Senin, Oktober 14, 2024

Gubernur Anies: Tolong Cabut Pergub Nomor 38 Tahun 2019

Abraham Fanggidae
Abraham Fanggidae
Mantan Birokrat Negara, kini Pengamat Kebijakan Publik, Tinggal di Jakarta Selatan

Pertanyaan buat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, apakah Anda saat ini Provinsi DKI memiliki uang banyak? APBD 2019 dengan jumlah fantastis, Rp 89, 09 triliun belum mencukupi untuk membiayai anggaran pembangunan dan anggaran rutin? Sehingga bisa menyediakan untuk menaikkan honor 73 orang lebih tim gubernur  non PNS yang diboyong Anies dan Sandi.

Tentang 73 tim gubernur. Anies pun yakin tahu, jumlah 73 orang itu pun awalnya mendapat protes dari warga, disebabkan jumlahnya terlalu banyak ketimbang posisi yang sama pada era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Selain soal jumlah, besaran honor mereka mendapat kritikan. Jumlah yang dipatok untuk membayar mereka jauh di atas tim bentukan gubernur-gubernur sebelum Anies.

Warga belum mendengar, sejauh mana kinerja dari tim gubernur bentukan Anies. Padahal honor tiap bulan (net) per orang amat besar. Belum lagi honorarium lainnya, juga biaya perjalan dinas. Banyak anggota dalam tim gubernur yang sama sekali awam tentang birokrasi pemerintahan, birokrasi pemberintah provinsi. Entah apa kriteria penunjukkan mereka masuk tim. Tapi sudahlah, itu hak prerogative gubernur dan wakil gubernur. Menolong kawan-kawan, sahabat. Biasalah politikus yang nasib baik diangkat/dipilih menjadi pejabat Negara.

Mari kita sedikit mengupas kinerja Anies yang berdampak pada lumayan banyak warga DKI Jakarta. Sekarang tega-teganya Anies memajak para pemilik rumah dan bangunan dengan taksasi NJOP kurang dari Rp 1milyar yang sejak tahun 2015 gratis PBB, tahun 2020 mereka harus membayar PBB lagi. Anies jarang blusukan, lebih banyak di belakang meja, makanya kurang mempunyai informasi.

Siapa warga yang tinggal dalam bangunan dan di atas tanah dengan nilai NJOP sampai dengan Rp 1 miliar. Mereka kebanyakan pensiunan PNS, TNI-Polri. Mereka menempati rumah dinas milik Kementerian/Lembaga(K/L) negara yang telah dialihfungsikan menjadi milik penghuni. Rumah mereka dalam kompleks mungkin saat ini sudah menjadi “rumah tua”. Kondisi bangunan semakin lapuk. Pada sisi yang satu uang pensiun mereka tak cukup mampu membiayai renovasi.

Mereka juga warga kecil, tinggal dalam gang-gang sempit. Penghasilan tidak seberapa, mungkin juga pensiun swasta, atau pegawai negeri rendahan. Sampai hati warga demikian, yang sudah tertolong dengan PBB gratis sejak tahun 2016, tahun 2020 harus menanggung kembali pajak PBB.

58 persen pemilih Anies-Sandi pada pilgub 2017, mungkin Anda bahagia? Atau malah tidak menyetujui kebijakan gubernur yang Anda dukung. Karena kebijakan ini Anda pun terdampak. Teringat kita, alasan kebanyakan pendukung adalah pilih gubernur seiman, dan santun. Sungguh tak menyangka Anies bertindak tak memihak rakyat kecil seperti pemilik rumah dan bangunan dengan NJOP kurang dari Rp 1 M.

Hal lain. Amat disayangkan, seolah kerja gubernur focus merevisi keputusan gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang berpihak pada rakyat kecil. Buktinya? Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi Peraturan Gubernur Nomor 259 Tahun 2015 tentang Pembebasan atas Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atas Rumah, Rusunawa dan Rusumami.

Melalui Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Nomor 38 Tahun 2019, Anies merevisi aturan yang ditetapkan Gubernur sebelumnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dalam Pergub Nomor 259 Tahun 2015 Gubernur DKI menetapkan, mulai 1 Januari 2016, menggratiskan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) rumah yang dimiliki orang pribadi dengan batasan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sampai Rp 1 miliar.

