Pada akhir Februari, dunia dikejutkan oleh invasi Rusia terhadap Ukraina. Putin menjustifikasi invasi ini karena beberapa alasan yang ia yakini. Namun hingga tulisan ini selesai, ibu kota Ukraina, Kyiv, belum jatuh ke tangan Rusia. Negara-negara Barat kemudian berupaya untuk mengubah pikiran Putin agar menghentikan serangan di Ukraina. Salah satunya yaitu dengan sanksi. Mulai dari pemerintahan, hingga perusahaan multinasional memberikan sanksi terhadap Rusia. Sanksi tersebut memiliki satu tujuan, yaitu mengisolasi perekonomian Rusia dari dunia dan diharapkan mampu mengurangi kemampuan Rusia untuk terus melancarkan invasinya di Ukraina.
Unsur Ekonomi dan Politik dalam Olahraga Rusia
Beberapa international non-governmental organization (INGO) juga ikut melakukan sanksi terhadap Rusia, khususnya INGO di bidang olahraga. Olahraga merupakan sebuah industri yang bisa menarik pasar dengan jumlah yang besar dan juga bisa menjangkau hampir ke seluruh dunia. Hal ini yang kemudian menjadikan olahraga sebagai instrumen atau alat politik maupun ekonomi yang bisa memenuhi kepentingan nasional suatu negara.
Sebagai sebuah industri yang besar dan mencakup seluruh dunia, kompetisi-kompetisi olahraga hampir pasti berhubungan dengan geografi, politik serta ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan perdagangan, pembuatan kebijakan dan juga hubungan internasional (Chadwick & Widdop, 2021). Lebih spesifik, yaitu berkaitan dengan keputusan penyelenggaraan acara olahraga, kepemilikan aset olahraga, hingga penggunaan olahraga sebagai soft power untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara.
Rusia juga menyadari hal ini. Jika ditarik hingga 20 tahun kebelakang, Rusia mulai masuk ke industri olahraga. Salah satunya ditandai dengan Gazprom, perusahaan gas yang mayoritas kepemilikannya dipegang oleh Pemerintah Rusia mensponsori klub sepakbola di Jerman, FC Schalke 04. Hal ini dipercaya untuk memuluskan proyek Nord Stream 2 untuk mengalirkan gas dari Rusia ke Jerman. Gazprom juga mensponsori FC Zenit di Saint Petersburg, serta Red Star Belgrade di Serbia yang juga bertujuan untuk memuluskan proyek serupa.
Rusia juga giat menggelar berbagai acara olahraga internasional, seperti Olimpiade musim dingin di Sochi 2014, Formula 1 di Sochi Autodrom sejak 2010, Piala Dunia FIFA 2018, dan gelaran olahraga internasional lainnya. Selain itu, atlet-atlet asal Rusia juga cukup banyak yang mendominasi beberapa cabang olahraga, khususnya olahraga musim dingin, tinju, catur dan lain sebagainya. Ditambah lagi, banyak pebisnis Rusia yang memiliki aset kepemilikan olahraga yang berada di luar negeri. Singkatnya, Rusia merupakan salah satu pemain besar dalam industri olahraga global.
Banyak pengamat menyatakan alasan berbeda ketika melihat fenomena Rusia yang gencar melakukan hal ini. Ada yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Rusia merupakan sportswashing (Glenday, 2018). Sportswashing sendiri merupakan sebuah fenomena ketika suatu rezim otoriter berupaya untuk meningkatkan atau menutupi reputasi mereka di mata dunia yang tercoreng melalui olahraga (Lenskyj, 2020).
Rusia dianggap melakukan sportswashing, karena menggelar acara olahraga besar seperti Olimpiade dan Piala Dunia sepakbola memberi kesempatan bagi rezim otoriter untuk memperlihatkan semacam ‘propaganda’ (Grix & Lee, 2013). Ditambah lagi, sebagai pemerintahan otoriter dengan indeks demokrasi yang cenderung rendah, memudahkan Putin untuk menggelar acara olahraga internasional karena tidak terhalang oleh proses pengambilan dan pembuatan kebijakan yang memerlukan persetujuan-persetujuan publik.
