Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan adalah berperan penting dalam menyukseskan bonus demografi Indonesia pada 2030. Sebagaimana data BPS (Badan Pusat Statistik), mulai 2012 hingga 2035, Indonesia diperkirakan memasuki masa bonus demografi dengan puncak periodenya antara 2020-2030.
Hal itu ditandai dengan bertambahnya jumlah penduduk usia produktif yang mencapai dua kali lipat dari penduduk usia anak dan lanjut usia. Dari melonjaknya usia produktif ini tentu ada nilai tambahnya, yakni tersedia sumber tenaga kerja, pelaku usaha, dan konsumen potensial yang berperan dalam percepatan pembangunan.
Bonus demografi beririsan dengan kemiskinan. Jika bonus demografi ini tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka yang muncul adalah persoalan baru berupa usia produktif yang tidak memiliki keahlian dan keterampilan. Akibatnya, bisa jadi angka kriminalitas akan semakin meningkat dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Terkait hal tersebut, pemerintah bersama stakeholder pun berupaya mencegah gizi buruk bagi anak balita. Pada konteks ini, ancaman terhadap kesehatan seperti stunting akan menjadi batu sandungan bagi pencapaian pembangunan berkelanjutan.
Karena faktanya angka kasus stunting (kerdil) dalam catatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sejak 2017 meningkat. Bahkan, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 %.
Untuk menurunkan angka itu, salah satu strategi pemerintah adalah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang dijadikan sebagai payung hukum bagi agenda strategi nasional percepatan penurunan stunting sejak 2018.
Strategi itu relevan dengan penyelamatan generasi muda dari ancaman gizi buruk sejak kecil. Tentunya melalui kualitas hidup sehat seperti pola asuh yang tepat, asupan gizi yang tepat, penyiapan keluarga kecil yang tepat, dan meningkatkan akses serta mutu layanan kesehatan yang menekankan arti penting kualitas air minum dan kebersihan sanitasi.
Namun demikian, memanfaatkan dan mendapatkan hal itu semua tidak mudah. Diperlukan ikhtiar maksimal bagi generasi muda untuk mengambil peran dan kesempatan emas sebagai modal di Indonesia. Hal ini tak cukup hanya dengan pendidikan formal maupun informal. Generasi muda yang memiliki keterampilan dan inovasi produktif merupakan bekal menjemput bonus demografi tersebut.
Belajar dari Planet Al-Maun
Di planet bumi ini, manusia memanusiakan manusia atas dasar kesadaran. Adalah KH. Ahmad Dahlan di bumi Yogyakarta yang menjalankan misi kemanusiaan, yakni membebaskan manusia dari kebodohan, kemiskinan dan kesengsaraan sosial. Fokus Ahmad Dahlan pada aksi nyata dan membumi. Percikan gagasannya menyampaikan risalah pembaharuan di Indonesia melalui pemberdayaan masyarakat di bidang pelayanan sosial, pendidikan dan kesehatan.
Kyai H.M Syuja dalam bukunya Islam Berkemajuan (2009) menyebut Ahmad Dahlan sebagai pejuang kemanusiaan yang cerdas. Berdakwah dengan pendekatan modern tanpa menanggalkan kearifan lokal. Hal ini agar pesan dakwahnya dapat diterima masyarakat luas.
Meskipun dalam aksi nyata terbilang kontroversial di zamannya, tetapi dengan spirit berkemajuan, Ahmad Dahlan mengajak murid-muridnya yang angkatan muda untuk siap diterjunkan di segala medan dakwah. Murid-muridnya tak lain adalah yang kemudian dikenal dengan nama Haji Mochtar selaku Wakil Ketua Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah.
Lalu ada Haji Syuja’ selaku pendiri bagian PKU Rumah Sakit Muhammadiyah Yogyakarta dan pelopor perbaikan perjalanan haji Indonesia. Ada pula Haji Fachrodin yang pernah memegang amanah jabatan Wakil Ketua PB Muhammadiyah, dan Haji Ahmad Badawi yang selanjutnya pada waktu itu menjadi Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Ahmad Dahlan bersama murid-murid mudanya itu menolong anak-anak yang terlantar, kelaparan dan miskin. Kaum duafa ini diajak ke tempat yang lebih manusiawi dan diberikan pakaian yang pantas, makanan yang bergizi serta diajarkan mandi yang bersih jika ditemukan dalam keadaan kumal. Inilah planet al-maun yang diteladankan Ahmad Dahlan di bumi Yogyakarta dari ajaran al-Qur`an.
