Sejarah mencatat bahwa keberlangsungan negara ini tak luput dari peran seorang pemuda. Baik sebelum kemerdekaan atau pun sesudahnya. Seperti penggulingan orde lama hingga orde baru, pemuda (baca: mahasiswa) telah menorehkan tinta sejarah emas di negeri ini, hingga mereka masuk dalam kelompok sosial kemasyarakatan.
Karena para mahasiswa mengisi pos-pos untuk menyuarakan aspirasi dari masyarakat, memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Akhirnya dilekatkan suatu atribut-atribut sosial seperti agent of change (agen perubahan), control social (sosial kontrol) dan lainnya.
Mahasiswa dengan sikap kepemudaannya, yakni keberanian, kritis, intelektual yang di miliki tak ayal jika melakukan suatu pergerakan yang bisa menjaga dan meneruskan marwah suatu gerakan-gerakan para pendahulunya.
Hal itu dibuktikan dengan masih adanya sekelompok mahasiswa yang memperjuangkan nasib rakyat. Meskipun dengan cara tradisional seperti para pendahulunya, yakni demonstrasi.
Gerakan jalanan atau demonstrasi tidak buruk, selagi mentaati aturan yang berlaku di dalam negara. Demonstrasi adalah salah satu cara menyuarakan aspirasi rakyat yang ditujukan kepada pemangku kebijakan atau kekuasaan.
Namun sangat disayangkan, pada hari Kamis (15/08/2019) kemarin, jagat dunia maya digemparkan dengan adanya demonstrasi yang berakhir dengan kericuhan.
Bahkan mengakibatan tiga petugas keamanan (Baca; polisi) engalami luka bakar, akibat berusaha memadamkan api hasil dari ban bekas yang dibakar oleh massa, kemudian ada beberapa oknum yang melemparkan bahan bakar minyak dalam kantong plastik ke arah petugas keamanan tersebut. Hingga akhirnya api menyambar ke tubuh polisi. 65 prsen tubuhnya mengalami luka bakar, hingga mengakibatkan polisi tersebut meninggal dunia pada Senin, 26 Agustus 2019 Kemarin.
Demonstrasi tersebut dilakukan oleh mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Cianjur dengan tujuan menyuarakan sejumlah aspirasi evaluasi adanya pengangguran atau sempitnya lapangan pekerjaan, dan pendidikan di Kabupaten Cianjur. Aksi tersebut dilaksanakan di depan kantor bupati Cianjur.
Seolah, kejadian tersebut menjadi introfeksi kembali bagi gerakan mahasiswa dalam menyuarakan aspirasinya. Mahasiswa harus menjadi pelopor untuk menyuarakan aspirasi dengan menaati peraturan yang ada. Jangan sampai mahasiswa dikuasai ego, nafsu amarah kebencian. Seharusnya sebagai mahasiswa, intelektual yang dimiliki dapat mengendalikan amarah yang bisa merugikan banyak orang.
Gerakan premanisme?
Bagaimanapun dan apapun alasannya jika suatu gerakan mahasiswa berakhir dengan suatu kericuhan, dan anarkisme, hingga mengancam nyawa atau bahkan menghilangkan nyawa seseorang tidak bisa dibenarkan adanya. Jika itu terjadi adalah sebuah kecacatan moral dalam sebuah gerakan mahasiswa.
Gerakan mahasiswa bukan gerakan premanisme. Sikap kritis, berintelektual dan keberanian yang dimiliki harus dilengkapi dengan menjunjung tinggi moral dan kemanusiaan.
Kejadian di Cianjur menjadi cambuk bagi sebuah gerakan mahasiswa di Indonesia. Jangan sampai hal itu terulang kembali. Banyak alternatif gerakan lain untuk menyuarakan aspirasi. Seperti gerakan masif yang bisa dilakukan di jagad sosmed dan lainnya.
Gerakan baru
Zaman sudah berbeda, jika dahulu pada tahun 66 dan 98 teknologi tak secanggih hari ini. Maka dari itu menyuarakan aspirasi supaya di dengar oleh penguasa rakyat harus turun aksi dengan jumlah massa yang banyak.
Namun hari ini, dalam hal menyuarakan aspirasi banyak cara yang bisa dilakukan dengan dukungan teknologi yang ada. Dalam hal melawan juga seperti itu, perlunya mahasiswa untuk membaca peluang ini. Masyarakat selain aktif di dunia nyata, mereka juga aktif di dunia maya atau sosial media. Gerakan tagar suara rakyat bisa jadi salah satu solusi.
Tetapi yang harus di ingat bahwa gerakan harus dilakukan secara bersama-sama. Hal itu tidak lain adalah harus adanya strategi yang jelas serta sinergi antar kampus-kampus lain harus terus di pupuk. Dengan demikian akan terjadilah satu kesatuan visi dan rasa dalam sebuah gerakan.
Selain gerakan perlawanan, Mahasiswa perlu adaptasi dengan gerakan yang membangun dalam mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat. Bukan menjadikan pemerintah hanya sebagai tumpuan dan sumber masalah.
Tapi sebisa mungkin gerakan mahasiswa mampu memberikan dan berperan nyata atas masalah yang ada. Baik bersifat individu ataupun kelompok. Bisa melakukan alternatif-alternatif baru dalam bidang pertanian, peternakan, perkebunan, pendidikan dan lainnya.
Jadi melawan tidak harus anarkis, melawan sama dengan membangun, yang di inginkan bukan perpecahan, melainkan sebuah perbaikan dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Tentunya untuk memajukan Indonesia.