58 persen pemilih Anies-Sandi pada pilgub 2017, mungkin Anda bahagia? Atau malah ada juga enggak menyetujui kebijakan gubernur yang Anda dukung. Karena kebijakan ini Anda pun terdampak. Teringat kita, alasan kebanyakan pendukung adalah pilih gubernur seiman, dan santun. Sungguh tak menyangka Anies bertindak tak memihak rakyat kecil seperti pemilik rumah dan bangunan dengan NJOP kurang dari Rp 1 M.

Termasuk Rusunami yang dimiliki orang pribadi yang digunakan untuk rumah tinggal dan rusunawa yang telah dilakukan pemecahan menjadi unit-unit rumahsusun dengan batasan NJOP yang sama yakni mencapai Rp 1 miliar. Pembebasan PBB-P2 sebagaimana dimaksud diberikan sebesar 100% dari PBB-P2 yang seharusnya terutang.

Ini kebijakan sangat luar biasa. Ketika Ahok menggratiskan PBB dengan NJOP sampai Rp 1 miliar, menurut Basuki Tjahaja Purnama memang harusnya tak ada lagi PBB layaknya ‘upeti’ zaman Belanda.  Kita kutip yang disampaikan Basuki Purnama Tjahaja: “Kenapa kita harus ikutin Belanda? Kita ini jangan-jangan ngikutin penjajah? Dulu Belanda, rumah tinggal itu, dikenakan pajak,” ujar Ahok di Balai Agung, Balai Kota,Jakarta Pusat, (CNBC Indonesia, Rabu 25/5/2016).

Berdasarkan beleid aturan tersebut, PBB dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar dibebaskan dari pungutan pajak. Artinya, PBB terhadap rumah dan lahan dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar tetap nol rupiah alias gratis.

Ini berlaku bagi rumah milik pribadi, rusunami dan rusunawa yang dimiliki pribadi atau disewakan oleh pemerintah yang telah diakukan pemecahan menjadi unit-unit satuan rumah susun. Sebelumnya tidak pernah terdengar sosialisasi kepada warga Jakarta tentang hal ini. Seharusnya Anies melemparkan idenya  untuk mencari tahu respon warga. Atau memanggil perwakilan warga yang bakal terdampak untuk membayar lagi PBB

Kebijakan publik yang baik menyangkut kepentingan rakyat, sebaiknya prosedur seperti itu. Tapi yang terjadi, ujuk-ujuk Gubernur Anies Baswedan mengeluarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Nomor 38 Tahun 2019, dengan  memasukkan klausul baru. Pertama, dalam Pasal 2A disiapkan, PBB yang gratis tadi tak berlaku jika ada perubahan objek pajak yang mengalami perubahan hak kepemilikan atau penguasaan atau pemanfaatan kepada wajib pajak badan. Dengan kata lain, adanya peralihan seperti contohnya penjualan rumah dan bangunan maka pembeli baru wajib membayar PBB.

PBB di Jakarta Makin Mahal

Gubernur Anies juga menyisipkan klausal pembebasan PBB yang notabene gratis itu hanya berlaku sampai 31 Desember 2019. Wajib pajak orang pribadi yang telah diberikan pembebasan PBB-P2 untuk tahun pajak sampai dengan tahun 2018 sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini, tetap diberikan pembebasan PBB-P2. Dengan kata lain maka pada 2020 seluruh masyarakat yang punya rumah dan bangunan serta wajib pajak badan yang NJOP-nya mencapai Rp 1 miliar bisa dibebankan PBB lagi. Namun hingga saat ini belum ada pernyataan gamblang dari Anies.

Tahun 2018, Anies juga menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan pedesaan dan perkotaan hingga 17%. Memang untuk pembayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di DKI Jakarta di atas NJOP Rp 1 miliar bayarnya semakin mahal. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan pedesaan dan perkotaan tahun 2018. Kini, bayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di DKI Jakarta semakin mahal.

Semoga Anies mencabut Peraturan Gubernur Nomor 38/2019. Jika Anies “kepala batu”, kami berharap pengumuman KPU pada22 Mei 2019  Jokowi-Kyai Haji Ma’ruf Amin menangkan pilpres. Moga-moga selama lima tahun kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf, mewujudkan pemindahan ibu kota RI dari Jakarta ke Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.

Abraham Fanggidae
Abraham Fanggidae
Mantan Birokrat Negara, kini Pengamat Kebijakan Publik, Tinggal di Jakarta Selatan
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.