Maka, sebagai kawula muda, mari kita belajar dari planet al-maun Ahmad Dahlan tersebut. Sebab di sana pula termaktub nilai-nilai pembangunan manusia yang berkelanjutan, sebagaimana dicita-citakan dalam rekomendasi tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Bersama generasi muda saat itu, Ahmad Dahlan meyakini pesan dakwah Muhammadiyah yang berkemajuaan akan dapat diteruskan oleh generasi-generasi muda yang tantangannya berbeda dan berat. Maka, Ahmad Dahlan pun berpesan: Pertama, “Aku titipkan Muhammadiyah kepadamu”. Kedua, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari-cari kehidupan di dalam Muhammadiyah.” Ketiga, “Menjadi apa saja, dan kembalilah ke Muhammadiyah”.
Dengan demikian, generasi muda dapat menjadi apa saja, pergi menuntut ilmu, lalu kembalilah dalam orbit lintas gerakan pembaharuan Muhammadiyah. Dengan ilmu inilah planet generasi muda dapat memancarkan cahaya perjuangannya di jalan kemanusiaan yang progresif.
Hal lainnya yang tak kalah penting dalah generasi muda yang berkarakter. Sebagaimana dituangkan Buya Hamka dalam bukunya Pribadi Hebat (2020), salah satu karakternya adalah berpandangan terbuka dan baik, tahu diri, bijak berbicara serta percaya kepada diri sendiri dengan memiliki pandangan hidup tauhid, sehingga tidak menjadi pribadi yang lemah.
Planet Generasi Muda Berkemajuan
Selain isu keumatan, kebangsaan dan dakwah wasatiyah, Muhammadiyah memandang bonus demografi sebagai isu yang mendapat perhatian serius dalam Muktamar ke-48 yang berlangsung pada 18-20 November 2022 di Surakarta, Jawa Tengah.
Isu tersebut tentu berkelindan dengan generasi muda terkini yang dilengkapi teknologi canggih dalam segenap kehidupannya. Dari profil ini tentu ada nilai manfaat bahwa ilmu pengetahuan dan informasi dapat mudah diakses. Tapi di sisi lain, dengan teknologi komunikasi itu, nilai-nilai kebenaran akan sulit ditemukan mengingat kompleksitas dunia maya lebih dinikmati secara digital ketimbang substansi yang ada di dalamnya akibat reproduksi informasi.
Hal itu dapat dilihat pula dari profil pengguna internet di Indonesia yang mayoritas diisi oleh generasi muda. Berdasarkan data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) 2022, dalam rilis laporannya tentang “Profil Internet Indonesia 2022” dijelaskan bahwa penetrasi internet Indonesia sudah mencapai 77,02 %.
Lebih jauh diungkapkan, remaja di Indonesia merupakan kelompok paling banyak akses penetrasi internet dibandingkan kelompok usia lainnya. Adapun kelompok usia 13–18 tahun mencapai 99,16 persen, dan kelompok usia 19–34 tahun tingkat penetrasi internetnya sebesar 98,64 persen. Sedangkan penetrasi internet selanjutnya di rentang usia 35-54 tahun sebesar 87,30 persen.
Berangkat dari data di atas, dalam kacamata psikologi, perilaku akses internet generasi muda ada kaitannya dengan intensi melakukan suatu aktivitas keseharian. Kondisi tersebut diindikasikan dengan sikap generasi muda yang positif terhadap konten internet, memersepsikan bahwa konten internet merupakan sesuatu yang diharapkan sebagai sumber informasi.
Dalam theory of planned behavior, generasi muda yang mengakses internet tindakannya diarahkan oleh tiga macam kepercayaan. Pertama, kepercayaan perilaku, yaitu kepercayaan akan kemungkinan terjadinya perilaku. Kedua, kepercayaan normatif, yaitu kepercayaan tentang ekspektasi normatif dari orang lain dan motivasi untuk menyetujuinya. Terakhir kepercayaan kontrol, yakni kepercayaan tentang adanya faktor-faktor yang saling berkaitan terhadap perilaku akses internet.
Lantas bagaimana dengan generasi muda dan bonus demografi? Hemat penulis, dalam kerangka Islam Berkemajuan, generasi muda pada zaman yang terus berubah ini harus tetap menggunakan akal sehatnya agar dapat memanfaatkan teknologi dengan pribadi hebat.
Sebagai generasi muda berkemajuan yang ada di planet ini tentu kita harus terus berkembang. Paling tidak meminjam bahasa F. Budi Hardiman dalam Aku Klik Maka Aku Ada (2022) dapat mengkombinasikan kecerdasan buatan dengan komunikasi nyata agar tidak terjebak dalam dunia artifisial yang dangkal dari nilai-nilai kebenaran.
Muhammadiyah dengan segenap kelebihan dan kekurangannya akan memperoleh tantangan baru, yaitu melimpahnya generasi muda dalam amal usaha pendidikannya. Secara tidak langsung menjadi bagian dari tanggung jawab mencerdaskan planet lintas generasi muda yang berkemajuan. Wallahu’alam.