembubaran partai politik, dan tentang hasil pemilihan umum. Hal ini sejalan dengan fungsi pengadilan untuk menyelesaikan sengketa masyarakat.

pemilihan umum adalah sarana demokrasi bagi warga negara dan berhak untuk menyetarakan kewarganegaraan yang dijamin secara konstitusional, undang-undang dan kesempatan administratif yang diatur dalam UUD 1945. Dan kita harus tunduk pada hukum dan negara tanpa terkecuali.” “Setiap orang berhak atas jaminan, perlindungan, kepastian hukum, dan diperlakukan secara adil dan setara di hadapan hukum.” Asas Kesempatan (Equal Opportunity Principle).

Dengan hilangnya hak memilih sebagian besar warga Negara, secara tidak langsung Negara telah melanggar hak hak asasi manusia yang pada saat ini sedang gencar gencarnya didengungkan oleh sebagian besar Negara Negara di dunia berupa hak untuk dipilih dan hak untuk memilih.

Berdasarkan Pasal 28 dan Pasal 111 Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden hanya memberikan hak tersebut pada warga negara yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap atau Daftar Pemilih Tambahan. Sehingga warga negara yang telah memenuhi syarat untuk memilih, akan tetapi masih belum terdaftar dalam DPT telah dirugikan atas keberlakuan pasal dalam undang undang tersebut. Sehingga dipastikan apabila tidak diajukannya judicial review atas pasal tersebut, maka tidak bisa menggunakan haknya dalam Pemilihan Umum Presiden.

Setelah pengujian (judicial review) atas Pasal 28 dan Pasal 111 Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang kemudian diputuskan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUUVII/2009, maka hak asasi yang dijamin dalam konstitusi semakin dikuatkan sehingga warga negara yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) bisa tetap menggunakan haknya dengan kartu Tanda Penduduk (KTP) disertai Kartu Keluarga (KK) atau Paspor bagi warga negara indonesia yang berada di luar Indonesia dengan syarat syarat tertentu.

Melalui judicial review ini, hak-hak masyarakat yang hilang dapat dipulihkan melalui proses peradilan yang adil sehingga konflik kepentingan dapat diselesaikan secara adil dan merata sesuai dengan amanat konstitusi, sehingga solusi hukum mendapat tempat di hati masyarakat.

Dengan Mengajukan judicial review berdasarkan Pasal 28 dan 111. 42 Tahun 2008 terhadap UUD 1945 menunjukkan bahwa undang-undang tidak berusaha sebaik-baiknya untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara. Oleh karena itu, ke depan perlu adanya peraturan perundang-undangan yang benar-benar komprehensif dan lebih ramah masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik antar peraturan.

Adit Cahaya
Adit Cahaya
Mahasiswa ( 17 tahun) Semester 2 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prodi Hukum Tata Negara
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.