Rabu, November 20, 2024

Geotimes, Gus Nadir, dan Potensi Solusi Kemacetan

Hasriardy Dharma
Hasriardy Dharma
Karyawan swasta biasa yang lagi masalah sama pencernaan.
- Advertisement -

“Saya malah berpikir akar masalah kemacetan ya kita-kita ini. Baik dari segi jumlah kita yang semakin besar, preferensi kita terhadap pilihan berkendara, dan pola pikir kita akan memiliki kendaraan.”

Saya termasuk orang yang tidak percaya bahwa solusi dari masalah kemacetan adalah dengan menggunakan top down approach. Jadi solusinya tidak sesederhana pembatasan jumlah kendaraan, pelebaran jalan, perbaikan infrastruktur transportasi umum, dan teman-temannya.

Padahal, kesemua hal yang saya sebutkan sebelumnya sebenarnya adalah produk dari top down approach yang merupakan domain pemerintah, dengan bentuk kebijakan yang ditelurkannya. Tapi melihat kenyataan bahwa kemacetan di kota mana pun tidak pernah benar-benar tuntas-tas-tas, seharusnya memberi gambaran bahwa mungkin bukan (hanya) itu solusinya.

Saya berasal dari suatu suku di Sumatera sana, Minang tepatnya, yang sangat gemar dengan kendaraan. Di sana memiliki kendaraan, utamanya mobil, bisa menjadi suatu ukuran kesuksesan seseorang. Sangking fanatiknya dengan kendaraan, kami menyebut motor dengan Honda di sana. Jadi semua motor, apa pun mereknya, Honda penyebutannya. Saya rasa kalau Shoichiro Honda ke padang, maka ia akan sangat bangga mengetahui produk karyanya sudah memetonimia di sana.

Namun jika kita telaah lebih jauh, maka perihal preferensi akan kepemilikan mobil ini seperti sudah bertransformasi lebih jauh melewati sekat primordial dan jaman. Sekarang, pahamnya menyebar lewat konten-konten digital. Kepemilikan mobil seakan menjadi gaya hidup yang virusnya disebarkan lewat berita/artikel/ulasan tentang kendaraan beserta deskripsi naratif yang menarik tentang nikmatnya memiliki kendaraan.

Pemain utamanya, terutama di dunia maya, tidak lain dan tidak bukan adalah situs-situs review kendaraan seperti Otodriver, Autonetmags, dll. Betapa saya sendiri pun jadi dibuat menghayal-hayal sesaat setelah baca review tentang Ignis, Expander, Mazda, dan lain-lain. Jadilah masyarakat jadi sangat kesengsem untuk memiliki kendaraan, utamanya Mobil.

Kenapa saya lebih menekankan Mobil? Ya karena menurut saya kendaraan inilah yang menjadi sumber kemacetan. Maaf, mari saya perjelas agar tidak menimbulkan kegaduhan dan tanggapan-tanggapan miring warga net kepada saya semisal “Aah, itu mah karena dia gak punya mobil aja makanya dia bilang mobil penyebab kemacetan”.

Jadi menurut saya penyebab kemacetan adalah kepemilikan mobil secara masif oleh banyak individu, yang mana mobil tersebut digunakan secara bersamaan. Kenapa bukan motor. Saya pernah jelaskan perihal ini sebelumnya di salah satu postingan saya di FB. Motor mempunyai kelebihan di akselerasi yang sangat dinamis dan tinggi, jadi motor tidak pernah berada dalam kondisi idle untuk waktu yang lama. Ini ditunjang bentuknya yang ramping dan kecil.

Nah karena kelebihan bawaan inilah motor tidak mungkin menjadi sumber kemacetan, walaupun jika jumlah rasionya di jalanan bahkan 4 atau 5 kali lipat mobil. Teori ini juga diperkuat oleh paparan dari ahli transportasi yang saya saksikan di televisi nasional (saya lupa namanya, udah bertahun lalu soalnya).

