Aksi long march mendukung Pancasila dan Perppu Ormas yang dilakukan ratusan anak muda Bali di Jembran, Minggu (27/8).
Indonesia selaku negara multi etnis dan agama, ternyata masih menghadapi persoalan intoleransi yang cukup tinggi. Belakangan ini semangat toleransi dan kebhinekaan dalam bingkai ideologi Pancasila terus mengalami sebuah degradasi yang cukup dratis di kalangan masyarakat bangsa Indonesia terlebih khusus pada kalangan kaum muda. Sehingga tidak heran sebagian besar masyarakat dan orang muda bangsa ini cepat terpengaruh dengan masuknya ideologi-ideologi yang berasal dari luar dan yang lebih parahnya lagi ideologi-ideologi tersebut secara terang-terangan mengatakan anti terhadap Pancasila dan semangat kebhinekaan yang sudah beratusan tahun tertanam dalam kepribadian dan kebudayaan masyarakat Indonesia.
Hasil survei Wahid Institute bersama Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2016 ditemukan potensi bahwa kerawanan intoleransi di Indonesia tergolong masih sangat mengkhawatirkan. Dari total 1.520 responden sebanyak 59,9 persen memiliki kelompok yang dibenci. Kelompok yang dibenci meliputi mereka yang berlatarbelakang agama non muslim, kelompok tionghoa, komunis, dan selainnya. Dari jumlah 59,9 persen itu, sebanyak 92,2 persen tak setuju bila anggota kelompok yang mereka benci menjadi pejabat pemerintah di Indonesia. Sebanyak 82,4 persennya bahkan tak rela anggota kelompok yang dibenci itu menjadi tetangga mereka (Kompas.com, 1/8/2016).
Berdasarkan hasil survey di atas dapat dikatakan bahwa lambat laun bangsa ini akan mengalami krisis intoleransi yang sangat besar apabila tidak diatasi dengan bijak melalui berbagai program-progam penguatan nilai-nilai Pancasila, toleransi dan kebhinekaan secara masif di tengah masyarakat kita. Penyebaran paham-paham radikal kini sangat terstruktur dan sistematis di masyarakat kita baik melalui lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi, lembaga dakwa, maupun komunitas-komunitas sosial yang ada di masyarakat. Metode-metode penyebaran yang digunakan pun sangat soft dan bahkan prinsip dan nilai agama pun digunakan sebagai pembenaran untuk menghalalkan cara yang mereka tempuh. Metode ini pun bahkan cukup signifikan mempengaruhi cara berpikir dan tindakan masyarakat kita yang sikap kritis masih sangat rendah
Melestarikan Pancasila
Pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup berbangsa dan bernegara merupakan suatu kekuatan yang menyatukan seluruh elemen masyarakat bangsa Indonesia dari Sabang sampai Mauroke dengan berbagai latar belakang suku dan budaya, ras serta agama yang berbeda-beda. Pancasila digali atas dasar kekayaan budaya, religius, dan moral masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tentu bersifat mutlak dan memiliki keutamaan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Masyarakat bangsa Indonesia harus berbangga dan bersyukur bahwa dengan Pancasila kita semua dapat dipersatukan. Pancasila sejatinya menjadi modal dasar dan sumber kecerdasan dalam membangun peradaban pembangunan bangsa Indonesia yang adil dan beradab.
Pancasila harus direfleksikan dan diimplementasikan secara real oleh semua masyarakat bangsa Indonesia tanpa terkecuali. Pancasila apabila dimaknai secara mendalam tentu bisa membawa Indonesia menuju cita-cita kemerdekaan yang dahulu telah ditanamkan dalam setiap benak anak bangsa. Seluruh masyarakat bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab penuh dalam menjaga dan melestarikan Pancasila serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya dari pengaruh-pengaruh radikalisme dan sikap intoleran yang memecah belakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Semua elemen bangsa apapun itu suku, agama, etnis wajib mendukung dan berani bersuara menegakan Pancasila
Kehadiran negara melalui lembaga khusus Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) yang dibentuk oleh presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 merupakan angin segar bagi bangsa dan diharapkan mampu merekonsolidasikan pemahaman Pancasila ke seluruh lapisan masyarakat. Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila diharapkan pula bisa merangkul semua institusi lembaga pendidikan dan komunitas sosial serta keagamaan agar kembali membumikan Pancasila dalam berbagai aktivitas masyarakat. Pancasila jangan sampai hanyalah sebuah selogan atau tulisan belaka, akan tetapi Pancasila semestinya menjadi lifestyle yang harus dihayati oleh setiap masyarakat bangsa ini. Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) memiliki tanggung jawab untuk kembali menyadarkan seluruh elemen masyarakat bangsa agar terus menerus ditumbuhkan rasa memiliki Pancasila. Jiwa dan semangat Pancasila yang merupakan The Power Of National Ideology harus mampu menjadi penggerak dalam setiap proses aktivitas pembangunan bangsa Indonesia serta dalam menghadapi setiap permasalahan bangsa yang ada.
Pancasila dan Generasi Millenial
Saat ini banyak kalangan memperbincangkan mengenai generasi millenial Indonesia yang pada umumnya pelajar dan mahasiswa. Namun, studi tentang generasi millenial ini belum menyentu hal-hal yang subtansial. Generasi milennial sendiri dapat diartikan sebuah generasi yang lahir antara tahun 1980-2000 atau generasi muda masa kini berusia antara 15–34 tahun. Selain pemuda pada umumnya, generasi millenial ini juga didalamnya adalah pelajar dan mahasiswa. Generasi millenial memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap berbagai perkembangan teknologi digital dan online terkini. Ketergantungan terhadap teknologi ini membuat generasi millenial dapat dikatakan sebagai generasi yang sangat berbeda karakteristik dan memiliki keunikan tersendiri dalam menerima dan mengtransfer segala informasi dan pengetahuan yang diperoleh jika dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya.
Namun, beberapa penelitihan mengatakan bahwa generasi millenial ini merupakan salah satu kelompok generasi yang sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh radikalisme dan tindakan intoleran ditengah derasnya arus informasi yang beredar di media sosial dan internet. Sebab, banyak informasi-informasi yang tidak difilter dan bahkan menjadi tidak terkendali. Bahaya gerakan anti terhadap Pancasila dan gerakan radikalisme juga kini mulai nampak dan merebak di kalangan pelajar serta mahasiswa yang merupakan kelompok dari generasi millenial ini.
Melihat kenyataan ini maka, penanaman nilai-nilai Pancasila sudah semestinya mengfokuskan dan mengakomodasi kelompok generasi millenial dengan sebuah formulasi atau metode-metode pembelajaran yang relevan dengan perkembangan kecanggihan teknologi saat ini. Sehingga, generasi millenial ini tidak bersifat apatis dengan pembelajaran nilai-nilai pancasila dan bersikap kritis terhadap pengaruh ideologi-ideologi radikal serta sikap-sikap intoleran. Pancasila harus bisa dijadikan pegangan dan prinsip hidup generasi millenial Indonesia dalam menghadapi derasnya kemajuan teknologi modern saat ini. Generasi millenial harus mampu mengamalkan Pancasila, bhineka tunggal ika dan nilai-nilai toleransi bangsa Indonesia agar tetap eksis dan berdiri kokoh.