Sabtu, April 20, 2024

Hak Cipta Intelektual: Masalah Globalisasi? (Bagian 2-Selesai)

Agung Tri Putra
Agung Tri Putra
Menteri Koordinator Bidang Inovasi & Prestasi BEM UNAIR | Undergraduate Student of International Relations, Airlangga University, Surabaya, Indonesia

Lantas apa dampak dari keberadaan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) ini pada sebuah negara? Berikut lanjutan dari tulisan Hak Cipta Intelektual: Masalah Globalisasi?.

Terdapat kecenderungan untuk sebuah negara sulit mengembangkan sektor industrinya karena masalah paten ini. Contohnya saja di Indonesia, terdapat banyak sekali perusahaan asing yang ada di negara ini, tidak menggunakan brand-nya sendiri karena mengalami kesulitan untuk memiliki lisensi yang cukup mahal harganya.

Bayangkan saja jika di Indonesia terdapat seseorang yang menginginkan untuk membangun perusahaan smart phone, berarti secara langsung maupun tidak, orang tersebut harus membeli hampir semua hak paten untuk pengembangan produknya tersebut.

Inilah yang menjadi dasar mengenai ketakutan peran negara terdegradasi oleh globalisasi, karena permainan paten tersebut kemudian negara lemah dalam melindungi warganya dari dinamika feudalisme informasi ini.

Sejak dalam pikiran, penulis memiliki posisi bahwa pada setiap terjadinya revolusi, sebaik apapun itu, akan selalu melahirkan masalah yang tiada henti, seperti yang terjadi pada revolusi informasi ini, pembuatan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) menurut penulis adalah salah satu permasalahan yang memperdalam disparitas informasi dan ilmu pengetahuan diantara kehidupan manusia di dunia pada saat ini.

Jika memang penciptaan Hak Kekayaan Intelektual ini merupakan sebuah kemajuan bagi pengetahuan dan globalisasi, tidak mungkin ada yang akan dirugikan secara struktural di masyarakat karena penggunaannya. Hak  kekayaan intelektual membatasi ruang lingkup penggunaan untuk semua masyarakat di dunia, karena hanya beberapa golongan saja yang dapat mempergunakannya.

Akibat dari masalah ini (contoh) kemudian muncul banyak peretasan terhadap situs-situs penyedia jurnal internasional yang menggunakan doi sebagai identifier dari peretasan tersebut. Sedangkan dalam teknologi, muncul platform open source yang digunakan sebagai jalan keluar seperti Android terhadap iOS, Linux terhadap Windows dan sci.hub terhadap penyedia jasa jurnal internasional berbayar.

Melalui pemahaman di atas penulis menarik sebuah kesimpulan bahwa Hak Kekayaan Intelektual membawa masalah bagi terciptanya dunia yang lebih seimbang di dalam era globalisasi. Tujuan dari globalisasi adalah meratakan semua yang ada di dunia, ilmu pengetahuan A dapat menjangkau daerah tepian pantai hingga ujung benua tanpa adanya perbedaan.

Namun dengan hadirnya Hak Kekayaan Intelektual ini, globalisasi malah menjadi instrumen untuk menyebarkan disparitas ilmu pengetahuan yang tidak dapat diakses oleh semua masyarakat di dunia. Terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, pembuatan paten menjadi hantu besar bagi negara-negara berkembang. Padahal meniru dan melakukan penggandaan terhadap sesuatu merupakan hal yang lumrah untuk dilakukan sebelum munculnya HKI.

Setelah hadirnya Hak Kekayaan Intelektual tersebut, semua akses menuju kemajuan harus melalui metode pembayaran terlebih dahulu, bukan menciptakan keseragaman global, tetapi penyebaran kesenjanganlah yang terjadi.

Menjadi menarik juga kemudian, karena hak paten ini memiliki kontra narasi, yaitu penciptaan platform open source dan peretasan-peretasan atas nama liberty towards science. Sehingga ada usaha-usaha untuk melakukan degradasi terhadap melambungnya pamor Hak Kekayaan Intelektual.

Penulis menganggapnya sebagai masalah juga karena terdapat satu kelompok tunggal yang diuntungkan oleh sistem ini, yaitu korporasi yang menaunginya. Sistem Hak Kekayaan Intelektual yang sebenarnya bertujuan untuk melindungi kedalaman ilmu pengetahuan tetapi malah memberikan kesan membangkitkan feudalisme dengan bentuk baru.

Mungkin pada saat ini posisi penulis ada pada titik keberatan terhadap adanya Hak Kekayaan Intelektual, meskipun paten tersebut dapat melindungi seseorang dari pencurian ide dan menghargai pemiliknya, tetap saja, tidak seharusnya ilmu pengetahuan menjadi komoditas yang dapat menciptakan disparitas lain di dunia ini.

Namun demikian mengulang kembali semuanya tidaklah mungkin, kebanyakan dari kita tidak pernah terlibat dari penetapan adanya HKI, sehingga hanya bisa memiliki posisi untuk mengikuti ketentuan yang telah ada, atau hidup dengan menggunakan alternatif lainnya.

Agung Tri Putra
Agung Tri Putra
Menteri Koordinator Bidang Inovasi & Prestasi BEM UNAIR | Undergraduate Student of International Relations, Airlangga University, Surabaya, Indonesia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.