Sabtu, April 20, 2024

Generasi Milenial, Membenci Soeharto dengan Baik dan Benar

Nanda Fauzan
Nanda Fauzan
Mahasiswa akidah filsafat islam, pekerja teks komersil untuk media cetak dan daring. Anggota aktif Sekolah mahasiswa progresif Banten.

Medio akhir tahun 2013 terjadi sejumlah penolakan terhadap penggunaan nama Soeharto sebagai nama Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Penolakan itu bukan tanpa alasan, berbagai kalangan menjadikan dosa besar semasa Soeharto menjabat presiden Indonesia sebagai argumentasi, dan tentu saja statusnya yang belum menerima gelar pahlawan nasional tak urung dijadikan sebagai dasar penolakan.

Dari kasus itu, kita bisa menarik kesimpulan ada semacam kondisi kebencian dari sekelompok masyarakat terhadap presiden yang menjabat selama 32 tahun tersebut. Sebagai seorang anak yang lahir pada periode awal tahun 2000, tentu saya hidup pada era baru, era reformasi. Tepat setelah dua tahun kejatuhan Soeharto.

Kendati demikian, saya dibesarkan pada puing-puing sisa kejayaan Orde Baru. Kakek saya misalnya, ia selalu bercerita tentang beberapa keberhasilan Soeharto, dan mulanya saya menganggap itu benar, sebab setidaknya ia memiliki pengalaman konkret pada masa itu.

Dengan kata lain, kakek saya adalah sekelompok orang yang pernah dipimpin oleh Soeharto dan ia merasa nyaman akan hal itu. Tapi lain hal dengan ayah saya. Ia berbeda pandangan politik dengan kakek. Ayah amat membenci Soeharto.

Perbedaan tidak berhenti sampai situ. Ada dikotomi di antara keduanya, jika kakek tak henti-hentinya menjadi pemuja dan bercerita kepada para cucunya terhadap kebaikan Soeharto, ayah saya lebih memilih untuk diam secara verbal. Ia menempuh cara lain, ayah memberi saya bacaan, tontonan, dan musik yang secara perlahan merubah cara pandang saya terhadap Soeharto.

Yang semula saya menganggap Soeharto sebagai bapak pembangunan, justru kini saya menganggap ia sebagai diktator. Sekali lagi, saya lahir dan dibesarkan pada masa transisi. Secara leksikal, transisi artinya peralihan “dari” menuju “ke”.

Dalam konteks ini, maksudnya peralihan keluar dari era Orde Baru, menuju masuk ke era reformasi. Dan era 2000 awal bagi saya masih berkutat pada cara keluar “dari”, bukan masuk “ke”. Bagaimana tidak, kami anak yang dibesarkan pada era milenial mendapat asupan sepihak melalui kurikulum pendidikan yang hanya menyajikan gambaran Soeharto yang kurang lengkap.

Seperti kakek saya, kurikulum pendidikan melalui pengajarnya memaksa saya untuk menjadi pemuja Soeharto. Apakah cara itu berhasil? Tentu itu lain hal. Sekali lagi, saya dibesarkan pada era milenial. Era dimana informasi dapat diakses dengan sangat mudah. Melalui Internet, kami mendapat asupan embaran yang memadai.

Mengenai istilah generasi milenial ini, ada pendapat yang beragam. Sebagai gambaran singkat, menurut ahli demografi William Strauss dan Neil Howe, generasi milenial ialah kelompok manusia yang lahir antara tahun 1982-2004.

Sosiolog Mannheim menerangkan gagasannya tentang teori generasi, melalui esai yang berjudul “The Problem of Generation”. Menurutnya, manusia di dunia ini akan saling memengaruhi dan membentuk karakter yang sama karena melewati masa sosio-sejarah yang sama.

Dengan kata lain, manusia yang dibesarkan pada zaman orde baru dan reformasi pasti memiliki karakter yang berbeda, meski saling memengaruhi. Sebagai generasi milenial, saya memanfaatkan akses informasi yang pesat ini untuk menentukan sikap. Sebagai pemuja atau pembenci Soeharto. Menjadi sejajar dengan kakek, atau dengan ayah. Dan pilihan saya jatuh pada: berada diantara dua-duanya. Tentu dengan banyak pertimbangan, yang bisa saja berubah.

Pertama, sebagai seorang manusia beradab sejatinya kita tidak harus melulu menyalahkan masa lalu. Sebagai negara yang telah terbebas dari cengkraman dictatorship Orde Baru, sudah waktunya kita move on. Bayangkan seandainya segala sesuatu kesalahan yang terjadi pada masa kini selalu dikaitkan dengan masa Soeharto, itu artinya rezim saat ini mencuci tangan menggunakan air ludah Soeharto.

