Menguraikan ideologi yang berkaitan dengan keragaman dan melihat “guyub” itu di implementasikan dalam tatanan hidup bangsa Indonesia. Sebelum memahami secara komunal, perlu untuk mengetahui nilai guyub itu dalam perspektif individu manusia.
Secara filosofis, manusia adalah makhluk sosial dan simbolis yang dinamis, kompleks, dan kaya. Dengan memiliki kemampuan bukan hanya secara rasional, namun secara afektif dan estetis. Mampu berdimensi untuk memaknai hidup merupakan akal budi yang diberikan Tuhan kepada manusia.
Secara prerogatif, manusia berhak untuk memilih antara menggunakan pikiran akal budi secara rasional atau tidak. Maka tidak jarang ini yang menjadi tantangan manusia itu sendiri dalam mewujudkan “guyub”, ketika tidak berfipir secara rasional, maka kendali nafsu yang membawa pemikiran dan tindakan kepada perilaku yang bebas namun tidak terarah.
Hidup bersama dengan banyak perjumpaan dalam hidup, membawa pemikiran setiap manusia kepada pemikiran kritis serta reflektif untuk terlibat dalam persoalan-persoalan dalam hidup bermasyarakat.
Dalam melihat kenyataan problem masyarakat itu, perlunya “guyub” dalam melihat problematika itu sebagai satu kekuatan dalam hidup bersama. Lalu, apa itu “guyub” ?. Dalam KBBI, kata guyub merupakan turunan atau serapan dari kata “peguyuban” yang memiliki arti masyarakat atau kelompok yang ikatan sosialnya didasari oleh ikatan perseorangan yang kuat.
Maka arti guyub itu sendiri adalah rukun, dengan arti baik, damai, dan bersatu hati. Makna ini membawa guyub itu nilai positif yang harus dilaksanakan dalam hidup bersama,
Permasalahan saat ini adalah bisakah hidup dengan keragaman seperti bangsa Indonesia, tidak rebut, bertengkar atau konflik satu dengan yang lainnya ?. Pertanyaan ini cukup menggugah makna rukun itu sendiri, apakah yang dimaknai rukun itu harus berdamai, tidak ada perbedaan pandangan atau bahkan semua harus memiliki satu pandangan.
Memaknai keragaman di tengah Indonesia yang kaya ini, merupakan suatu tantangan dalam struktur sosial, agama, bahkan budaya yang beragam. Dinamika hidup dalam perbedaan, membawa hakikat manusia hendaknya hidup dalam akal budi. Hal ini akan membawa kepada hidup yang bertanggung jawab sebagai manusia, karena dasarnya pemikiran akal budi serta rasionalitas yang direfleksikan akan membimbing manusia ke dalam menata hidup yang konkret dan bermoral.
Kesadaran sebagai manusia yang seutuhnya dengan segala potensi dan daya diri, memberikan kecerdasan secara moral dan filosofis untuk mengutamakan kemanusiaan.
Ciri universal sebagai masyarakat Indonesia di maknai dengan kesadaran diri sebagai manusia untuk memanusiakan manusia itu. Dipahami sebagai makhluk yang berakal budi, juga perlunya mendapatkan pemahaman tentang hidup dalam keragaman itu. Perbedaan tetap menjadi perbedaan sebagai sebuah akar identitas untuk dapat memahami yang lain dalam sudut pandang “guyub”, sudah pasti dengan beragam pemahaman dan percikan konflik terjadi di tengah hidup bermasyarakat.
Pemikiran yang ingin menyamaratakan atau menyelaraskan setiap sendi kehidupan, justru dapat menghilangkan kekayaan Indonesia itu sendiri. Jikalau kelompok A mendukung kelompok B, bukan berarti kelompok C harus mendukung kelompok B. Kebebasan untuk berpendapat, memilih, dan mempertahankan idealisme merupakan hak dan martabat sebagai manusia yang berakal. Dengan dialog dan berkolaborasi maka “guyub” itu dapat dihidupi. ‘
Rukun bukan berarti harus memiliki keseluruhan yang sama, atau rukun bukan berarti tidak berbeda. Namun rukun itu lebih kepada nilai hidup yang mengedepankan proses kerja sama dan musyawarah untuk membangun kehidupan bersama. Nilai-nilai kebersamaan inilah yang disebarkan dalam rangka keragaman kepada setiap manusia. Melalui tindakan yang mengayomi, edukatif, dan kooperatif sebagai nilai kemanusiaan.
Kesadaran akan hidup rukun dalam perbedaan biasanya tumbuh dari interaksi sosial, lalu muncul pemikiran secara kritis reflektif untuk melihat perbedaan sebagai sebuah kekayaan, lalu akan tumbuh menjadi sebuah kecerdasan emosional dan terbawa kepada kecerdasan spiritual. Proses ini membutuhkan pengelolaan baik dalam pemikiran, tindakan, dan perenungan yang mendorong untuk dewasa melihat keberagaman.
Mungkin ada beberapa pihak merasakan langsung konflik antar suku dan ras, ada juga yang memiliki stigma negatif terhadap sekelompok pihak atau personal, bahkan ada yang ikut andil dalam perseteruan antar kelompok. Hal ini yang dilihat sebagai luka dalam melihat perbedaan itu.
Aspek pertikaian, perbedaan, dan merasa benar sendiri, merupakan sisi manusia yang menggunakan rasionalitas dalam menilai diri ditengah hidup sosial. Bahkan, ada yang dipengaruhi oleh kenyataan hidup yang buruk ataupun isu-isu yang hoax tidak jelas sumbernya. Membuat label akan diri kita lebih baik dari yang lainnya, merupakan nilai manusia.
Namun, kecerdasan manusia juga ditentukan melalui bagaimana mengolah dan mengelola pemikiran yang ada, untuk dapat beradaptasi atau berkolaborasi dalam perbedaan pendapat ataupun pemikiran orang dan kelompok lainnya. Menghayati nilai-nilai universal merupakan hak setiap manusia, menjadikan sebagai fondasi hidup untuk “guyub” bersama atau hanya sekedar wacana teoretis. Menghidupi nilai-nilai kebersamaan berarti menyatakan manusia sebagai makhluk yang bermartabat dan bermoral, karena sejatinya hidup yang damai adalah sebuah moral value.
Menyadari “guyub” dalam keragaman Indonesia, juga mengaktifkan rasa simpati dan empati dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana diri kita mampu menangkap atau peka melihat situasi sosial kita, serta merasakan bahwa problem yang dialami menjadi tantangan bersama untuk dilewati secara bersama bagi kebaikan bersama. Menempatkan diri dengan respons tindakan dan perkataan ditengah problem bersama merupakan sebuah nilai kebijaksanaan manusia.
Jikalau ada yang sedang mengalami masalah dalam kehidupan keluarga, atau sedang bermasalah antar kelompok. Bagaimana kita melihat posisi diri, bukan sebagai “minyak terhadap api” namun “air terhadap api”.
Kesadaran ini yang dapat menjadikan Indonesia itu tangguh dalam perbedaan, karena pada hakikatnya perbedaan Indonesia adalah kekayaan yang tidak ternilai. Dengan makna kemerdekaan dibulan ini, merdeka jugalah pemikiran, sudut pandang, dan cara kita menghargai satu dengan lainnya. Selamat “Berguyub” Indonesia. Merdeka.