Apa yang dilakukan oleh Rusia juga dianggap sebagai salah satu bentuk soft power (Grix, 2015). Soft power itu sendiri merupakan kemampuan untuk membuat negara lain menginginkan hasil seperti apa yang kita inginkan dengan menggunakan daya tarik atau atraksi ketimbang koersi (Nye, 2004). Upaya soft power melalui olahraga sendiri khususnya untuk tujuan nation branding yang kemudian berdampak positif pada perekonomian. Namun, terlepas dari itu semua, hal ini menunjukan bagaimana industri olahraga Rusia yang semakin terhubung baik secara geografi, politik serta ekonomi dunia.
Sanksi Terhadap Olahraga Rusia
Seperti yang telah disebutkan, banyak international governing body dalam bidang olahraga memberikan sanksi terhadap olahraga Rusia. UEFA dan FIFA menangguhkan klub-klub dari Rusia dan juga tim nasional Rusia untuk bertanding dalam pertandingan sepakbola internasional. Formula 1 membatalkan gelaran di Sochi Autodrom dan mengakhiri kontrak mereka dengan promotor Russian Grand Prix. Masih banyak cabang olahraga lain yang melarang keikutsertaan Rusia, seperti hoki es, sepeda, rugby, angkat beban, paralimpiade, ice skating, tenis, catur dan beberapa cabang olahraga lainnya.
Sanksi juga menyasar oligarki Rusia yang memiliki aset di bidang olahraga. Salah satunya yaitu Roman Abramovich, pemilik klub asal London, Chelsea FC. Pemerintah Inggris membekukan aset Abramovich yang berada di Inggris, termasuk Chelsea, memaksa Abramovich untuk menjual kepemilikannya di Chelsea dan Abramovich tidak bisa mendapat keuntungan sepeser pun dari hasil penjualan.
Tidak sampai disitu, Chelsea juga terdampak. Sebagai klub besar dalam sepakbola, Chelsea tentu merupakan salah satu penggerak ekonomi, dimana banyak alur pendapatan dan pengeluaran yang kemudian berdampak positif bagi perekonomian, seperti misalnya bagi pekerja di klub tersebut. Namun, pemerintah Inggris menetapkan bahwa Chelsea tidak diperbolehkan menjual tiket dan merchandise. Hal ini tentu memprihatinkan mengingat salah satu sumber pendapatan utama setiap klub di industri olahraga saat ini berasal dari penjualan tiket dan merchandise.
Era Baru Industri Olahraga Global
Jika kita kembali ke abad 20, olahraga sebenarnya telah menjadi alat politik. Sebut saja bagaimana Amerika dan Uni Soviet saling boikot Olimpiade. Perbedaannya, kini olahraga tidak hanya kental akan unsur politiknya saja, tapi juga oleh saling keterkaitan ekonomi global yang melibatkan suplai global, perdagangan, investasi dan pariwisata. Pada akhirnya frasa yang terdapat dalam novel 1984 karya George Orwell, “olahraga itu peperangan tanpa tembakan” semakin relevan.
Kini, olahraga menjadi salah satu medan tempur dimana permainan geopolitik dan ekonomi global yang saling terkait menjadi senjata, dengan berbagai aspek dalam olahraga, seperti sponsor dan investasi sebagai amunisi. Namun, permainan geopolitik dan ekonomi global dalam olahraga ini juga sedikit banyak berdampak bagi pekerja dalam industri tersebut.
Inilah era baru industri olahraga yang sebenarnya telah dimulai pada awal abad ini. Pandemi Covid-19 disebut menjadi momentum untuk akselerasi dan amplifikasi perkembangan geopolitik dan ekonomi olahraga karena meningkatkan adaptabilitas industri olahraga untuk bersikap lebih agresif dalam konteks ekonomi dan politik (Chadwick & Widdop, 2021).
Referensi
Chadwick, S., & Widdop, P. (2021, January 13). The geopolitical economy of sport: A new era in play. Retrieved from Policy Forum: https://www.policyforum.net/the-geopolitical-economy-of-sport/