Kedua, sebagaimana manusia pada umumnya Soeharto memiliki naluri untuk berbuat baik. Kendati kejahatannya pun tak kalah banyak. Baiklah saya akan runtut masing-masing satu keberhasilan-kejahatan Soeharto.

Fitnah besar-besaran terhadap musuh politik. Soeharto, sebagai seorang pemimpin dengan mental diktator sudah berbuat curang bahkan sebelum ia resmi menjabat menjadi presiden. Diawali dengan terjadinya pembunuhan para perwira angkatan darat (AD) pada 1 oktober 1065 dini hari. Mengenai istilah peristiwa ini sangat beragam, ada yang menyebut gestapu (gerakan september tiga puluh), gerakan 30 september PKI (G30S/PKI). Tapi soekarno lebih kekeh untuk menyebutnya dengan gerakan satu oktober (gestok).

Kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki oleh seorang Mayor Jendral Soeharto, seakan menutupi segala kemungkinan keterlibatannya dalam tragedi 1965. Sejarah bisa dimanipulasi dengan kekuasaan yang dimiliki.

Namun, setelah lengsernya kekuasaan Soeharto pada tahun 1998, para sejarawan mengkaji ulang lebih dalam dari peristiwa kejahatan kemanusiaan tarsebut kaitannya dengan keterlibatan Soeharto. Hal itu terbukti, saat ini justru fakta sejarah lebih mengarah pada keterlibatan Soeharto dalam aksi pembunuhan para perwira AD Indonesia.

Terlihat dari adanya keterlibatan AD yang pada waktu itu dibawah pimpinan Soeharto dengan didukung Amerika, Inggris, maupun sekutunya melakukan pembunuhan terhadap 7 perwira AD. Jelas sekali adanya kepentingan politik yang didukung kekuasaan Soeharto pada masa itu.

Tentu banyak sekali fitnah yang dilakukan. Misalkan terhadap kelompok Gerwani. Dengan jijiknya, melalui berbagai macam propaganda, terutama film pemberontakan G30S/PKI orde baru menggambarkan Gerwani sebagai kelompok yang amoral.

Lewat adegan tarian harum bunga, Orba menggambarkan Gerwani memotong penis perwira AD menggunakan silet. Tentu itu terlalu berlebihan, sebab hasil visual yang dilakukan terhadap mayat tersebut tidak didapatkan bukti atas kelakuan tersebut. Dan dampaknya, gerakan perempuan Indonesia hingga detik ini terdomestifikasi.

Rezim Soeharto juga disorot dalam perkara-perkara pelanggaran hak asasi manusia. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat setidaknya 10 kasus, mulai dari Pulau Buru terkait kader PKI, penembakan misterius yang terkait kriminalitas, daerah operasi militer di Aceh dan Papua, peristiwa Talangsari, sampai penculikan dan kerusuhan Mei 1998.

Mengenai alasan mengapa saya menghormati Soeharto. Sejak SD guru saya selalu mengatakan bahwa Soeharto adalah Bapak Pembangunan Indonesia. Kendati saya tak setuju, tetapi tentu saya tak dapat mengabaikan keberhasilan ia dalam pembangunan.

Misalnya Selama Orde Baru, Soeharto mencanangkan perbaikan untuk Indonesia. Lewat pembangunan terencana yang diaplikasikan melalui tahapan Repelita, ia yakin Indonesia akan tinggal landas pergantian milenium, tahun 2000, meski akhirnya itu tidak pernah terjadi.

Tahun 1984, misalnya, Indonesia meraih swasembada pangan yang membuat Soeharto mendapat kehormatan berpidato dalam Konferensi ke-23 Food and Agriculture Organization (FAO) di Roma, Italia, pada 14 November 1985. Soeharto juga memberikan bantuan 100.000 ton padi untuk korban kelaparan di Afrika.

Selain itu, Soeharto juga membangkitkan Indonesia dari keterpurukan ekonomi. Tahun 1967, negeri ini punya utang luar negeri sebesar 700 juta dolar AS, dan Soeharto dibantu para pakar ekonomi, terutama Soemitro Djojohadikoesoemo, membalikkan keadaan yang berpuncak pada swasembada pangan pada 1984 (Laidin Girsang, Indonesia Sejak Orde Baru, 1979:41).

Sebagai penutup, saya mengajak generasi saya, generasi milenial untuk membenci Soeharto dengan baik dan benar. Cara pertama adalah dengan membaca dan memahami sejarah bukan hanya dari satu pihak. Kedua, menentukan di mana posisi kita, menjadi pembenci atau pemuja.

Dan saya memilih untuk berada diantara dua-duanya. Menjadi sangat membenci Soeharto, dan menghormati Soeharto sebagai manusia.

Nanda Fauzan
Nanda Fauzan
Mahasiswa akidah filsafat islam, pekerja teks komersil untuk media cetak dan daring. Anggota aktif Sekolah mahasiswa progresif Banten.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.