Beliau mengatakan bahwa penyebab kemacetan di jalan adalah kondisi idle pada kendaraan yang terlalu lama. Walaupun pada konteks yang beliau paparkan, Idle yang terlalu lama tersebut terjadi karena banyaknya persimpangan jalan dan jarak lampu merah yang terlalu berdekatan. Tapi kalian paham kan intinya. Kondisi idle terlalu lama adalah penyebab utama kemacetan di kota-kota besar. Dan sila kelian pikirkan, kendaraan mana yang idle-nya paling lama. Masa motor, ya mobil kan? Huahahaha…

- Advertisement -

Jadi kalau masalahnya adalah kepemilikan mobil yang banyak, terus pertanyaannya adalah apakah salah memiliki mobil? Ya tentu tidak. Semua orang bebas dalam memiliki atau tidak memiliki mobil. Zaman sudah berubah di mana kepemilikan mobil tidak semata-mata karena kita butuh mobil atau tidak. Karena selain untuk kebutuhan, kepemilikan terhadap mobil sekarang menjadi salah satu prasyarat dalam suatu jenis pekerjaan, marketing misalnya. Selain itu, kepemilikan terhadap mobil juga menjadi salah satu paket benefit perusahaan yang diberikan kepada karyawannya.

Nah, sudah mulai mengerucut niih. Jadi kalau kita runut dari paparan di atas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa penyebab kemacetan adalah penggunaan mobil secara bersamaan. Lalu timbul reaksi masyarakat yang punya mobil, “Laah, gue mau pake mobil kan hak gue. Mobil-mobil gue, kenapa situ yang repot”.

Persis, pikiran seperti ituh,yang menurut hemat saya, menjadi sumber utama kemacetan. Keterikatan emosi kita terhadap mobil dan keinginan yang sangat kuat untuk mengendarainya menjadi alasan kemacetan tidak akan pernah bisa kita selesaikan.

Makanya solusi yang ditawarkan pemerintah seperti perbaikan transportasi umum, pengaturan jumlah kendaraan tidak akan pernah berhasil. Karena kalaupun transportasi umum sudah baik pun, tidak akan bisa mengalahkan keinginan untuk menggunakan kendaraan pribadi. Dan kalau jalan yang dibatasi di ruas tertentu, ya masyarakat tinggal pilih jalan lain.

Namun, memang ada kondisi dimana menggunakan kendaraan pribadi memang lebih menenangkan, contohnya adalah ketika kita membawa bayi yang sedang rewel, atau ketika berwisata ramai-ramai sekeluarga. Untuk kasus tersebut, rasanya sangat layak kalau mereka menggunakan mobil pribadi (kalau punya). Namun untuk kondisi normal, seharusnya terbentuk suatu kesadaran di masyarakat untuk lebih menggunakan kendaraan umum.

Hal itulah yang dragon-dragon-nya sulit untuk diterapkan melalui top-down approach oleh pemerintah. Resistensi dari masyarakatakan sangat besar kalau pemerintah mengeluarkan himbauan lewat baliho “Ayoo, gunakan kendaraan umum pada hari Sabtu-Minggu untuk mengurangi kemacetan”. Reaksi yang akan timbul lagi-lagi “Laah, gue mau pake mobil kan hak gue. Mobil-mobil gue, kenapa situ yang repot”.

Makanya Geotimes seharusnya bisa mengemban misi mulia ini, menggunakan khittah-nya sebagai media yang membawa perubahan lewat bottom up approach lewat konten-konten yang dibawakannya.

Efeknya akan sangat besar jika Prof Nadirsyah Hosen (Gus Nadir) tiba-tiba bikin artikel “Celoteh Tasawuf, Perenungan Naik Angkot di Kulonprogo”, atau “Bertemu Nella Kharisma, Si Cantik Menggemaskan Pengguna Kereta”.

Niscaya, lambat laun, penggunaan kendaraan umum akan meningkat adanya. Tabik.

Hasriardy Dharma
Hasriardy Dharma
Karyawan swasta biasa yang lagi masalah sama pencernaan.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.